Duh, Harga CPO Kembali Menukik Tajam, Ada Apa?

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
04 March 2019 16:38
Duh, Harga CPO Kembali Menukik Tajam, Ada Apa?
Foto: ist
Jakarta, CNBC IndonesiaHarga minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) pada perdagangan hari ini (4/3/2019) kembali terjerumus di zona merah,

Hingga pukul 16:15 WIB, harga CPO kontrak Mei di Bursa Malaysia Derivatives Exchange melemah 1,51% ke posisi MYR 2.156/ton (US$ 528,96/ton), setelah ditutup naik hingga 3,21% pada perdagangan akhir pekan lalu (1/3/2019).

Selama sepekan, harga CPO masih terkoreksi 1,36% secara point-to-point. Sedangkan sejak awal tahun, harga komoditas agrikultur andalan Indonesia dan Malaysia ini masih tercatat naik 2,92%.



Reuters mengabarkan bahwa pelaku industri memperkirakan adanya kontraksi dari segi permintaan di pasar minyak sawit global sepanjang 2019-2020, sebagai dampak adanya kenaikan produksi domestik di India. Selain itu berkurangnya permintaan dari Eropa dan China juga akan turut membuat keseimbangan fundamental di pasar menjadi timpang.

"secara umum, ketersediaan minyak minyak masak di India akan lebih tinggi, dan akan mengurangi ketergantungan kami terhadap minyak impor," kata Athul Chaturvedi, Direktur Adani Wilmar Ltd, salah satu perusahaan minyak nabati terbesar di India. "impor minyak masak India akan berada pada level yang mirip dengan tahun lalu [2018]."

Berdasarkan keterangan dari B.V. Mehta, Direktur Eksekutif Solvent Extractors Association of India yang dilansir dari Reuters, produksi rapeseed akan menyentuh rekor 8 juta ton pada tahun ini. Akibatnya, ketersediaan minyak rapeseed domestik India akan meningkat lebih dari 1,5 juta ton yang akan menyerap lebih banyak permintaan dari dalam negeri.

Seperti yang diketahui, rapeseed merupakan biji bunga yang dapat diolah menjadi minyak masak, dan dapat menggantikan minyak sawit.

Dari sisi lain, permintaan dari Eropa akan berkurang karena pengaruh dari kampanye negatif atas minyak sawit yang dikaitkan dengan deforestasi.

"Negara-negara Eropa bisa memperketat impor minyak sawit," kata pialang di Kuala Lumpur yang biasa memasok minyak sawit ke Eropa, mengutip Reuters. "importir tampaknya akan enggan untuk mengambil risiko."

Memang sejak tahun lalu kampanye negatif terhadap produk-produk sawit marak berkembang di Eropa. Salah satu alasan yang paling sering diungkapkan adalah besarnya lahan hutan yang disulap menjadi perkebunan di Indonesia dan Malaysia.

Terlebih karena sifat hutan hujan di daerah tropis yang memiliki porsi sumbangan oksigen yang lebih besar kepada dunia ketimbang hutan-hutan di daerah sub-tropis.

Selain itu, negara-negara Eropa juga membeli lebih banyak kedelai pada tahun lalu, karena harga kedelai yang tertekan akibat perang dagang Amerika Serikat-China. Maklum, saling lempar tarif antara kedua negara menyebabkan pembelian kedelai asal AS oleh China merosot cukup tajam. Alhasil pasokan menjadi berlimpah.

Tak ayal, berdasarkan survei yang dilakukan surveyor kargo, ekspor minyak sawit Malaysia ke Uni Eropa turun menjadi 264.005 ton pada Februari. Padahal di Januari jumlahnya bisa mencapai 405.867 ton.

Di China, pembelian minyak sawit Malaysia turun sebesar 98.635 ton pada bulan Februari secara bulanan (MtM). Perkembangan yang positif dari perundingan dagang AS-China membuat Negeri Panda mengimpor lebih banyak kedelai asal AS, dan menggantikan kebutuhan minyak sawit.

(Berlanjut ke Halaman Berikutnya)

Simak video tentang produksi sawit Indonesia di bawah ini:


[Gambas:Video CNBC]


Namun demikian, optimisme juga datang dari analis industri sawit Thomas Mielke yang berbicara dalam seminar outlook di Kuala Lumpur hari ini. Menurut Mielke, harga minyak sawit dinilai terlalu rendah pada akhir Februari, dan memprediksi masih akan terus naik.

Editor surat kabar Oil World tersebut mengatakan bahwa produksi biodiesel di seluruh dunia diperkirakan mencapai 18,3 juta ton pada tahun 2019, dan akan menyerap pasokan minyak sawit di pasar global.


Sebagai akibat dari program pemerintah, produksi biodisel Indonesia akan sebesar 7,5 juta ton, sedangkan Malaysia sebesar 1,5 juta ton. Hal ini memang tidak terlepas dari program B20 dari pemerintah Indonesia yang bisa mengerek konsumsi minyak sawit.

Sebagai informasi, program B20 membuat 20% campuran biodisel terdiri dari FAmE yang diolah dari minyak sawit.

Berbeda dengan pendapat Chaturvedi sebelumnya, kepala eksekutif Emami Agrotech, Sudhakar Desai memprediksi India akan meningkatkan impor minyak sawit menjadi 15,76 juta ton sepanjang periode September 2018-Oktober 2019. Sebagai informasi, pada periode yang sama tahun sebelumnya, jumlah impor dari india mencapai 15 juta ton.

Selain itu harga minyak kedelai di pasar Chicago yang naik pada hari ini juga memberi energi positif bagi CPO. Pasalnya, minyak kedelai merupakan produk substitusi dari minyak sawit yang saling berkompetisi di pasar minyak nabati dunia.

Meki demikian, tampaknya sentimen negatif masih memimpin pergerakan harga CPO hari ini. Akibatnya, harga CPO amblas lebih dari 1% hari ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA




(taa/roy) Next Article Bursa Malaysia Libur, Bagaimana Prospek Harga CPO Ke Depan?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular