
Harga Obligasi Turun, Tertekan Ancaman Perang Dagang AS-Eropa
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
10 April 2019 12:08

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah turun tipis di sepanjang sesi awal perdagangan Rabu ini (10/4/2019) di tengah memanasnya hubungan Uni Eropa dan Amerika Serikat (AS) yang mulai menerapkan tarif impor atas produk kedua negara tersebut.
Turunnya harga surat utang negara (SUN) itu seiring dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 30 tahun.
Seri acuan yang paling melemah adalah FR0068 yang bertenor 15 tahun dengan kenaikan yield 3,3 basis poin (bps) menjadi 8,1%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Harga tiga seri acuan lain juga terkoreksi dengan besaran kenaikan yield yang lebih kecil.
Koreksi terjadi setelah pemerintah AS mengancam akan mengenakan tarif impor baru kepada barang-barang yang dikirim dari Uni Eropa karena mendapati adanya perlakuan istimewa terhadap produsen pesawat Airbus, yang juga menjadi pesaing utama dari pembuat burung terbang Boeing milik AS.
Sumber: Refinitiv
Sentimen negatif yang sedang mengemuka tersebut juga menekan permintaan investor dalam lelang kemarin.
Dalam lelang SUN konvensional kemarin, penawaran yang masuk hanya Rp 31,84 triliun yang disertai penerbitan Rp 15,72 triliun, dan menjadi penawaran dan penerbitan yang terendah sejak awal tahun ini.
Hasil lelang tersebut juga semakin menunjukkan adanya keengganan investor untuk aktif di pasar obligasi rupiah pemerintah menjelang pemilihan presiden dan legislatif pada Rabu pekan depan.
Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 517 bps, melebar dari posisi kemarin 513 bps.
Yield US Treasury 10 tahun turun hingga 2,48% dari posisi kemarin 2,52%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada tenor 3 bulan-5 tahun dan 2 tahun-5 tahun, yang masih lumrah sejak terjadi perang dagang Agustus 2018.
Inversi yang lebih diperhatikan pelaku pasar saat ini adalah 3 bulan-10 tahun, yang terjadi pada bulan lalu dan mencerminkan ekspektasi terhadap semakin dekatnya ancaman resesi AS.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Sumber: Refinitiv
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) pada 8 April 2019, menunjukkan investor asing menggenggam Rp 966,03 triliun SBN, atau 38,16% dari total beredar Rp 2.531 triliun.
Angka kepemilikannya masih positif atau bertambah Rp 72,78 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Koreksi juga terjadi di pasar ekuitas dan pasar valas, yang masing-masingnya turun 0,3% dan 0,19%.
Dari pasar surat utang negara berkembang, koreksi dialami Brasil, China, Malaysia, Filipina, dan Rusia.
Di negara maju, penguatan dialami pasar OAT Perancis, gilt Inggris, JGB Jepang, dan US Treasury AS, yang menunjukkan bahwa investor sedang memburu aset yang dianggap lebih aman di tengah ancaman perang dagang Eropa-AS.
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/tas) Next Article Rebound! Koreksi Pasar Obligasi 13 Hari Akhirnya Terhenti
Turunnya harga surat utang negara (SUN) itu seiring dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 30 tahun.
Seri acuan yang paling melemah adalah FR0068 yang bertenor 15 tahun dengan kenaikan yield 3,3 basis poin (bps) menjadi 8,1%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Harga tiga seri acuan lain juga terkoreksi dengan besaran kenaikan yield yang lebih kecil.
Koreksi terjadi setelah pemerintah AS mengancam akan mengenakan tarif impor baru kepada barang-barang yang dikirim dari Uni Eropa karena mendapati adanya perlakuan istimewa terhadap produsen pesawat Airbus, yang juga menjadi pesaing utama dari pembuat burung terbang Boeing milik AS.
Yield Obligasi Negara Acuan 10 Apr'19 | |||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 9 Apr'19 (%) | Yield 10 Apr'19 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 9 Apr'19 |
FR0077 | 5 tahun | 7.16 | 7.164 | 0.40 | 7.1025 |
FR0078 | 10 tahun | 7.656 | 7.665 | 0.90 | 7.6511 |
FR0068 | 15 tahun | 8.068 | 8.101 | 3.30 | 8.0501 |
FR0079 | 20 tahun | 8.195 | 8.222 | 2.70 | 8.1879 |
Avg movement | 1.82 |
Sentimen negatif yang sedang mengemuka tersebut juga menekan permintaan investor dalam lelang kemarin.
Dalam lelang SUN konvensional kemarin, penawaran yang masuk hanya Rp 31,84 triliun yang disertai penerbitan Rp 15,72 triliun, dan menjadi penawaran dan penerbitan yang terendah sejak awal tahun ini.
Hasil lelang tersebut juga semakin menunjukkan adanya keengganan investor untuk aktif di pasar obligasi rupiah pemerintah menjelang pemilihan presiden dan legislatif pada Rabu pekan depan.
Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 517 bps, melebar dari posisi kemarin 513 bps.
Yield US Treasury 10 tahun turun hingga 2,48% dari posisi kemarin 2,52%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada tenor 3 bulan-5 tahun dan 2 tahun-5 tahun, yang masih lumrah sejak terjadi perang dagang Agustus 2018.
Inversi yang lebih diperhatikan pelaku pasar saat ini adalah 3 bulan-10 tahun, yang terjadi pada bulan lalu dan mencerminkan ekspektasi terhadap semakin dekatnya ancaman resesi AS.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 10 Apr 2019 | |||||
Seri | Benchmark | Yield 9 Apr'19 (%) | Yield 10 Apr'19 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 2.429 | 2.43 | 3 bulan-5 tahun | 14 |
UST 2020 | 2 Tahun | 2.344 | 2.333 | 2 tahun-5 tahun | 4.3 |
UST 2021 | 3 Tahun | 2.302 | 2.288 | 3 tahun-5 tahun | -0.2 |
UST 2023 | 5 Tahun | 2.304 | 2.29 | 3 bulan-10 tahun | -5.6 |
UST 2028 | 10 Tahun | 2.499 | 2.486 | 2 tahun-10 tahun | -15.3 |
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) pada 8 April 2019, menunjukkan investor asing menggenggam Rp 966,03 triliun SBN, atau 38,16% dari total beredar Rp 2.531 triliun.
Angka kepemilikannya masih positif atau bertambah Rp 72,78 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Koreksi juga terjadi di pasar ekuitas dan pasar valas, yang masing-masingnya turun 0,3% dan 0,19%.
Dari pasar surat utang negara berkembang, koreksi dialami Brasil, China, Malaysia, Filipina, dan Rusia.
Di negara maju, penguatan dialami pasar OAT Perancis, gilt Inggris, JGB Jepang, dan US Treasury AS, yang menunjukkan bahwa investor sedang memburu aset yang dianggap lebih aman di tengah ancaman perang dagang Eropa-AS.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 9 Apr'19 (%) | Yield 10 Apr'19 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 8.99 | 8.99 | 0.00 |
China | 3.292 | 3.33 | 3.80 |
Jerman | -0.005 | -0.004 | 0.10 |
Perancis | 0.345 | 0.343 | -0.20 |
Inggris | 1.104 | 1.103 | -0.10 |
India | 7.374 | 7.365 | -0.90 |
Jepang | -0.044 | -0.054 | -1.00 |
Malaysia | 3.791 | 3.791 | 0.00 |
Filipina | 6.037 | 6.037 | 0.00 |
Rusia | 8.34 | 8.34 | 0.00 |
Singapura | 2.083 | 2.064 | -1.90 |
Thailand | 2.465 | 2.46 | -0.50 |
Amerika Serikat | 2.499 | 2.488 | -1.10 |
Afrika Selatan | 8.515 | 8.495 | -2.00 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/tas) Next Article Rebound! Koreksi Pasar Obligasi 13 Hari Akhirnya Terhenti
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular