Larangan Sawit Uni Eropa Jadi Ancaman Serius Bagi Indonesia

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
14 March 2019 20:09
Ancaman Serius Bagi Perekonomian Indonesia
Foto: CPO (REUTERS/Samsul Said)
Sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia, sudah barang tentu peraturan ini menjadi ancaman yang serius.

Pada tahun 2018 saja, produksi minyak sawit Tanah Air mencapai 47,4 juta ton. Malaysia di posisi ke-2 mengekor di belakang dengan produksi minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) sebesar 19,5 juta ton pada tahun 2018. Jika digabung, Indonesia dan Malaysia menyumbang 85% dari total pasokan minyak sawit dunia.

Volume ekspor minyak sawit Indonesia ke Uni Eropa pada tahun 2017 mencapai 3,34 juta ton, hanya kalah dari India yang sebesar 7,3 juta ton. Sedangkan dari seluruh negara-negara Eropa, Belanda merupakan yang paling banyak mengimpor minyak sawit dari Indonesia, yang mana mencapai 1,16 juta ton pada tahun 2017.

Artinya, Uni Eropa memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap keseimbangan fundamental (pasokan-permintaan).



Bila separuh permintaan minyak sawit dari Eropa berkurang, maka sudah tentu akan sangat berdampak pada permintaan minyak sawit.

Bahkan sejak kampanye negatif terhadap sawit mulai mencuat pada tahun 2017, harga CPO terus mengalami tren penurunan. Apalagi bila sudah mulai berlaku sebagai hukum. Belum lagi, ada prediksi bahwa tahun ini produksi sawit Indonesia masih akan meningkat. Bisa-bisa harga sawit hancur lebur.

Dampaknya akan sangat besar bagi perekonomian Indonesia. Bagaimana tidak, ekspor minyak sawit menyumbang sebesar 12% dari total ekspor non migas. Bila nilai ekspor utama RI ini terpangkas, maka defisit perdagangan agaknya semakin sulit untuk dihindari.

Ujung-ujungnya bisa memperlebar defisit transaksi berjalan (Current Account Defisit/CAD) yang sudah menyentuh 2,98% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2018. Nilai tukar rupiah menjadi taruhannya.

Tidak hanya itu, akan ada lebih dari 5 juta orang petani yang akan kehilangan sabagian besar dari pendapatannya.



Jika sudah begini, diperlukan suatu strategi lain untuk menyerap pasokan yang berlebih.

Memang, pemerintah sudah mencanangkan program B20, yang membuat 20% campuran dari biodiesel berasal dari minyak sawit. Namun agaknya dengan jumlah tersebut, masih belum cukup untuk membuat keseimbangan fundamental menjadi lebih baik.

Hal ini terlihat dari harga minyak sawit yang terus turun selama tujuh hari secara beruntun hingga hari ini.

Usaha pemerintah untuk meningkatkan porsi campuran minyak sawit hingga 100% dalam produksi biodiesel untuk kebutuhan nasional sudah sepatutnya mendapat dukungan.

TIM RISET CNBC INDONESIA (taa/gus)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular