
Rupiah Dihantam Dolar AS, Pasar Obligasi Menguat
Irvin Avriano A, CNBC Indonesia
13 March 2019 12:28

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah kembali menguat pada awal perdagangan Rabu ini, (13/3/2019), di tengah meningkatkan ekspektasi kalemnya (dovish) kebijakan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, ke depannya.
Penguatan tersebut melanjutkan gerak positif pasar obligasi kemarin, setelah sebelumnya mengalami koreksi beruntun selama 8 hari perdagangan.
Naiknya harga surat utang negara (SUN) itu tidak senada dengan koreksi yang terjadi di mayoritas pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Penguatan pasar bond rupiah tersebut bertolak belakang dengan koreksi yang terjadi di pasar saham.
Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Seri acuan yang paling menguat adalah FR0077 yang bertenor 5 tahun dengan penurunan yield 4,2 basis poin (bps) menjadi 7,45%. Besaran 100 bps setara dengan 1%. Tiga seri acuan lain juga kompak menguat di pasar.
Sumber: Refinitiv
Tadi pagi, pelaku pasar global memprediksi pasar SUN akan positif di tengah sentimen hijau terhadap ekspektasi aksi kebijakan moneter The Fed.
The Fed masih diprediksi akan menetapkan kembali suku bunga acuannya pada rapat The Fed pada 20 Maret nanti.
"Kenaikan ekspektasi pada kebijakan moneter The Fed membuat yield US Treasury 10 tahun turun 4 bps menjadi 2,6% tadi malam," ujar Ariawan, Head of Fixed Income Research PT BNI Sekuritas, dalam risetnya.
Dia menilai masih menariknya SUN rupiah dapat tercermin dari permintaan investor dalam lelang kemarin yaitu Rp 58,3 triliun.
Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 525 bps, menyempit dari posisi kemarin 528 bps. Yield US Treasury 10 tahun naik hingga 2,61% dari posisi kemarin 2,6%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada tenor 2 tahun-5 tahun. Kemarin, tenor 3 tahun-5 tahun masih menunjukkan inversi tetapi tampaknya memudar.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Sumber: Refinitiv
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 944,56 triliun SBN, atau 38,02% dari total beredar Rp 2.484 triliun berdasarkan data per 5 Maret.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 51,31 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Penguatan di pasar surat utang hari ini tidak seperti yang terjadi di pasar ekuitas dan pasar uang, yang masing-masingnya 0,17% dan 0,07% ke Rp 14.270 per dolar AS.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan hanya terjadi di Brasil, Malaysia, Singapura, dan Thailan. Negara berkembang lain yaitu China, india, Filipina, Rusia, dan Afsel masih terkoreksi.
Di negara maju, penguatan dialami pasar bund Jerman, OAT Perancis, dan gilt Inggris. Penguatan di negara maju Eropa tersebut mencerminkan kondisi investor yang menghindari pasar ekuitas di negara tersebut dan justru masuk ke pasar obligasinya yang dinilai sebagai instrumen yang lebih aman.
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(tas) Next Article Samai Bursa Saham dan Rupiah, Harga SUN Ditutup Menguat
Penguatan tersebut melanjutkan gerak positif pasar obligasi kemarin, setelah sebelumnya mengalami koreksi beruntun selama 8 hari perdagangan.
Naiknya harga surat utang negara (SUN) itu tidak senada dengan koreksi yang terjadi di mayoritas pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Seri acuan yang paling menguat adalah FR0077 yang bertenor 5 tahun dengan penurunan yield 4,2 basis poin (bps) menjadi 7,45%. Besaran 100 bps setara dengan 1%. Tiga seri acuan lain juga kompak menguat di pasar.
Yield Obligasi Negara Acuan 13 Mar 2019 | |||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 12 Mar 2019 (%) | Yield 13 Mar 2019 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 12 Mar'19 |
FR0077 | 5 tahun | 7.493 | 7.451 | -4.20 | 7.4028 |
FR0078 | 10 tahun | 7.888 | 7.862 | -2.60 | 7.804 |
FR0068 | 15 tahun | 8.306 | 8.285 | -2.10 | 8.2246 |
FR0079 | 20 tahun | 8.36 | 8.354 | -0.60 | 8.3176 |
Avg movement | -2.38 |
Tadi pagi, pelaku pasar global memprediksi pasar SUN akan positif di tengah sentimen hijau terhadap ekspektasi aksi kebijakan moneter The Fed.
The Fed masih diprediksi akan menetapkan kembali suku bunga acuannya pada rapat The Fed pada 20 Maret nanti.
"Kenaikan ekspektasi pada kebijakan moneter The Fed membuat yield US Treasury 10 tahun turun 4 bps menjadi 2,6% tadi malam," ujar Ariawan, Head of Fixed Income Research PT BNI Sekuritas, dalam risetnya.
Dia menilai masih menariknya SUN rupiah dapat tercermin dari permintaan investor dalam lelang kemarin yaitu Rp 58,3 triliun.
Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 525 bps, menyempit dari posisi kemarin 528 bps. Yield US Treasury 10 tahun naik hingga 2,61% dari posisi kemarin 2,6%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada tenor 2 tahun-5 tahun. Kemarin, tenor 3 tahun-5 tahun masih menunjukkan inversi tetapi tampaknya memudar.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 13 Mar 2019 | |||||
Seri | Benchmark | Yield 12 Mar 2019 (%) | Yield 13 Mar 2019 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 2.46 | 2.451 | 3 bulan-5 tahun | 3.4 |
UST 2020 | 2 Tahun | 2.453 | 2.459 | 2 tahun-5 tahun | 4.2 |
UST 2021 | 3 Tahun | 2.413 | 2.416 | 3 tahun-5 tahun | -0.1 |
UST 2023 | 5 Tahun | 2.414 | 2.417 | 3 bulan-10 tahun | -16 |
UST 2028 | 10 Tahun | 2.605 | 2.611 | 2 tahun-10 tahun | -15.2 |
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 944,56 triliun SBN, atau 38,02% dari total beredar Rp 2.484 triliun berdasarkan data per 5 Maret.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 51,31 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Penguatan di pasar surat utang hari ini tidak seperti yang terjadi di pasar ekuitas dan pasar uang, yang masing-masingnya 0,17% dan 0,07% ke Rp 14.270 per dolar AS.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan hanya terjadi di Brasil, Malaysia, Singapura, dan Thailan. Negara berkembang lain yaitu China, india, Filipina, Rusia, dan Afsel masih terkoreksi.
Di negara maju, penguatan dialami pasar bund Jerman, OAT Perancis, dan gilt Inggris. Penguatan di negara maju Eropa tersebut mencerminkan kondisi investor yang menghindari pasar ekuitas di negara tersebut dan justru masuk ke pasar obligasinya yang dinilai sebagai instrumen yang lebih aman.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 12 Mar 2019 (%) | Yield 13 Mar 2019 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 8.895 | 8.815 | -8.00 |
China | 3.163 | 3.165 | 0.20 |
Jerman | 0.059 | 0.051 | -0.80 |
Perancis | 0.477 | 0.475 | -0.20 |
Inggris | 1.163 | 1.152 | -1.10 |
India | 7.511 | 7.513 | 0.20 |
Jepang | -0.033 | -0.042 | -0.90 |
Malaysia | 3.869 | 3.865 | -0.40 |
Filipina | 6.219 | 6.232 | 1.30 |
Rusia | 8.46 | 8.47 | 1.00 |
Singapura | 2.218 | 2.193 | -2.50 |
Thailand | 2.545 | 2.535 | -1.00 |
Amerika Serikat | 2.605 | 2.611 | 0.60 |
Afrika Selatan | 8.675 | 8.7 | 2.50 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(tas) Next Article Samai Bursa Saham dan Rupiah, Harga SUN Ditutup Menguat
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular