
Internasional
Meski Lolos dari Resesi, Jepang Masih Dihadang Awan Gelap
Wangi Sinintya Mangkuto, CNBC Indonesia
14 February 2019 13:02

Tokyo, CNBC Indonesia - Ekonomi Jepang berhasil tumbuh pada kuartal keempat tahun lalu karena pengeluaran bisnis dan konsumen pulih dari bencana alam. Namun, proteksionisme perdagangan global tetap menjadi risiko bagi negara tersebut.
Pertumbuhan ekonomi yang disetahunkan mencapai 1,4% pada periode Oktober-Desember, sesuai dengan estimasi median dalam jajak pendapat Reuters. Sebelumnya, Jepang mengalami kontraksi yang disetahunkan sebesar 2,6% pada Juli-September karena banjir dan gempa bumi menghentikan produksi industri untuk sementara.
Resesi adalah penurunan aktivitas ekonomi yang sangat signifikan yang berlangsung selama lebih dari beberapa bulan. Sebuah perekonomian bisa dikatakan mengalami resesi jika pertumbuhan ekonominya negatif selama dua kuartal berturut-turut.
Data juga menunjukkan ekspor riil naik 0,9% pada periode Oktober-Desember dibandingkan kuartal sebelumnya, yang merupakan kenaikan tercepat dalam setahun.
Terlepas dari peningkatan pengiriman, beberapa ekonom tetap khawatir bahwa ekspor akan melemah tahun ini jika Amerika Serikat (AS) dan China tidak menyelesaikan sengketa perdagangan mereka.
"Angka-angka telah rebound, tetapi Jepang masih merupakan ekonomi yang kehilangan momentum," kata Hiroshi Miyazaki, ekonom senior di Mitsubishi UFJ Morgan Stanley Securities, dilansir dari Reuters, Kamis (14/2/2019).
"Semakin lama gesekan perdagangan, semakin besar alasan bagi perusahaan Jepang untuk menghentikan belanja modal. Gesekan perdagangan berarti ekspor yang lebih lemah. Pertumbuhan keseluruhan Jepang tahun ini tidak akan secepat tahun lalu atau tahun sebelumnya."
Data Kantor Kabinet menunjukkan produk domestik bruto (PDB) naik 0,3% dibandingkan kuartal sebelumnya, sedikit lebih rendah dari estimasi median 0,4%, setelah terkontraksi 0,7% pada Juli-September.
Di September, sebuah gempa bumi besar memicu pemadaman listrik di pulau Hokkaido utara, yang terjadi setelah topan parah yang merusak bandara dan infrastruktur transportasi di Jepang bagian barat.
Bisnis dengan cepat pulih setelah bencana ini.
Belanja modal adalah pendorong pertumbuhan terbesar pada Oktober-Desember, naik 2,4% dibandingkan kontraksi 2,7% di kuartal sebelumnya.
Konsumsi swasta, yang menyumbang sekitar 60% dari PDB, adalah pendorong pertumbuhan terbesar kedua. Konsumsi naik 0,6% pada Oktober-Desember setelah turun 0,2% pada kuartal sebelumnya.
Meskipun ada peningkatan ekspor, beberapa ekonom tetap berhati-hati tentang prospek permintaan luar negeri.
Perang dagang antara Amerika Serikat dan China, dua ekonomi terbesar di dunia, merupakan risiko besar bagi ekspor suku cadang mobil, elektronik, dan mesin-mesin Jepang ke China, yang digunakan membuat barang jadi yang diperuntukkan bagi Amerika Serikat dan pasar lainnya.
"Kami memperkirakan ekspor pada Januari-Maret akan memburuk karena pengiriman produk terkait IT ke negara-negara Asia, terutama ke China, kemungkinan akan turun karena dampak buruk dari konflik perdagangan yang muncul," kata Hiroaki Muto, kepala ekonom di Tokai Tokyo Research Institute.
"Ekonomi pada Januari-Maret diperkirakan akan tumbuh, tetapi perlambatan ekonomi global dan kenaikan pajak penjualan yang direncanakan akan merugikan."
Risiko lain adalah rencana pemerintah Jepang menaikkan pajak penjualan nasional menjadi 10% dari 8% pada Oktober.
Pemerintah membutuhkan pendapatan pajak tambahan untuk membayar biaya kesejahteraan yang meningkat, tetapi beberapa pembuat kebijakan dan ekonom khawatir kenaikan pajak akan menekan belanja konsumen dan melemahkan sentimen.
Saksikan video mengenai pertumbuhan investasi Indonesia berikut ini.
[Gambas:Video CNBC]
(prm) Next Article Dilanda Bencana, Perekonomian Jepang Menyusut 0,3%
Pertumbuhan ekonomi yang disetahunkan mencapai 1,4% pada periode Oktober-Desember, sesuai dengan estimasi median dalam jajak pendapat Reuters. Sebelumnya, Jepang mengalami kontraksi yang disetahunkan sebesar 2,6% pada Juli-September karena banjir dan gempa bumi menghentikan produksi industri untuk sementara.
Resesi adalah penurunan aktivitas ekonomi yang sangat signifikan yang berlangsung selama lebih dari beberapa bulan. Sebuah perekonomian bisa dikatakan mengalami resesi jika pertumbuhan ekonominya negatif selama dua kuartal berturut-turut.
Terlepas dari peningkatan pengiriman, beberapa ekonom tetap khawatir bahwa ekspor akan melemah tahun ini jika Amerika Serikat (AS) dan China tidak menyelesaikan sengketa perdagangan mereka.
"Angka-angka telah rebound, tetapi Jepang masih merupakan ekonomi yang kehilangan momentum," kata Hiroshi Miyazaki, ekonom senior di Mitsubishi UFJ Morgan Stanley Securities, dilansir dari Reuters, Kamis (14/2/2019).
"Semakin lama gesekan perdagangan, semakin besar alasan bagi perusahaan Jepang untuk menghentikan belanja modal. Gesekan perdagangan berarti ekspor yang lebih lemah. Pertumbuhan keseluruhan Jepang tahun ini tidak akan secepat tahun lalu atau tahun sebelumnya."
Data Kantor Kabinet menunjukkan produk domestik bruto (PDB) naik 0,3% dibandingkan kuartal sebelumnya, sedikit lebih rendah dari estimasi median 0,4%, setelah terkontraksi 0,7% pada Juli-September.
Di September, sebuah gempa bumi besar memicu pemadaman listrik di pulau Hokkaido utara, yang terjadi setelah topan parah yang merusak bandara dan infrastruktur transportasi di Jepang bagian barat.
Bisnis dengan cepat pulih setelah bencana ini.
![]() |
Belanja modal adalah pendorong pertumbuhan terbesar pada Oktober-Desember, naik 2,4% dibandingkan kontraksi 2,7% di kuartal sebelumnya.
Konsumsi swasta, yang menyumbang sekitar 60% dari PDB, adalah pendorong pertumbuhan terbesar kedua. Konsumsi naik 0,6% pada Oktober-Desember setelah turun 0,2% pada kuartal sebelumnya.
Meskipun ada peningkatan ekspor, beberapa ekonom tetap berhati-hati tentang prospek permintaan luar negeri.
Perang dagang antara Amerika Serikat dan China, dua ekonomi terbesar di dunia, merupakan risiko besar bagi ekspor suku cadang mobil, elektronik, dan mesin-mesin Jepang ke China, yang digunakan membuat barang jadi yang diperuntukkan bagi Amerika Serikat dan pasar lainnya.
"Kami memperkirakan ekspor pada Januari-Maret akan memburuk karena pengiriman produk terkait IT ke negara-negara Asia, terutama ke China, kemungkinan akan turun karena dampak buruk dari konflik perdagangan yang muncul," kata Hiroaki Muto, kepala ekonom di Tokai Tokyo Research Institute.
"Ekonomi pada Januari-Maret diperkirakan akan tumbuh, tetapi perlambatan ekonomi global dan kenaikan pajak penjualan yang direncanakan akan merugikan."
Risiko lain adalah rencana pemerintah Jepang menaikkan pajak penjualan nasional menjadi 10% dari 8% pada Oktober.
Pemerintah membutuhkan pendapatan pajak tambahan untuk membayar biaya kesejahteraan yang meningkat, tetapi beberapa pembuat kebijakan dan ekonom khawatir kenaikan pajak akan menekan belanja konsumen dan melemahkan sentimen.
Saksikan video mengenai pertumbuhan investasi Indonesia berikut ini.
[Gambas:Video CNBC]
(prm) Next Article Dilanda Bencana, Perekonomian Jepang Menyusut 0,3%
Most Popular