Baht Sudah Agak 'Sembuh', Rupiah Terlemah Asia (Lagi)

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
30 January 2019 12:24
Baht Sudah Agak 'Sembuh', Rupiah Terlemah Asia (Lagi)
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih saja melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Bahkan rupiah lagi-lagi terdampar ke dasar klasemen mata uang Asia. 

Pada Rabu (30/1/2019) pukul 12:03 WIB, US$ 1 sama dengan Rp 14.120. Rupiah melemah 0,21% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Kala pembukaan pasar, rupiah melemah tipis 0,01%. Rupiah kemudian sempat menguat 0,04%, tetapi penguatan itu ternyata hanya bertahan sebentar. 


Rupiah kemudian melemah dan pelemahannya semakin dalam. Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah hingga tengah hari ini: 

 

Depresiasi rupiah yang semakin dalam membuat mata uang ini menjadi yang terlemah di Asia. Dalam hal melemah terhadap dolar AS, tidak ada yang 'sebaik' rupiah. 

Sebenarnya rupiah sempat naik satu setrip jadi mata uang terlemah kedua di Asia, lebih baik dibandingkan baht Thailand. Namun kini baht (walau masih melemah) sudah agak 'sembuh' dan pelemahannya jadi lebih dangkal ketimbang rupiah. 


Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap beberapa mata uang utama Asia pada pukul 12:08 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Terlihat bahwa mayoritas mata uang Asia mampu menguat terhadap dolar AS. Maklum, dolar AS juga sedang tertekan secara global. Pada pukul 12:10 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan mata uang utama Asia) melemah 0,06%. 

Dolar AS kembali ke posisi defensif karena pelaku pasar menantikan hasil rapat komite pengambil kebijakan The Federal Reserves/The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC). Pelaku pasar memperkirakan Jerome 'Jay' Powell dan sejawat masih mempertahankan suku bunga acuan di 2,25-2,5% atau median 2,375%. Menurut CME Fedwatch, peluang ke sana mencapai 100%. 

Investor juga berekspektasi akan ada pernyataan bernada kalem alias dovish. Beberapa waktu terakhir, sejumlah pejabat The Fed kerap mengeluarkan kalimat dengan tone yang kurang agresif.


Tanpa dorongan kenaikan suku bunga acuan, dolar AS kehilangan daya pikatnya. Berinvestasi di mata uang Negeri Paman Sam menjadi tidak semenarik tahun lalu, sehingga perlahan investor melepas dolar AS. 

Selain itu, pemberat langkah dolar AS juga hadir dari pernyataan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin. Menurut Mnuchin, kasus yang melibatkan Huawei adalah hal yang terpisah dengan dialog dagang AS-China. 

Kemarin, pemerintah AS resmi menjatuhkan tuntutan hukum kepada perusahaan telekomunikasi asal China tersebut. Huawei dituding berbisnis dengan Iran (yang sedang dikenai sanksi ekonomi) dan mencuri teknologi robotik milik T-Mobile. 

Kejadian itu kebetulan berdekatan dengan kedatangan Wakil Perdana Menteri China Liu He ke Washington pada 30-31 Januari waktu setempat. Pelaku pasar khawatir tuntutan hukum kepada Huawei akan mengacaukan proses damai dagang AS-China. 

"Itu (kasus Huawei) adalah isu yang terpisah, dialog yang berbeda. Jadi itu tidak akan dibahas dalam dialog perdagangan. Isu-isu yang terkait pelanggaran hukum jalurnya berbeda," tegas Mnuchin dalam wawancara dengan Fox Business, mengutip Reuters. 

Pernyataan Mnuchin sedikit banyak melegakan pelaku pasar. Harapan damai dagang AS-China masih terbuka, sehingga investor bisa kembali fokus untuk mengoleksi aset-aset berisiko di negara berkembang. Arus modal mengalir ke Asia dan memperkuat mata uang Benua Kuning. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Namun rupiah tidak mampu memanfaatkan sentimen positif tersebut karena tiga hal. Pertama, mendekati akhir bulan biasanya kebutuhan valas korporasi meningkat. Permintaan valas yang tinggi membuat rupiah mengalami tekanan jual sehingga nilainya melemah. 

Kedua, harga minyak masih naik. Pada pukul 12:12 WIB, harga minyak jenis brent naik 0,46% dan light sweet bertambah 0,38%. 

Saat harga minyak naik, biaya impornya jadi semakin mahal sehingga mengancam neraca perdagangan dan transaksi berjalan (current account). Rupiah akan kekurangan pasokan devisa sehingga berpotensi melemah. 


Ketiga, rupiah juga rawan terserang ambil untung (profit taking). Maklum, rupiah sudah terapresiasi cukup tajam beberapa waktu belakangan. Sejak awal tahun hingga kemarin, rupiah sudah menguat 1,98% terhadap dolar AS. 

Penguatan rupiah yang lumayan ini membuatnya rawan koreksi teknikal. Koreksi itu bisa terjadi kapan saja, kemarin dan mungkin berlanjut sampai hari ini. 


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular