
Resmi Delisting! Sayonara Borneo Lumbung Energy

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Efek Indonesia (BEI) akhirnya menghapus pencatatan (delisting) saham PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk (BORN) pada Senin 20 Januari 2020 ini setelah sebelumnya saham perusahaan batu bara ini dihentikan sementara (suspensi) sejak 30 Juni 2015 atau hampir 5 tahun.
Suspensi yang cukup lama terhadap saham BORN tersebut dilakukan dengan alasan awal belum menyampaikan laporan keuangan audit dan interim, termasuk belum membayar denda.
Adi Pratomo Aryanto, Kepala Divisi Penilaian Perusahaan BEI, dan Irvan Susandy, Kadiv Pengaturan dan Operasional Perdagangan BEI mengatakan penghapusan pencatatan saham emiten ini mengacu pada Peraturan Bursa Nomor I-I tentang Penghapusan Pencatatan dan Pencatatan Kembali Saham di Bursa.
BEI bisa menghapus saham emiten dengan catatan, emiten tersebut mengalami kondisi atau peristiwa yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha emiten, baik secara finansial atas secara hukum, atau terhadap kelangsungan status emiten sebagai perusahaan terbuka, dan perusahaan tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.
Aturan lain yang menjadi acuan BEI yakni Ketentuan III.3.1.2, saham emiten yang akibat suspensi di pasar reguler dan pasar tunai hanya diperdagangkan di pasar negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 bulan terakhir.
BORN menjadi emiten pertama tahun ini yang didepak Bursa. Tahun lalu ada enam emiten yang 'diusir' dari Bursa Efek Indonesia.
6 Saham yang sudah Delisting 2019
1 | NAGA | PT Bank Mitraniaga Tbk. | 23 Ags 2019 | 1.612.710.000 | Utama | |
2 | SIAP | Sekawan Intipratama Tbk | 17 Jun 2019 | 0 | ||
3 | ATPK | Bara Jaya Internasional Tbk | 30 Sep 2019 | 135.450.000 | Pengembangan | |
4 | BBNP | Bank Nusantara Parahyangan Tbk | 02 Mei 2019 | 0 | ||
5 | GMCW | Grahamas Citrawisata Tbk | 13 Ags 2019 | 8.750.000 | Pengembangan | |
6 | TMPI | PT Sigmagold Inti Perkasa Tbk. | 11 Nov 2019 | 10.000.000 | Utama |
Data: BEI
Lebih lanjut, keduanya mengatakan, dengan pencabutan status BORN sebagai perusahaan terbuka, BORN tidak lagi memiliki kewajiban sebagai perusahaan tercatat.
Kendati demikian, delisting ini tidak menghapus kewajiban-kewajiban yang belum dipenuhi oleh perseroan ke BEI. BORN yang masih merupakan perusahaan publik juga tetap wajib memperhatikan kepentingan pemegang saham publik dan mematuhi ketentuan mengenai keterbukaan informasi dan pelaporan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Sebagai informasi, harga saham terakhir BORN sebesar Rp 50 per saham pada 29 Juni 2015.
"Jika perusahaan ingin masuk ke BEI lagi, maka proses saham dapat dilakukan paling cepat 6 bulan sesak dilakukan delisting oleh BEI," tulis keduanya, dikutip CNBC Indonesia, Senin ini.
Berdasarkan data laporan keuangan, pemegang saham BORN per September 2018 yakni PT Republic Energi & Metal 59,50%, PT Muara Kenyan Abadi 0,0001%, dan publik 39,57%.
Jika ditilik dari laporan keuangan perusahaan kuartal III-2018, semenjak April hingga September, BORN tidak lagi membukukan tambahan pendapatan karena perjanjian kerja sama pertambangan batu bara (PKP2B) milik anak usahanya, PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT) dicabut oleh Kementerian ESDM.
AKT dianggap telah melakukan pelanggaran berat karena menjadikan kontrak PKP2B, yang merupakan aset negara, sebagai jaminan untuk mendapatkan dana dari Standard Chartered Bank (SCB) pada tahun 2016.
Sebetulnya, sebagai otoritas bursa, BEI sudah benar-benar mengupayakan agar BORN tidak didepak dari bursa, tentu dengan melakukan pendekatan dan upaya lainnya agar perusahaan benar-benar bisa menjalankan bisnis dengan baik, toh ada kepentingan investor publik yang mesti dijaga.
BEI juga telah memberikan kesempatan untuk memperbaiki masalah internal perusahaan.
Tapi benar kata pepatah, kesabaran ada batasnya.
(tas/tas) Next Article BORN Delisting 20 Januari, Masih Bisa Jualan di Pasar Nego!