Internasional

JPMorgan: Turki dalam Badai Ekonomi yang Sempurna

Roy Franedya, CNBC Indonesia
13 August 2018 15:23
JPMorgan: Turki dalam Badai Ekonomi yang Sempurna
Foto: REUTERS/Murad Sezer
Jakarta, CNBC Indonesia - Kejatuhan mata uang lira telah memicu kekhawatiran akan ambruknya ekonomi Turki yang menjalar ke pasar negara berkembang lainnya dan sistem perbankan di Eropa.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyalahkan kejatuhan nilai lira ini sebagai "operasi melawan Turki" dan menepis anggapan bahwa ekonomi negara itu sedang menghadapi masalah.

[Gambas:Video CNBC]
Namun, ahli strategi dari JPMorgan Asset Management mengatakan Turki sedang berada "di tengah-tengah badai yang sempurna" kondisi keuangan yang memburuk, sentimen investor yang goyah, manajemen ekonomi yang tidak memadai, dan ancaman tarif dari AS.

"Aset Turki berada di bawah tekanan berat," tulis ahli strategi dalam catatan hari Jumat, dilansir dari CNBC International hari Senin (13/8/2018).

"Sementara Turki hanya bagian kecil dari ekonomi global dan pasar keuangan, investor khawatir tentang masalah di Turki yang menyebabkan kerusakan di pasar lain di seluruh dunia, terutama Eropa."

Dalam jangka pendek, Washington telah memicu penurunan lebih dalam mata uang Turki: lira merosot 20% terhadap dolar pada hari Jumat setelah Presiden Donald Trump mengatakan dia menyetujui melipatgandakan tarif logam di Ankara.
Turki dalam beberapa tahun terakhir menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan tercepat di dunia, bahkan mengungguli raksasa ekonomi China dan India tahun lalu. Pada kuartal II-2018, ekonomi Turki tumbuh 7,22%.

Ekspansi itu, didorong oleh utang mata uang asing, kata analis. Pada saat bank-bank sentral di seluruh dunia memompa uang untuk menstimulasi ekonomi mereka setelah krisis keuangan global, bank dan perusahaan Turki meraup utang dalam dolar AS, kata mereka.

Pinjaman itu, yang mendorong konsumsi dan belanja, mengakibatkan Turki mengalami defisit baik dalam neraca fiskal dan transaksi berjalan. Transaksi fiskal terjadi ketika pengeluaran pemerintah melebihi pendapatan, sementara desifit transaksi berjalan berarti suatu negara membeli lebih banyak barang dan jasa daripada yang dijualnya.

Utang dalam mata uang asing saat ini mencapai lebih dari 50% dari produk domestik bruto (PDB) Turki, menurut perkiraan oleh Dana Moneter Internasional. Turki bukan satu-satunya ekonomi dengan defisit "kembar" dan tingginya jumlah utang mata uang asing. Indonesia, misalnya, juga menjalankan defisit neraca fiskal dan berjalan lancar dan pinjaman mata uang asingnya sekitar 30% dari PDB.

Tetapi tidak seperti Indonesia, Turki tidak memiliki cadangan devisa cukup besar untuk menyelamatkan ekonomi ketika ada yang salah, kata Richard Briggs, seorang analis dari firma riset CreditSights.

Menurut Briggs, cadangan devisa Turki sangat rendah dibandingkan dengan utang jangka pendek yang sudah mencapai US$181 miliar. Selain itu, banyak mata uang asing di Turki dipegang oleh bank, dan dana tersebut dapat ditarik oleh nasabah, tambahnya.

Itu berarti ketika lira jatuh, Turki tidak dapat mencegah keluarnya dana dari perbankan. Jika situasi itu memburuk, negara harus mencari cara lain untuk membiayai utangnya, termasuk kemungkinan mendapatkan dana talangan dari Dana Moneter Internasional (IMF).


Salah urus ekonomi

Bagi banyak analis, Turki tidak akan mengalami kesulitan saat ini jika bank sentralnya dibiarkan melakukan pekerjaannya.

Ekonomi Turki telah "overheating" dengan inflasi - mencapai 16% pada Juli - jauh melebihi target bank sentral sebesar 5%. Menaikkan suku bunga bisa membantu membendung kenaikan besar-besaran harga barang konsumen: Tingkat imbal hasil yang lebih tinggi cenderung menarik bagi investor asing dan mempertahankan dana dalam negeri.

Namun Erdogan mengatakan dia mendukung suku bunga yang lebih rendah untuk terus mendorong pertumbuhan. Pernyataan ini merusak kepercayaan investor, kata para ahli.

"Presiden Erdogan terus memprioritaskan pertumbuhan dan menurunkan suku bunga yang akan memperpanjang krisis, daripada menyeimbangkan ekonomi," tulis Briggs.
Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular