Analisis Fundamental

Kurang Diapresiasi Investor, Bagaimana Jeroan Bisnis Japfa?

Market - Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
20 March 2019 12:23
Harga saham Japfa naik 1,37% menjadi Rp 2.220/unit setelah selama 4 hari perdagangan selalu berada di zona merah. Foto: Japfa (CNBC Indonesia/Houtman P Saragih)
Jakarta, CNBC Indonesia - Saham emiten pakan ternak PT Japfa Comfeed Tbk (JPFA) menjadi salah satu motor penggerak menguatnya Indeks Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia hari ini, Rabu (20/3/2010).

Harga saham Japfa naik 1,37% menjadi Rp 2.220/saham setelah 4 hari perdagangan terakhir selalu berada di zona merah. Pada penutupan sesi I, total transaksi saham Japfa sudah mencapai Rp 41,20 miliar.

Data Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat harga JPFA pada dasarnya masih berada di kisaran harga rata-rata perdagangan hariannya yang senilai Rp 2.228,3/saham. Saham Japfa sempat menyentuh harga tertinggi di level Rp 3.050/saham pada 30 Januari 2019.

Dalam sepekan, saham Japfa masih minus 7,50% dan secara tahun berjalan atau year to date naik 3,26%.

Japfa kembali menjadi perhatian investor setelah sebelumnya perhatian investor mengarah ke emiten kompetitor yakni PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN).


Jika ditilik dari segi fundamental, kinerja Japfa tahun lalu cukup memuaskan. Pada 2018, Japfa berhasil mencatatkan pertumbuhan laba spektakuler hingga 133,32% year on year (YoY) menjadi Rp 2,17 triliun dari Rp 933,17 miliar.

Berita tersebut tentunya sangat menggembirakan bagi investor. Pasalnya, tahun 2017 perusahaan membukukan pertumbuhan negatif 54,80% YoY.

Lonjakan laba Japfa disokong oleh peningkatan pendapatan dan produktivitas perusahaan. Laporan tahunan Japfa yang dirilis pada 11 Maret lalu, menunjukkan pendapatan JPFA tahun lalu meningkat 14,9% YoY menjadi Rp 34,01 triliun dari Rp 29,6 triliun.

Kenaikan volume penjualan ayam umur sehari (day old chicken/DOC) memberikan kontribusi terbesar.

Tahun 2018, kapasitas produksi rumah potong ayam Japfa juga mencapai 9,5 juta ekor ayam/bulan, dari sebelumnya hanya 8,8 juta ekor ayam/bulan. Pabrik produksi olahan daging ayam juga meningkat menjadi 1.560 ton/bulan dari 1.200 ton/bulan.

Selain itu, investor juga yakin perusahaan dapat terus meningkatkan performa di kuartal-I 2019 dikarenakan pertumbuhan Indeks Penjualan Riil (IPR) sektor makanan, minuman dan tembakau pada Januari 2019 menyentuh 8,9 YoY, atau menjadi 232,6 poin. Bahkan pada Februari, IPR diproyeksikan tumbuh 12,6% YoY menjadi 238,7 poin.

Sayangnya, dengan performa yang oke dan pertumbuhan industri yang diestimasi positif, kinerja perusahaan kurang diapresiasi investor.

Pasalnya, price earning ratio (PER) Japfa hanya sebesar 11,7x, jauh dibandingkan dengan CPIN dengan PER 31,09x, dan PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN) dengan PER 15,38x.

Sebagai informasi PER adalah salah satu bentuk analisis fundamental perusahaan dengan cara membagi harga saham saat ini dengan keuntungan tahunan per saham.

Jadi PER dapat menggambarkan juga ekspektasi investor terhadap return (perolehan) emiten. PER emiten dikatakan tinggi (overvalued) jika nilainya lebih besar dibanding PER industri, dan sebaliknya untuk PER rendah.

Alhasil, mengingat apresiasi investor yang terbilang rendah dengan kinerja perusahaan yang baik, hal ini berpotensi bakal mendukung penguatan pada harga saham Japfa ke depan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Simak ulasan saham-saham unggas dan pakan ternak di video ini.
[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya

Laba Japfa 2022 Jeblok 29% ke Rp1,4 T, Padahal Penjualan Naik


(dwa/dwa)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading