
Di New York, Sri Mulyani Pamer RI Negara Paling Berdaya Tahan
Iswari Anggit Pramesti, CNBC Indonesia
10 April 2019 11:51

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bertemu dengan 150 mahasiswa Indonesia di Columbia University, New York, AS.
Dalam pertemuan tersebut, Sri Mulyani membahas kondisi terkini perekonomian Indonesia, outlook ekonomi, dan bagaimana pemerintah menyikapi berbagai perkembangan.
"Dalam beberapa tahun terakhir kondisi ekonomi kita sudah jauh lebih baik, dan lebih berdaya tahan dari tahun 2013 (saat terjadi taper tantrum)," kata Sri Mulyani.
"Dibandingkan empat fragile country lain, Indonesia menjadi salah satu yang paling berdaya tahan di dunia," imbuhnya seperti dikutip dalam siaran pers, Rabu (10/4/2019).
Meskipun perekonomian semakin membaik, Sri Mulyani menyampaikan persentase penghasilan ditabung masih tergolong rendah. Misalnya dibandingkan China.
"Saving rate di Indonesia masih sekitar 30-33%. Kondisi ini masih di bawah sejumlah negara besar seperti China, meskipun lebih baik dibandingkan dengan negara- negara di Amerika latin," tuturnya.
Lebih jauh, Petinggi Bank Dunia ini mengatakan tantangan rendahnya saving rate di Indonesia karena tidak dialokasikan ke financial assets, tapi di physical asset seperti tanah, sehingga lebih sulit untuk dimanfaatkan bagi pendanaan investasi seperti infrastruktur.
"Padahal creative financing dengan pendanaan bukan hanya dari APBN sangatlah penting. Dalam rangka meningkatkan GDP growth dalam jangka panjang, Indonesia perlu meningkatkan kebijakan industrialisasi dan sektor jasa."
(dru) Next Article Bangga! Sri Mulyani Bawa Pulang Penghargaan Internasional
Dalam pertemuan tersebut, Sri Mulyani membahas kondisi terkini perekonomian Indonesia, outlook ekonomi, dan bagaimana pemerintah menyikapi berbagai perkembangan.
"Dalam beberapa tahun terakhir kondisi ekonomi kita sudah jauh lebih baik, dan lebih berdaya tahan dari tahun 2013 (saat terjadi taper tantrum)," kata Sri Mulyani.
![]() |
Meskipun perekonomian semakin membaik, Sri Mulyani menyampaikan persentase penghasilan ditabung masih tergolong rendah. Misalnya dibandingkan China.
"Saving rate di Indonesia masih sekitar 30-33%. Kondisi ini masih di bawah sejumlah negara besar seperti China, meskipun lebih baik dibandingkan dengan negara- negara di Amerika latin," tuturnya.
Lebih jauh, Petinggi Bank Dunia ini mengatakan tantangan rendahnya saving rate di Indonesia karena tidak dialokasikan ke financial assets, tapi di physical asset seperti tanah, sehingga lebih sulit untuk dimanfaatkan bagi pendanaan investasi seperti infrastruktur.
"Padahal creative financing dengan pendanaan bukan hanya dari APBN sangatlah penting. Dalam rangka meningkatkan GDP growth dalam jangka panjang, Indonesia perlu meningkatkan kebijakan industrialisasi dan sektor jasa."
(dru) Next Article Bangga! Sri Mulyani Bawa Pulang Penghargaan Internasional
Most Popular