
Kompak dengan Spot, Dolar di Kurs Tengah BI Tembus Rp 14.200
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
25 March 2019 10:40

Tekanan domestik dan eksternal membebani langkah rupiah hari ini. Dari dalam negeri, rupiah rentan terserang ambil untung (profit taking) karena sudah menjalani reli pekan lalu.
Selama seminggu kemarin, rupiah menguat 0,67% di hadapan dolar AS. Bahkan rupiah sempat menguat 5 hari beruntun. Oleh karena itu, rupiah rawan terkena koreksi teknikal.
Selain itu, rupiah juga tertekan akibat tingginya kebutuhan valas korporasi. Biasanya korporasi punya kewajiban membayar dividen atau utang pada akhir kuartal I. Rupiah pun banyak dijual untuk ditukarkan ke valas sehingga mata uang Tanah Air melemah.
Sedangkan dari sisi eksternal, sentimen yang mendominasi pasar adalah risiko resesi di AS. Risiko ini terlihat di pasar obligasi pemerintah Negeri Paman Sam.
Pada pukul 10:21 WIB, imbal hasil (yield) surat utang pemerintah AS tenor 3 bulan berada di 2,4527%. Sementara untuk tenor panjang 10 tahun adalah 2,439%.
Yield dua seri obligasi ini sering dijadikan alat untuk mengukur risiko terjadinya resesi. Ketika terjadi inversi (yield jangka pendek lebih tinggi dibandingkan jangka panjang), maka kemungkinan akan terjadi resesi setidaknya dalam 18 bulan ke depan. Sebab, investor meminta 'jaminan' yang lebih tinggi untuk obligasi jangka pendek yang artinya risiko akan lebih besar dalam waktu dekat.
Kekhawatiran itu menyebabkan terjadinya pelarian dana-dana ke aset yang dinilai lebih berkualitas (flight to quality). Dolar AS, yen Jepang, dan emas yang merupakan aset aman (safe haven) kebanjiran peminat sementara aset berisiko di Indonesia dilepas. Jadi wajar saja rupiah melemah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Selama seminggu kemarin, rupiah menguat 0,67% di hadapan dolar AS. Bahkan rupiah sempat menguat 5 hari beruntun. Oleh karena itu, rupiah rawan terkena koreksi teknikal.
Sedangkan dari sisi eksternal, sentimen yang mendominasi pasar adalah risiko resesi di AS. Risiko ini terlihat di pasar obligasi pemerintah Negeri Paman Sam.
Pada pukul 10:21 WIB, imbal hasil (yield) surat utang pemerintah AS tenor 3 bulan berada di 2,4527%. Sementara untuk tenor panjang 10 tahun adalah 2,439%.
Yield dua seri obligasi ini sering dijadikan alat untuk mengukur risiko terjadinya resesi. Ketika terjadi inversi (yield jangka pendek lebih tinggi dibandingkan jangka panjang), maka kemungkinan akan terjadi resesi setidaknya dalam 18 bulan ke depan. Sebab, investor meminta 'jaminan' yang lebih tinggi untuk obligasi jangka pendek yang artinya risiko akan lebih besar dalam waktu dekat.
Kekhawatiran itu menyebabkan terjadinya pelarian dana-dana ke aset yang dinilai lebih berkualitas (flight to quality). Dolar AS, yen Jepang, dan emas yang merupakan aset aman (safe haven) kebanjiran peminat sementara aset berisiko di Indonesia dilepas. Jadi wajar saja rupiah melemah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular