Dolar AS Tembus Rp 14.200, Rupiah Terlemah di Asia!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
25 March 2019 08:33
Dolar AS Tembus Rp 14.200, Rupiah Terlemah di Asia!
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hari ini kembali melemah di perdagangan pasar spot. Dolar AS sudah menembus level Rp 14.200. 

Pada Senin (25/3/2019), US$ 1 dibanderol Rp 14.190 kala pembukaan pasar spot. Rupiah melemah 0,21% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu. 

Seiring perjalanan pasar, depresiasi rupiah menebal. Pada pukul 08:26 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.215 di mana rupiah melemah 0,39%. 

Pelemahan hari ini melanjutkan depresiasi yang dicatat rupiah pada akhir pekan lalu. Namun sepanjang seminggu kemarin, rupiah masih mencatatkan penguatan 0,67%. 


Pagi ini rupiah sepertinya bakal sulit lolos dari jeratan zona merah. Pasalnya sebagian besar mata uang utama Asia pun melemah di hadapan dolar AS. Arus depresiasi mata uang Benua Kuning terlalu kuat untuk dilawan.  

Pelemahan 0,39% menjadikan rupiah sebagai mata uang terlemah di Asia. Naga-naganya rupiah bakal sulit menjalani start yang bagus pada pekan ini.

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 08:27 WIB:
 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Tidak cuma di Asia, dolar AS memang sedang menguat secara global. Pada pukul 08:10 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,02%. Indeks ini tidak berhenti menguat sejak akhir pekan lalu. 

Investor memang sedang memburu dolar AS (dan yen Jepang) karena mencari selamat. Saat ini, sentimen besar yang mewarnai pasar adalah risiko resesi di AS. 

Kecemasan ini datag dari pasar obligasi pemerintah AS. Pada pukul 08:12 WIB, Imbal hasil (yield) surat utang pemerintah AS tenor 3 bulan adalah 2,4527%. Lebih tinggi ketimbang tenor 10 tahun yang mencapai 2,4302%. 

Yield dua seri obligasi ini kerap kali dijadikan prediktor atau instrumen untuk memperkirakan terjadinya resesi. Kala terjadi inversi (yield tenor pendek lebih tinggi ketimbang tenor panjang), maka ada kekhawatiran bakal terjadi resesi di Negeri Paman Sam setidaknya dalam 18 bulan ke depan. Sebab, kala investor meminta 'jaminan' yang lebih tinggi untuk aset jangka pendek maka ada perkiraan kondisi ekonomi akan mengalami masalah dalam waktu dekat. 

Kepanikan ini membuat investor memilih mencari selamat dengan berlindung ke aset-aset aman (safe haven). Tujuan pelaku pasar adalah ke dolar AS (dan yen). Ini menjadi penyebab utama keperkasaan dolar AS di Asia, dan rupiah menjadi salah satu korbannya. 


Sentimen ini sepertinya sangat dominan, sehingga penurunan harga minyak tidak banyak membantu rupiah. Padahal pada pukul 08:19 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet anjlok masing-masing 0,93% dan 0,81%. 

Koreksi harga minyak sebenarnya adalah berkah bagi rupiah. Indonesia adalah negara net importir minyak, yang mau tidak mau dan suka tidak suka harus mengimpor komoditas ini untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri karena produksi yang kurang memadai. 

Saat harga minyak turun, maka ada harapan tekanan yang dihadapi oleh transaksi berjalan (current account) akan membaik. Dengan fondasi devisa dari ekspor-impor barang dan jasa yang lebih tinggi, maka rupiah punya pijakan untuk lebih stabil bahkan menguat. 

Namun rasanya hari ini fokus investor adalah ke risiko resesi di AS. Pasar seperti memakai kacamata kuda, tidak melihat bahwa sebenarnya rupiah masih punya harapan dari penurunan harga minyak.  


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular