Turki Jatuh ke Resesi Teknikal, Maksudnya Apa?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
11 March 2019 19:00
Turki Jatuh ke Resesi Teknikal, Maksudnya Apa?
Ilustrasi Lira Turki (REUTERS/Murad Sezer)
Jakarta, CNBC Indonesia - Turki resmi mengalami resesi teknikal, karena mengalami dua kali kontraksi ekonomi secara kuartalan berturut-turut. Di 2018 memang benar-benar tidak bersahabat buat Negeri Kebab. 

Pada kuartal IV-2018, ekonomi Turki mengalami kontraksi alias negatif 2,4% secara quarter-to-quarter (QtQ). Ini melanjutkan kontraksi pada kuartal sebelumnya, yaitu minus 1,1%. 

Turki memang belum mengalami resesi yang sebenarnya, karena belum mengalami kontraksi selama dua kuartal beruntun secara tahunan (year-on-year) pada tahun yang sama. Pada kuartal IV-2018, ekonomi Turki memang terkontraksi 3,15% YoY tetapi selamat dari resesi karena pada kuartal sebelumnya masih membukukan pertumbuhan 1,66% YoY. Angka kuartal IV-2018 merupakan yang terlemah sejak kuartal II-2009. 

Sementara untuk keseluruhan 2018, pertumbuhan ekonomi Turki tercatat 2,65%. Jauh melambat dibandingkan 2017 yang mampu tumbuh 7,47%. Pencapaian 2018 merupakan yang terlemah sejak 2009. 



Tahun lalu memang sangat berat buat Turki. Negeri Kemal Ataturk menjadi sorotan kala mata uang lira terdepresiasi habis-habisan. 


Sepanjang 2018, lira melemah 39,7%. Pelemahan lira menjadi salah satu yang terparah di antara mata uang negara-negara lain di dunia. 




(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Depresiasi kurs yang gila-gilaan itu membuat inflasi Turki meroket. Pada 2018, inflasi Turki mencapai 20%, tertinggi sejak 2003. 



Turki bukan negara maju seperti Jepang, Jerman, atau Prancis yang mencari inflasi. Bagi negara berkembang seperti Turki (bisa juga diterapkan untuk kasus Indonesia), inflasi tinggi adalah khittah yang tak terpisahkan seiring perekonomian yang masih mencari bentuk menuju kondisi ideal.  

Oleh karena itu, inflasi yang rendah dan stabil adalah dambaan bagi Turki dan negara-negara berkembang lainnya. Inflasi tinggi menandakan daya beli yang tercekik karena harga naik gila-gilaan. 

Pada kuartal IV-2018, konsumsi rumah tangga di Turki mengalami kontraksi dalam yang mencapai 8,9% YoY. Jauh memburuk dibandingkan kuartal sebelumnya yang masih tumbuh tipis 0,8% YoY. 

Sepanjang 2018, konsumsi rumah tangga hanya mampu tumbuh 1,1%. Juga jauh melambat dibandingkan 2017 yang bisa tumbuh 6,1%. Konsumsi rumah tangga menyumbang 57,6% sehingga ketika pos ini bermasalah maka Produk Domestik Bruto (PDB) secara keseluruhan akan kena getahnya.


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Setelah nelangsa pada 2019, bagaimana proyeksi ekonomi Turki pada 2019?

Berat Albayrak, Menteri Keuangan Turki, menegaskan badai telah berlalu. Ke depan, diharapkan sudah tidak ada lagi onak dan duri dalam perekonomian Turki.

"Kontraksi ekonomi 3% kuartal lalu sudah diperkirakan, sesuai dengan ekspektasi pasar. Ekonomi yang memburuk sudah di belakang kita. Ekspektasi negatif sudah tidak ada dalam hal pertumbuhan ekonomi," tegas Albayrak dalam cuitan di Twitter.



Untuk 2019, pemerintah Turki menargetkan ekonomi tumbuh 2,3%. Sejauh ini, Albayrak menilai Turki sudah memulai tahun dengan baik sehingga target tersebut realistis untuk dicapai.

Namun sejumlah lembaga multilateral masih pesimistis terhadap masa depan Turki. Bank Dunia memperkirakan ekonomi Turki tahun ini tumbuh 1,6% tahun ini, sementara Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) lebih 'sadis' lagi karena memperkirakan Turki mengalami kontraksi minus 0,4%.

"Kami memperkirakan ekonomi Turki mengalami kontraksi pada 2019, karena anjloknya permintaan domestik pada 2018 butuh waktu untuk bisa bangkit sementara ekspor baru pulih sebagian. Perbaikan secara gradual akan membuat ekonomi Turki bisa kembali positif pada 2020," sebut laporan OECD.

Jadi, mau ke mana Turki? 


TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular