Kompak dengan Spot, Dolar di Kurs Tengah BI Tembus Rp 14.200

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
25 March 2019 10:40
Kompak dengan Spot, Dolar di Kurs Tengah BI Tembus Rp 14.200
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hari ini melemah di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Dolar AS pun kembali menembus kisaran Rp 14.200. 

Pada Senin (25/3/2019), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.223. Rupiah melemah 0,47% dibandingkan posisi akhir pekan lalu dan menyentuh titik terlemah sejak 20 Maret. 

Rupiah melemah 2 hari beruntun di kurs tengah BI, setelah akhir pekan lalu terdepresiasi 0,39%. Ini menjadi kejadian pertama sejak 8-11 Maret. 

 

Sementara di pasar spot, rupiah juga tidak mampu berbicara banyak di hadapan dolar AS. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.210 di mana rupiah melemah 0,35%. 

Seiring perjalanan, pelemahan rupiah sedikit berkurang. Pada pukul 10:12 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.208 di mana rupiah melemah 0,34%. 

Kala pembukaan pasar, rupiah sudah melemah 0,21% tetapi dolar AS masih di bawah Rp 14.200. Namun selepas itu depresiasi rupiah bertambah dalam dan dolar AS sudah menembus level tersebut. 


Namun sebagian besar mata uang Asia bernasib lebih baik ketimbang rupiah. Hanya rupiah, ringgit Malaysia, dan dolar Hong Kong yang masih terdepresiasi di hadapan greenback, sedangkan mata uang lainnya berhasil menguat. 

Rupiah pun masih menjadi mata uang terlemah di Asia, karena depresiasinya yang lebih dalam ketimbang dua kompatriotnya. Rasanya rupiah sulit untuk menjalani start bagus di perdagangan pekan ini. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 10:12 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Tekanan domestik dan eksternal membebani langkah rupiah hari ini. Dari dalam negeri, rupiah rentan terserang ambil untung (profit taking) karena sudah menjalani reli pekan lalu. 

Selama seminggu kemarin, rupiah menguat 0,67% di hadapan dolar AS. Bahkan rupiah sempat menguat 5 hari beruntun. Oleh karena itu, rupiah rawan terkena koreksi teknikal. 



Selain itu, rupiah juga tertekan akibat tingginya kebutuhan valas korporasi. Biasanya korporasi punya kewajiban membayar dividen atau utang pada akhir kuartal I. Rupiah pun banyak dijual untuk ditukarkan ke valas sehingga mata uang Tanah Air melemah. 


Sedangkan dari sisi eksternal, sentimen yang mendominasi pasar adalah risiko resesi di AS. Risiko ini terlihat di pasar obligasi pemerintah Negeri Paman Sam. 

Pada pukul 10:21 WIB, imbal hasil (yield) surat utang pemerintah AS tenor 3 bulan berada di 2,4527%. Sementara untuk tenor panjang 10 tahun adalah 2,439%. 



Yield dua seri obligasi ini sering dijadikan alat untuk mengukur risiko terjadinya resesi. Ketika terjadi inversi (yield jangka pendek lebih tinggi dibandingkan jangka panjang), maka kemungkinan akan terjadi resesi setidaknya dalam 18 bulan ke depan. Sebab, investor meminta 'jaminan' yang lebih tinggi untuk obligasi jangka pendek yang artinya risiko akan lebih besar dalam waktu dekat. 

Kekhawatiran itu menyebabkan terjadinya pelarian dana-dana ke aset yang dinilai lebih berkualitas (flight to quality). Dolar AS, yen Jepang, dan emas yang merupakan aset aman (safe haven) kebanjiran peminat sementara aset berisiko di Indonesia dilepas. Jadi wajar saja rupiah melemah.



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular