Saham BORN Bisa Selamat dari Delisting, Penuhi 2 Syarat Ini

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
20 March 2019 16:55
Bursa Efek Indonesia masih berupaya melakukan pendekatan agar perusahaan milik pengusaha Samin Tan, PT Borneo tidak delisting.
Foto: Samin Tan, pemilik BORN/ Forbes
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Efek Indonesia (BEI) masih berupaya melakukan pendekatan agar perusahaan milik pengusaha Samin Tan, PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk (BORN), ini tidak dikeluarkan secara paksa (force delisting) dari bursa seiring dengan adanya itikad baik perusahaan.

Data BEI mencatat saham BORN sejak 22 Maret 2016 sudah 12 kali disuspensi atau dihentikan sementara perdagangan. Salah satu alasannya, telat menyampaikan laporan keuangan dan telat membayar denda. Sejak 2 Juli 2018, saham BORN sampai sekarang masih disuspensi.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, mengatakan pihaknya tidak serta merta langsung mengeluarkan saham BORN dari papan bursa karena perlu mempertimbangkan upaya perbaikan yang dilakukan perusahaan terkait.


"Kalau BORN kita lihat periode dia disuspensinya, kalau dia sudah masuk 24 bulan suspend, kita kan tidak serta merta langsung kita delisting. Kami lihat apakah ada atau tidak perkembangan yang mereka lakukan," katanya di Jakarta, Rabu (20/3/2019).

Dia menjelaskan ada dua hal atau syarat bisa dilakukan BORN agar perusahaan terhindar dari delisting. Pertama ialah laporan tahunan yang belum disampaikan sehingga pihaknya meminta laporan tersebut. "Itu untuk memastikan bahwa secara regulasi mereka sudah menyampaikan informasi yang wajib disampaikan kepada publik yang tertunda."


Kedua, BEI dan investor perlu mendapat kejelasan informasi terkait dengan performa bisnis dan operasional perusahaan secara berkelanjutan.

"Korespondensi sih kami sudah lakukan, artinya sudah cukup lama kami pantau dari sisi pelaksanaan kegiatan operasionalnya setelah suspensi. Jadi walaupun dia memasuki 24 bulan [suspensi], kami tidak serta merta cut delisting," tegasnya.

Selain itu, katanya, BEI juga memastikan itikad baik perusahaan untuk memenuhi kewajiban yang harus disampaikan kepada publik.

"Dua hal itu yang berhubungan, pertama informasi, kalau enggak ada di pasar, dia sudah sampaikan kepada kita. Jadi diyakinkan dari sisi operasional. Tadi kan sudah disampaikan bahwa sektor mining [tambang] sudah mulai kelihatan naik, apakah secara entitas seperti itu atau tidak, itu kami pastikan."


Ketika ditanya apakah ada kemungkinan suspensi saham BORN dibuka, Nyoman menegaskan dua syarat itu yang perlu diselesaikan oleh perusahaan batu bara itu.

BEI juga berencana mempertimbangkan melakukan kunjungan atau site visit di tambang milik Borneo untuk memastikan, "bahwa bukan hanya on paper datanya tapi juga secara faktual. Sehingga kita tahu klien bisnisnya jalan atau tidak, bukan hanya informasi di paper," tegasnya.

Posisi terakhir saham BORN ketika disuspensi yakni di level Rp 50/saham dengan kapitalisasi pasar Rp 885 miliar.


Dari sisi kinerja, hingga September 2018, penjualan Borneo anjlok 92% menjadi US$ 16,11 juta atau sekitar Rp 226 miliar (asumsi kurs Rp 14.000/US$) dari September 2017 yang mencapai US$ 194,64 juta.

Semua penjualan disokong oleh penjualan ekspor ke perusahaan asal Dubai, Uni Emirat Arab, yakni Rescom Mineral Trading FZE.
  Anjloknya penjualan ini membuat perseroan masih membukukan rugi bersih US$ 8,06 juta, dari tahun sebelumnya yang masih mencetak laba US$ 56,75 juta.

Meski demikian, secara bruto, perseroan membukukan laba bruto US$ 132.793 dari sebelumnya laba bruto US$ 82,32 juta.

Borneo disokong oleh setidaknya tiga anak usaha yakni PT AKT, PT Borneo Mining Services di Kalimantan Tengah dan bergerak di bidang penyewaan alat berat, dan satu lagi yakni Borneo Bumi Energy & Metal Pte Ltd, perusahaan investasi yang berbasis di Singapura.

Di tempat terpisah, analis PT Panin Sekuritas Tbk, William Hartanto menilai, jika secara syarat-syarat terpenuhi, maka emiten tambang tersebut sebetulnya bisa didepak dari lantai bursa. Sebab, mempertimbangkan sejumlah hal, di antaranya adalah kinerja perusahaan yang memburuk.

"Mempertimbangkan kinerja keuangan perusahaan Agustus 2018 dan saham BORN telah disuspensi sejak Juli 2018, saya rasa bisa saja di-delisting jika memenuhi kriteria," kata William Hartanto, kepada CNBC Indonesia, Selasa (19/3/2019).


(tas/tas) Next Article Izin AKP Dicabut, Perusahaan Samin Tan Jadi Kopong

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular