
Waspada, 4 Tantangan Global Ini Siap Goyang RI
Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
13 February 2019 15:07

Jakarta, CNBC Indonesia - Situasi ekonomi global yang masih diliputi ketidakpastian disoroti ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri. Faisal merinci, setidaknya ada empat tantangan yang mesti diwaspadai di 2019.
Tantangan itu bersumber dari kebijakan bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve yang diprediksi masih akan mengerek bunga acuannya di tahun ini. Selain itu, perang dagang antara Amerika Serikat dengan China juga berdampak pada terkoreksinya perdagangan global.
"Di 2020 akan lebih besar karena tanda-tanda semakin banyak walau belum signifikan ancaman krisis di AS. Ekonomi AS ada perlambatan sampai 2020, ini juga dampak dari government shutdown," ungkap Faisal Basri, Rabu (13/2/2019) di Jakarta.
Faktor selanjutnya, kata Faisal yang juga harus diwaspadai di 2019 adalah ancaman perlambatan ekonomi China.
Dana Moneter Internasional memangkas proyeksi pertumbuhan PDB China dari 6,6% menjadi 6,2% di 2019, ini merupakan pertumbuhan ekonomi paling lemah sejak tahun 1990. Otomatis, pertumbuhan ekonomi global akan terkena dampak perlambatan tersebut.
"Pertumbuhan ekonomi di 2019 masih akan lumayan walau tren dunia menurun dibanding 2018. IMF dua kali menurunkan pertumbuhan ekonomi dunia dari 3,9% menjadi 3,7% dan akhirnya 3,5%," tutur dia.
Sebelumnya, PT Danareksa Investment Management dalam risetnya menyebutkan kekhawatiran pasar akan perlambatan ekonomi China telah menyebabkan bursa saham China CSI 300 terkoreksi 25% sepanjang 2018.
"Perlambatan ekonomi China masih berlangsung saat ini dan pelaku pasar tampaknya belum mampu mengukur sejauh mana keadaan akan memburuk mengingat keterbukaan informasi ekonomi dan bisnis merupakan masalah tersendiri di China," tulis Chief Investment Officer Danareksa Edwin Ridwan.
Faisal menambahkan, faktor keempat yang juga harus diantisipasi adalah kecenderungan harga minyak dunia yang kembali merangkak ke level US$60-US$80 dolar AS per barel dan harga komoditas yang masih rentan bergejolak.
Investasi diyakini tetap kuat
Meski begitu, Badan Koordinasi Penanaman Modal meyakini investasi di tahun 2019 akan lebih baik dari capaian tahun lalu.
"Tahun lalu PMA turun lebih dari 10%, domestik naik mengkompensasi naik 20%. Tapi secara keseluruhan 2018, PMA dan PMDN melambat drastis hanya 4% tumbuh, sejalan dengan tren FDI di seluruh dunia yang turun 20%," kata Tom, di Jakarta, Rabu (13/2/2019).
Dijelaskan Tom, ada sejumlah distorsi yang mengganggu iklim investasi global sepanjang 2018, sehingga juga turut berdampak ke Indonesia.
Distorsi itu bersumber dari kebijakan bank sentral Amerika Serikat di 2018 yang begitu agresif menaikkan tingkat suku bunga acuannya.
"Perang dagang pecah, kedua The Fed sangat agresif naikkan bunga sampai pasar modal di AS pecah, tahun lalu turun 10 persen," ujar Tom, di Jakarta, Rabu (13/2/2019).
Selain itu, ketidakpastian global juga diembuskan oleh belum meredanya ketegangan perang dagang Amerika Serikat dengan China.
Faktor lainnya yang tak bisa dielakkan adalah siklus politik. Terlebih lagi Indonesia di tahun ini akan menghadapi Pemilihan Presiden 2019.
"15 tahun terakhir setiap tahun sebelum pemiliu ada perlambatan investasi, ada recovery," tutur dia.
Saksikan video proyeksi Faisal Basri mengenai kondisi ekonomi RI di 2019 berikut ini.
[Gambas:Video CNBC]
(prm) Next Article Faisal Basri Beberkan Kenapa Utang RI Terus Naik
Tantangan itu bersumber dari kebijakan bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve yang diprediksi masih akan mengerek bunga acuannya di tahun ini. Selain itu, perang dagang antara Amerika Serikat dengan China juga berdampak pada terkoreksinya perdagangan global.
"Di 2020 akan lebih besar karena tanda-tanda semakin banyak walau belum signifikan ancaman krisis di AS. Ekonomi AS ada perlambatan sampai 2020, ini juga dampak dari government shutdown," ungkap Faisal Basri, Rabu (13/2/2019) di Jakarta.
Dana Moneter Internasional memangkas proyeksi pertumbuhan PDB China dari 6,6% menjadi 6,2% di 2019, ini merupakan pertumbuhan ekonomi paling lemah sejak tahun 1990. Otomatis, pertumbuhan ekonomi global akan terkena dampak perlambatan tersebut.
"Pertumbuhan ekonomi di 2019 masih akan lumayan walau tren dunia menurun dibanding 2018. IMF dua kali menurunkan pertumbuhan ekonomi dunia dari 3,9% menjadi 3,7% dan akhirnya 3,5%," tutur dia.
Sebelumnya, PT Danareksa Investment Management dalam risetnya menyebutkan kekhawatiran pasar akan perlambatan ekonomi China telah menyebabkan bursa saham China CSI 300 terkoreksi 25% sepanjang 2018.
"Perlambatan ekonomi China masih berlangsung saat ini dan pelaku pasar tampaknya belum mampu mengukur sejauh mana keadaan akan memburuk mengingat keterbukaan informasi ekonomi dan bisnis merupakan masalah tersendiri di China," tulis Chief Investment Officer Danareksa Edwin Ridwan.
![]() |
Faisal menambahkan, faktor keempat yang juga harus diantisipasi adalah kecenderungan harga minyak dunia yang kembali merangkak ke level US$60-US$80 dolar AS per barel dan harga komoditas yang masih rentan bergejolak.
Investasi diyakini tetap kuat
Meski begitu, Badan Koordinasi Penanaman Modal meyakini investasi di tahun 2019 akan lebih baik dari capaian tahun lalu.
"Tahun lalu PMA turun lebih dari 10%, domestik naik mengkompensasi naik 20%. Tapi secara keseluruhan 2018, PMA dan PMDN melambat drastis hanya 4% tumbuh, sejalan dengan tren FDI di seluruh dunia yang turun 20%," kata Tom, di Jakarta, Rabu (13/2/2019).
Dijelaskan Tom, ada sejumlah distorsi yang mengganggu iklim investasi global sepanjang 2018, sehingga juga turut berdampak ke Indonesia.
Distorsi itu bersumber dari kebijakan bank sentral Amerika Serikat di 2018 yang begitu agresif menaikkan tingkat suku bunga acuannya.
"Perang dagang pecah, kedua The Fed sangat agresif naikkan bunga sampai pasar modal di AS pecah, tahun lalu turun 10 persen," ujar Tom, di Jakarta, Rabu (13/2/2019).
Selain itu, ketidakpastian global juga diembuskan oleh belum meredanya ketegangan perang dagang Amerika Serikat dengan China.
Faktor lainnya yang tak bisa dielakkan adalah siklus politik. Terlebih lagi Indonesia di tahun ini akan menghadapi Pemilihan Presiden 2019.
"15 tahun terakhir setiap tahun sebelum pemiliu ada perlambatan investasi, ada recovery," tutur dia.
Saksikan video proyeksi Faisal Basri mengenai kondisi ekonomi RI di 2019 berikut ini.
[Gambas:Video CNBC]
(prm) Next Article Faisal Basri Beberkan Kenapa Utang RI Terus Naik
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular