Investor Buru Dolar AS dan Emas, Rupiah Terlemah di Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
25 March 2019 12:44
Investor Buru Dolar AS dan Emas, Rupiah Terlemah di Asia
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hari ini masih melemah di perdagangan pasar spot. Rupiah pun masih nelangsa dengan menjadi mata uang terlemah di Asia. 

Pada Senin (25/3/2019) pukul 12:00 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.215. Rupiah melemah 0,39% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu dan menyentuh posisi terlemah sejak 19 Maret. 

Kala pembukaan pasar, rupiah sudah melemah 0,21% meski dolar AS belum menembus kisaran Rp 14.200. Namun setelah itu depresiasi rupiah semakin dalam dan dolar AS berhasil menembus level tersebut. 

Selepas menguat 5 hari beruntun, nasib rupiah sepertinya mulai berbalik. Jika pelemahan yang terjadi saat ini bertahan hingga penutupan pasar, maka rupiah akan melemah 2 hari berturut-turut. 

 


Beberapa saat lalu, rupiah bergabung dengan kelompok minoritas mata uang Asia yang melemah di hadapan dolar AS. Kini, 'kawan' rupiah bertambah karena semakin banyak mata uang Benua Kuning yang terdepresiasi. 

Namun meski semakin banyak mata uang Asia yang melemah, rupiah masih menjadi yang terlemah. 'Gelar' yang dipegang rupiah sejak pembukaan pasar.

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 12:18 WIB: 

 

Baca: Dolar AS Tembus Rp 14.200, Rupiah Terlemah di Asia!


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Tidak hanya di pasar valas, bursa saham Asia pun menjadi lautan merah. Pada pukul 12:21 WIB, indeks Nikkei 225 anjlok 3,03%, Hang Seng amblas 1,75%, Shanghai Composite ambrol 1,33%, Kospi rontok 1,73%, Straits Times jatuh 1,3%, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terperosok 1,58%. 


Investor sepertinya sedang benar-benar mencemaskan risiko resesi di AS. Risiko ini hadir dari pasar obligasi pemerintah Negeri Paman Sam. 

Pada pukul 12:24 WIB, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 3 bulan ada di 2,4527%. Sedangkan yield untuk tenor panjang 10 tahun malah lebih rendah yaitu 2,4425%. 

Yield dua seri obligasi ini sering dijadikan alat untuk mengukur risiko terjadinya resesi. Ketika terjadi inversi (yield jangka pendek lebih tinggi dibandingkan jangka panjang), maka kemungkinan akan terjadi resesi setidaknya dalam 18 bulan ke depan. Sebab, investor meminta 'jaminan' yang lebih tinggi untuk obligasi jangka pendek yang artinya risiko akan lebih besar dalam waktu dekat. 


Akibatnya investor pun cemas dan mencari selamat masing-masing. Aset-aset berisiko di negara berkembang mengalami tekanan jual massal alias sell-off dan arus modal menyemut di instrumen aman (safe haven). 

Selain ke dolar AS, investor juga terlihat memburu aset safe haven lainnya yaitu emas. Pada pukul 12:27 WIB, harga emas internasional tercatat naik 0,21% atau tertinggi sejak 27 Februari. 





TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular