
Reli di Pasar Keuangan Berlanjut Sampai Mei, Setelah Itu?
Houtmand P Saragih, CNBC Indonesia
30 January 2019 11:35

Jakarta, CNBC Indonesia - Tren reli di pasar keuangan Indonesia diprediksi hingga Mei mendatang. Pemerintah diharapkan bisa melakukan antisipasi terhadap potensi gejolak di paruh kedua tahun ini, sehingga momentum pertumbuhan mampu dipertahankan.
Selain itu, hasil pemilihan umum yang digelar pada April mendatang akan sangat mepengaruhi arah pasar, khususnya untuk Indeks Harga Saham Gabungan.
Senior Advisor Pinnacle Investment John D Rachmat mengatakan masalah gejolak ekonomi dua kekuatan utama dunia, Amerika Serikat (AS) dan China, yang masih terus belangsung menjadi faktor domina yang menentukan arah pasar keuangan. Ditambah lagi masalah penutupan pemerintahan AS yang terjadi beberapa waktu lalu yang juga menjadi sentimen negatif bagi investor yang masuk ke negara tersebut.
"Beberapa hari terakhir, hampir 2 minggu investor global tiba-tiba menjadi kembali. Dua elemen masalah global, pertama perang dagang China dan Amerika yang masih jauh dari selesai, jadi waktu Menlu AS megatakan pembicaraan China dan Amerika masih miles away from solution itu mereka goyang sekali dan kedua government shutdown sangat merusak," kata John, Rabu (30/1).
Faktor pendukung lainnya datang dari dalam negeri yakni kondisi budget negara yang berhasil dimaintain defisitnya di tahun lalu dengan posisi di bahwa 2%, kondisi ini jauh lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya. Kondisi ini dinilai akan menjadi sentimen positif untuk masuknya aliran dana menuju pasar obligasi negara.
Dengan kondisi tersebut membuat posisi Indonesia lebih juara jika dibandingkan dengan negara-negara emerging market lainnya yang juga menawarkan yield obligasi menarik seperti Turki, Brazil dan Afrika Selatan. Pasalnya, saat ini ketiga negara tersebut tidak berada dalam kondisi ekonomi yang sehat, tidak seperti Indonesia.
"Jadi kalau global investor untuk bond masuk berbondong-bondong ke bond Indonesia, dengan sendirinya rupiah menguat dari di atas Rp 15.000 sekarang rupiahnya sedikit di atas Rp 14.000 dan itu spill over ke saham. Kita berpikiran bahwa sentimen positif ini akan bertahan sampai Mei tahun ini," lanjut dia.
Meski demikian, dia menyebutkan bahwa kondisi yang sama tidak akan bertahan lama, apalagi jika nantinya pemerintah tak mampu mengantisipasi kondisi ke depannya.
"Pemilunya kan April, kita bullish sampai Mei, kalau tidak ada persiapan di pemerintah selanjutnya, siapapun itu yang terpilih sebagai presiden maka semua faktor global itu tetap eksis kan, kan tidak akan hilang begitu saja karena pemilu sudah lewat. Jadi kalau kita tidak betul-betul menyiapkan diri, banyak sekali ancaman untuk pasar kita," tutup dia.
(hps) Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000
Selain itu, hasil pemilihan umum yang digelar pada April mendatang akan sangat mepengaruhi arah pasar, khususnya untuk Indeks Harga Saham Gabungan.
Senior Advisor Pinnacle Investment John D Rachmat mengatakan masalah gejolak ekonomi dua kekuatan utama dunia, Amerika Serikat (AS) dan China, yang masih terus belangsung menjadi faktor domina yang menentukan arah pasar keuangan. Ditambah lagi masalah penutupan pemerintahan AS yang terjadi beberapa waktu lalu yang juga menjadi sentimen negatif bagi investor yang masuk ke negara tersebut.
"Beberapa hari terakhir, hampir 2 minggu investor global tiba-tiba menjadi kembali. Dua elemen masalah global, pertama perang dagang China dan Amerika yang masih jauh dari selesai, jadi waktu Menlu AS megatakan pembicaraan China dan Amerika masih miles away from solution itu mereka goyang sekali dan kedua government shutdown sangat merusak," kata John, Rabu (30/1).
Dengan kondisi tersebut membuat posisi Indonesia lebih juara jika dibandingkan dengan negara-negara emerging market lainnya yang juga menawarkan yield obligasi menarik seperti Turki, Brazil dan Afrika Selatan. Pasalnya, saat ini ketiga negara tersebut tidak berada dalam kondisi ekonomi yang sehat, tidak seperti Indonesia.
"Jadi kalau global investor untuk bond masuk berbondong-bondong ke bond Indonesia, dengan sendirinya rupiah menguat dari di atas Rp 15.000 sekarang rupiahnya sedikit di atas Rp 14.000 dan itu spill over ke saham. Kita berpikiran bahwa sentimen positif ini akan bertahan sampai Mei tahun ini," lanjut dia.
Meski demikian, dia menyebutkan bahwa kondisi yang sama tidak akan bertahan lama, apalagi jika nantinya pemerintah tak mampu mengantisipasi kondisi ke depannya.
"Pemilunya kan April, kita bullish sampai Mei, kalau tidak ada persiapan di pemerintah selanjutnya, siapapun itu yang terpilih sebagai presiden maka semua faktor global itu tetap eksis kan, kan tidak akan hilang begitu saja karena pemilu sudah lewat. Jadi kalau kita tidak betul-betul menyiapkan diri, banyak sekali ancaman untuk pasar kita," tutup dia.
(hps) Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000
Most Popular