Kata BI, Prospek Rupiah Dalam Jangka Panjang Cerah

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
21 February 2019 11:43
Bank sentral melihat tak ada alasan bagi mata uang Paman Sam menguat.
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) tak memungkiri pergerakan dolar Amerika Serikat (AS) yang menguat pada hari ini, Kamis (21/2/2019), lebih karena disebabkan ketidakpastian Brexit.

Bank sentral melihat, tak ada alasan bagi mata uang Paman Sam menguat, apalagi jika melihat notulen rapat Federal Open Market Committe (FOMC) edisi Januari 2019.

"Dengan rilis meeting FOMC tadi malam, harusnya membuat dolar AS tidak menguat," kata Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah kepada CNBC Indonesia, Kamis (21/2/2019).

"Kemungkinan Fitch akan men-downgrade rating UK akibat ketidakpastian Brexit [menjadi pemicu penguatan dolar AS]," jelas Nanang.



Pelaku pasar memang mencari tempat perlindungan karena perkembangan di Inggris. Fitch Rating, lembaga pemeringkat internasional memberikan status Rating Watch Negative (RNW) kepada obligasi pemerintah Inggris.

RNW ibarat seperti peringatan sebelum suatu lembaga pemeringkat benar-benar menurunkan peringkat utang obligasi suatu negara atau perusahaan jika tidak ada perbaikan. Ini menjadi salah satu sentimen yang memicu penguatan dolar AS secara global, termasuk rupiah. Namun, hal tersebut hanya bersifat kejutan dari sisi eksternal.

Kata BI, Prospek Rupiah Dalam Jangka Panjang CerahFoto: Infografis/Faktor Utama yang Buat Rupiah Keok Lawan Dolar/Arie Pratama, CNBC Indonesia


Menurut Nanang, dengan hasil notulen Fed semalam, peluang rupiah untuk menguat terbuka lebar dalam jangka panjang. Dalam jangka pendek, BI memang tak memungkiri pergerakan dolar jauh lebih fleksibel.

"Dampak FOMC jangan dilihat responsnya minute by minute atau jam. Tapi lebih ke perspektif yang lebih panjang," tegas Nanang.

"Sikap dari the Fed yang tercermin dari hasil notulen direspons dengan turunnya yield obligasi pemerintah AS 10 tahun menjadi 2,64%, dan diperkirakan akan berlanjut turun," kata Nanang.



Dengan begitu, maka selisih dengan yield SBN 10 tahun yang saat ini di 7,90% akan melebar di atas 840 bps. Ini tentu akan mendorong berlanjutnya arus modal portofolio global masuk ke Indonesia.

Apalagi, sambung Nanang, inflasi yang terjaga mengindikasikan kestabilan harga yang sekaligus meningkatkan keyakinan investor global terhadap prospek ekonomi Indonesia.

Terbukti saat ini, arus modal portofolio global yang masuk ke pasar obligasi Indonesia selama year to date per 18 Februari 2019 mencapai Rp 38,4 triliun, sementara di pasar saham Rp 13,3 triliun.

Sebagai informasi, pada Kamis 11:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.405. Rupiah melemah 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. Depresiasi rupiah, pun kian menipis.

Simak video terkait posisi cadangan devisa di bawah ini.

[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Akankah Rupiah Menguat Sepanjang Pekan ini? Simak Jawaban BI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular