
Sabar, 3 Tahun Lagi Pertumbuhan Ekonomi RI Bisa Salip China!
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
11 March 2019 15:26

Jakarta, CNBC Indonesia - Pertumbuhan ekonomi Indonesia diramal stabil di kisaran 5% setidaknya sampai 2025. Meski begitu, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan sudah bisa melampaui China pada 2022.
Berdasarkan proyeksi Oxford Economics yang dikutip dari Refinitiv, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada di kisaran 5% hingga 2025. Selepas itu, pertumbuhan ekonomi nasional mulai melambat di level 4% mulai 2026-2036 dan di level 3% hingga 2060.
Ekonomi Indonesia boleh masih berada di 5% sampai 2015. Namun itu sudah menjadi pencapaian yang bagus karena negara sekelas China pun diperkirakan bakal sulit menjaga laju pertumbuhan ekonominya.
Bahkan Oxford Economics memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa menyalip China pada 2022. Tidak lama lagi, tinggal 3 tahun. Sabar saja...
Namun pembalikan posisi tersebut sebenarnya bukan karena pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terakselerasi. Lihat saja, ekonomi Indonesia bisa dibilang stagnan.
Pembalikan itu lebih karena ekonomi China yang terus melambat, tren yang terjadi sejak 2011. Kali terakhir China mencatatkan pertumbuhan ekonomi dua digit adalah pada 2010 yaitu 10,7%. Selepas itu, ekonomi Negeri Tirai Bambu terus melambat.
Tahun ini, pemerintah China menargetkan pertumbuhan ekonomi di kisaran 6-6,5%. Melambat dibandingkan realisasi 2018 yaitu 6,6%. Padahal pertumbuhan ekonomi 6,6% sudah yang paling lemah sejak 1990.
Setelah tumbuh tinggi sejak awal dekade 2000-an, China memang sedang melalui proses normalisasi. Aktivitas ekonomi boleh dibilang mencapai puncaknya pada 2007, di mana kala itu ekonomi Negeri Panda tumbuh 14,25%.
Setelah itu, masuklah masa jenuh. Konsumsi rumah tangga mulai sulit didorong lebih tinggi, ekspansi korporasi mencapai batas maksimal, ekspor pun seakan mulai mentok.
Belum ada ada terpaan faktor eksternal seperti krisis keuangan global 2008-2009 hingga yang terbaru yaitu perang dagang dengan AS. Saat Negeri Paman Sam mempersulit importasi produk made in China, maka ekspor akan terpukul signifikan karena AS adalah negara tujuan ekspor utama buat China.
Ketika ekspor terpukul, aktivitas dunia usaha meredup sehingga investasi sulit tumbuh. Saat dunia usaha melambat, dampaknya adalah lapangan kerja menjadi berkurang sehingga mempengaruhi konsumsi masyarakat.
Indonesia memang diperkirakan mampu menyalip laju pertumbuhan ekonomi China pada 2022. Namun itu sepertinya bukan pertarungan yang seimbang. Ibarat mobil, Indonesia stabil di gigi 4 sementara China terus memperlambat laju hingga ke gigi 1 atau 2.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Berdasarkan proyeksi Oxford Economics yang dikutip dari Refinitiv, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada di kisaran 5% hingga 2025. Selepas itu, pertumbuhan ekonomi nasional mulai melambat di level 4% mulai 2026-2036 dan di level 3% hingga 2060.
Ekonomi Indonesia boleh masih berada di 5% sampai 2015. Namun itu sudah menjadi pencapaian yang bagus karena negara sekelas China pun diperkirakan bakal sulit menjaga laju pertumbuhan ekonominya.
Namun pembalikan posisi tersebut sebenarnya bukan karena pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terakselerasi. Lihat saja, ekonomi Indonesia bisa dibilang stagnan.
Pembalikan itu lebih karena ekonomi China yang terus melambat, tren yang terjadi sejak 2011. Kali terakhir China mencatatkan pertumbuhan ekonomi dua digit adalah pada 2010 yaitu 10,7%. Selepas itu, ekonomi Negeri Tirai Bambu terus melambat.
Tahun ini, pemerintah China menargetkan pertumbuhan ekonomi di kisaran 6-6,5%. Melambat dibandingkan realisasi 2018 yaitu 6,6%. Padahal pertumbuhan ekonomi 6,6% sudah yang paling lemah sejak 1990.
Setelah tumbuh tinggi sejak awal dekade 2000-an, China memang sedang melalui proses normalisasi. Aktivitas ekonomi boleh dibilang mencapai puncaknya pada 2007, di mana kala itu ekonomi Negeri Panda tumbuh 14,25%.
Setelah itu, masuklah masa jenuh. Konsumsi rumah tangga mulai sulit didorong lebih tinggi, ekspansi korporasi mencapai batas maksimal, ekspor pun seakan mulai mentok.
Belum ada ada terpaan faktor eksternal seperti krisis keuangan global 2008-2009 hingga yang terbaru yaitu perang dagang dengan AS. Saat Negeri Paman Sam mempersulit importasi produk made in China, maka ekspor akan terpukul signifikan karena AS adalah negara tujuan ekspor utama buat China.
Ketika ekspor terpukul, aktivitas dunia usaha meredup sehingga investasi sulit tumbuh. Saat dunia usaha melambat, dampaknya adalah lapangan kerja menjadi berkurang sehingga mempengaruhi konsumsi masyarakat.
Indonesia memang diperkirakan mampu menyalip laju pertumbuhan ekonomi China pada 2022. Namun itu sepertinya bukan pertarungan yang seimbang. Ibarat mobil, Indonesia stabil di gigi 4 sementara China terus memperlambat laju hingga ke gigi 1 atau 2.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular