Malangnya Rupiah, Sudah Jatuh Tertimpa Tangga Pula

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
07 February 2019 16:50
Malangnya Rupiah, Sudah Jatuh Tertimpa Tangga Pula
Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Rupiah pun finis di posisi terakhir di klasemen mata uang Asia. 

Pada Kamis (7/2/2018), US$ 1 setara dengan Rp 13.970 kala penutupan pasar spot. Rupiah melemah 0,38% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Malang nasib rupiah hari ini, karena tidak pernah sedetik pun merasakan penguatan. Rupiah bertahan di zona merah sejak pembukaan hingga penutupan pasar. 


Kala pembukaan pasar, pelemahan rupiah masih terbatas di 0,06%. Namun selepas itu, depresiasi mata uang Tanah Air bertambah dalam dan dolar AS kembali mendekati level Rp 14.000. 

Berikut pergerakan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah sepanjang hari ini: 



Sudah melemah sepanjang hari, rupiah juga menjadi mata uang terlemah di Asia. Ya, dalam hal melemah terhadap dolar AS, tidak ada mata uang Benua Kuning yang bisa menandingi rupiah. 

'Gelar' itu disandang oleh rupiah nyaris sepanjang hari ini. Sudah jatuh tertimpa tangga pula. 


Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 16:12 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Rupiah tidak sendiri, sebagian besar mata uang Asia pun melemah di hadapan dolar AS. Apa mau dikata, dolar AS memang sedang perkasa.

Tidak cuma di Asia, tapi juga di dunia. Pada pukul 16:16 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang dunia) menguat 0,11%. Dalam sepekan terakhir, indeks ini menguat sampai 0,97%. 

Dolar AS semakin mantap menguat setelah tersiar kabar buruk dari Eropa. Biro Pusat Federal Jerman melaporkan produksi industri pada Desember 2018 turun 0,4% dibandingkan bulan sebelumnya. Jauh dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun Reuters, yang memperkirakan kenaikan 0,7%.

Oleh karena itu, para ekonomi meramal ekonomi Negeri Panser akan mengalami kontraksi alias tumbuh negatif pada kuartal IV-2018. Jika ini terjadi, maka Jerman resmi mengalami resesi karena pada kuartal sebelumnya sudah mengalami kontraksi 0,2%. Resesi terjadi jika sebuah negara mengalami kontraksi dua kuartal beruntun pada tahun yang sama. 

Merespons perkembangan ini, investor berlomba-lomba menanggalkan mata uang euro. Pada pukul 16:27 WIB, euro melemah 0,14% di hadapan dolar AS. 

Setelah melepas euro, tujuan pelaku pasar ternyata masih ke mata uang Negeri Paman Sam. Ternyata dolar AS masih punya pesona yang tidak mampu ditolak oleh investor.


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Beban yang ditanggung rupiah bukan hanya berasal dari keperkasaan dolar AS. Faktor domestik pun ikut berperan. 

Rupiah sepertinya terbeban oleh dirinya sendiri yang sudah menguat tajam sejak awal tahun. Penguatan yang mencapai 3% membuat rupiah sangat mungkin terserang koreksi teknikal.

Sebab investor yang sudah menang banyak tentu akan tergoda untuk mencairkan keuntungan. Rupiah pun rawan terkena ambil untung (profit taking). 

Apalagi ada pemicu yang membuat investor merasa perlu untuk cabut dari pasar keuangan Indonesia, yaitu rilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) periode Januari 2019. Bank Indonesia (BI) mencatat IKK pada bulan lalu sebesar 123,5. Konsumen masih optimistis karena nilainya di atas 100, tetapi optimismenya berkurang karena IKK pada bulan sebelumnya lebih tinggi yaitu 127. 

Porsi pendapatan yang digunakan untuk konsumsi pun turun dari 67,2% menjadi 66,8%. Lalu rasio untuk pembayaran cicilan naik dari 12,3% menjadi 13%. 


Memang ada unsur musiman yang menyebabkan penurunan IKK. Selepas Hari Natal, Tahun Baru, dan musim liburan pada Desember, konsumen kembali ke 'dunia nyata' pada Januari. Konsumsi yang turun setelah periode puncak adalah hal yang wajar. 

Namun bisa saja data ini menjadi sentimen negatif di pasar keuangan Indonesia, karena akan muncul persepsi bahwa konsumsi rumah tangga melambat. Sementara konsumsi rumah tangga adalah komponen utama pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB) dengan kontribusi lebih dari 50%. 

Kala konsumsi rumah tangga melambat, maka pertumbuhan ekonomi juga tentu bakal tertatih-tatih. Persepsi perlambatan ekonomi bisa membuat investor kurang nyaman dan memilih pergi untuk sementara waktu. 


Rilis cadangan devisa Januari 2019 tidak banyak membantu, karena angkanya turun. BI melaporkan cadangan devisa pada akhir bulan lalu sebesar US$ 120,07 miliar, turun dibandingkan Desember 2018 yaitu US$ 120,65 miliar. 


Meski begitu, penurunan cadangan devisa tidak lantas menjadi sentimen negatif buat rupiah. Sebab penurunannya tidak terlalu signifikan, jauh dibandingkan kejatuhan selama Februari-September 2018. 

 

Memang koreksi cadangan devisa tidak memberikan dampak buruk bagi rupiah hari ini, tetapi tidak memberikan energi positif juga. Netral saja, tidak membebani tetapi tidak membantu.  


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular