Potensi Rebound, Indonesia Diminta Waspadai Harga Minyak

Monica Wareza, CNBC Indonesia
30 January 2019 13:11
Indonesia dinilai sangat diuntungkan oleh kondisi pasar keuangan global, seperti pasar obligasi negara Amerika Serikat (AS) dan harga minyak mentah.
Foto: Pandangan menunjukkan bagian dari kilang perusahaan minyak negara bagian Petroleos Mexicanos (Pemex) di Salamanca, di negara bagian Guanajuato, Meksiko 8 Januari 2019. REUTERS / Daniel Becerril
Jakarta, CNBC Indonesia - Perekonomian Indonesia dinilai sangat diuntungkan oleh kondisi pasar keuangan global, seperti pasar obligasi negara Amerika Serikat (AS) dan harga minyak mentah dunia yang berada jauh di bawah level harga pada tahun lalu.

Namun, sayangnya dua katalis positif ini masih kurang dimanfaatkan oleh pemerintah Indonesia dalam mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi.

Senior Advisor PT Pinnacle Investment John D. Rachmat mengatakan salah satu contoh belum dimaksimalkan kondisi itu yakni ketika harga minyak dunia yang masih dalam tren melemah, tidak dimanfaatkan untuk mengantisipasi kemungkinan harga minyak kembali meroket atau rebound.

"Kalau kita sadar dengan ini semua seharusnya kita bersiap-siap. Saat ini kita beruntung harga minyak US$ 50 per barel, bagaimana kalau harga minyaknya kembali ke US$ 70-US$ 80 lagi," kata John, Rabu (30/1).

Data Reuters mencatat harga minyak mentah jenis Brent, untuk patokan pasar Eropa dan Asia, di Bursa London mencapai level paling tinggi tahun lalu yakni US$ 86,29 per barel pada 3 Oktober 2018.

Dalam setahun terakhir, harga minyak sudah minus 12% saat ini di level US$ 61 per barel pada 30 Januari, dari akhir Januari 2018 seharga US$ 
69 per barel.

Menurut dia, impor energi khususnya minyak mentah saat ini masih menjadi beban terberat dari neraca dagang Indonesia dengan peningkatan defisit menjadi US$ 12 miliar pada 2018 dari US$ 8 miliar di tahun sebelumnya.

Sebab itu, John menekankan bahwa di tengah kondisi tersebut, pemerintah seharusnya bisa menyadari dengan cepat agar bisa membuat kebijakan adanya alternatif energi bahan bakar yang saat ini mayoritas digunakan untuk kendaraan.

Pemerintah juga tak bisa mengambil kebijakan untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) demi kebijakan populis jelang pemilu, dengan meningkatkan pemberian subsidi BBM dari APBN tahun ini naik 57% dari tahun lalu.

"Jadi ini didorong oleh pertimbangan-pertimbangan untuk pemilu. Oke baik, tapi begitu pemilunya lewat saya minta ya kita harus kembali siap-siap," imbuh dia.

Dia menilai langkah pemerintah untuk pengembangan mobil listrik perlu ditindaklanjuti lebih serius sebagai salah satu langkah untuk meningkatkan sense of crisis Indonesia.

"Karena orang kalau lagi terbuai masa enak, seringkali dia lupa untuk bersiap-siap meghadapi masa tidak enak. Itu yang saya khawatir," katanya.

"Kalau harga minyak kembali lagi ke US$ 70-US$ 80 kita tidak ada defence loh, terus terang. Dengan pemerintah ini dengan populis policy seperti BBM satu harga di seluruh Indonesia, ya populis boleh, tapi dari sis ekonominya tidak ada."

Jangan Lega Dulu, RI Diminta Waspada Harga Minyak ReboundFoto: Infografis/10 Raksasa Minyak indonesia selama 2018/Arie Pratama

(tas) Next Article Saham Sidomulyo Ikutan Meroket 25% Gara-gara Minyak

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular