
Baht Sudah Agak 'Sembuh', Rupiah Terlemah Asia (Lagi)
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
30 January 2019 12:24

Terlihat bahwa mayoritas mata uang Asia mampu menguat terhadap dolar AS. Maklum, dolar AS juga sedang tertekan secara global. Pada pukul 12:10 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan mata uang utama Asia) melemah 0,06%.
Dolar AS kembali ke posisi defensif karena pelaku pasar menantikan hasil rapat komite pengambil kebijakan The Federal Reserves/The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC). Pelaku pasar memperkirakan Jerome 'Jay' Powell dan sejawat masih mempertahankan suku bunga acuan di 2,25-2,5% atau median 2,375%. Menurut CME Fedwatch, peluang ke sana mencapai 100%.
Investor juga berekspektasi akan ada pernyataan bernada kalem alias dovish. Beberapa waktu terakhir, sejumlah pejabat The Fed kerap mengeluarkan kalimat dengan tone yang kurang agresif.
Tanpa dorongan kenaikan suku bunga acuan, dolar AS kehilangan daya pikatnya. Berinvestasi di mata uang Negeri Paman Sam menjadi tidak semenarik tahun lalu, sehingga perlahan investor melepas dolar AS.
Selain itu, pemberat langkah dolar AS juga hadir dari pernyataan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin. Menurut Mnuchin, kasus yang melibatkan Huawei adalah hal yang terpisah dengan dialog dagang AS-China.
Kemarin, pemerintah AS resmi menjatuhkan tuntutan hukum kepada perusahaan telekomunikasi asal China tersebut. Huawei dituding berbisnis dengan Iran (yang sedang dikenai sanksi ekonomi) dan mencuri teknologi robotik milik T-Mobile.
Kejadian itu kebetulan berdekatan dengan kedatangan Wakil Perdana Menteri China Liu He ke Washington pada 30-31 Januari waktu setempat. Pelaku pasar khawatir tuntutan hukum kepada Huawei akan mengacaukan proses damai dagang AS-China.
"Itu (kasus Huawei) adalah isu yang terpisah, dialog yang berbeda. Jadi itu tidak akan dibahas dalam dialog perdagangan. Isu-isu yang terkait pelanggaran hukum jalurnya berbeda," tegas Mnuchin dalam wawancara dengan Fox Business, mengutip Reuters.
Pernyataan Mnuchin sedikit banyak melegakan pelaku pasar. Harapan damai dagang AS-China masih terbuka, sehingga investor bisa kembali fokus untuk mengoleksi aset-aset berisiko di negara berkembang. Arus modal mengalir ke Asia dan memperkuat mata uang Benua Kuning.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Dolar AS kembali ke posisi defensif karena pelaku pasar menantikan hasil rapat komite pengambil kebijakan The Federal Reserves/The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC). Pelaku pasar memperkirakan Jerome 'Jay' Powell dan sejawat masih mempertahankan suku bunga acuan di 2,25-2,5% atau median 2,375%. Menurut CME Fedwatch, peluang ke sana mencapai 100%.
Investor juga berekspektasi akan ada pernyataan bernada kalem alias dovish. Beberapa waktu terakhir, sejumlah pejabat The Fed kerap mengeluarkan kalimat dengan tone yang kurang agresif.
Tanpa dorongan kenaikan suku bunga acuan, dolar AS kehilangan daya pikatnya. Berinvestasi di mata uang Negeri Paman Sam menjadi tidak semenarik tahun lalu, sehingga perlahan investor melepas dolar AS.
Selain itu, pemberat langkah dolar AS juga hadir dari pernyataan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin. Menurut Mnuchin, kasus yang melibatkan Huawei adalah hal yang terpisah dengan dialog dagang AS-China.
Kemarin, pemerintah AS resmi menjatuhkan tuntutan hukum kepada perusahaan telekomunikasi asal China tersebut. Huawei dituding berbisnis dengan Iran (yang sedang dikenai sanksi ekonomi) dan mencuri teknologi robotik milik T-Mobile.
Kejadian itu kebetulan berdekatan dengan kedatangan Wakil Perdana Menteri China Liu He ke Washington pada 30-31 Januari waktu setempat. Pelaku pasar khawatir tuntutan hukum kepada Huawei akan mengacaukan proses damai dagang AS-China.
"Itu (kasus Huawei) adalah isu yang terpisah, dialog yang berbeda. Jadi itu tidak akan dibahas dalam dialog perdagangan. Isu-isu yang terkait pelanggaran hukum jalurnya berbeda," tegas Mnuchin dalam wawancara dengan Fox Business, mengutip Reuters.
Pernyataan Mnuchin sedikit banyak melegakan pelaku pasar. Harapan damai dagang AS-China masih terbuka, sehingga investor bisa kembali fokus untuk mengoleksi aset-aset berisiko di negara berkembang. Arus modal mengalir ke Asia dan memperkuat mata uang Benua Kuning.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Next Page
Rupiah Punya Masalahnya Sendiri
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular