Pertama Kali Sejak Maret 2018, IHSG Tembus 6.400

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
15 January 2019 17:10
Pertama Kali Sejak Maret 2018, IHSG Tembus 6.400
Foto: ist
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan hari ini dengan penguatan sebesar 1,15% ke level 6.408,78. IHSG lantas menembus level psikologis 6.400 untuk pertama kalinya sejak Maret 2018.

Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 10,78 triliun dengan volume sebanyak 17,58 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 579.571 kali.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan bagi kenaikan IHSG adalah: PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (+8,52%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (+2,57%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (+2,08%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+1,15%), dan PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (+1,58%).

Kinerja IHSG senada dengan bursa saham utama kawasan Asia yang juga diperdagangkan menguat: indeks Nikkei naik 0,96%, indeks Shanghai naik 1,36%, indeks Hang Seng naik 2,02%, indeks Straits Times naik 1,22%, dan indeks Kospi naik 1,58%.

Sejumlah sentimen positif memang mewarnai jalannya perdagangan pada hari ini. Presiden AS Donald Trump pada hari Senin (14/1/2019) menyuarakan optimismenya bahwa AS akan dapat mencapai kesepakatan dengan China untuk mengakhiri perang dagang yang selama ini berkecamuk. Mantan pebisnis tersebut mengatakan bahwa Beijing ingin bernegosiasi dan perbincangan dengan China berlangsung dengan baik.

"Kami melakukannya [perbincangan] dengan sangat baik dengan China," kata Trump di Gedung putih kepada reporter, seperti dikutip dari Reuters.

"Saya rasa kami akan dapat mencapai kesepakatan dengan China."

Kemudian, sentimen positif bagi bursa saham Asia datang dari The Federal Reserve selaku bank sentral AS yang kian hari terlihat kian bermain aman dalam hal normalisasi suku bunga acuan.

Wakil Gubernur The Fed Richard Clarida pada hari Senin mengatakan bahwa bank sentral akan bersabar dalam mengambil kebijakan pada tahun ini seiring dengan adanya perlambatan ekonomi di luar AS, walaupun dirinya menilai momentum ekonomi di AS tetap kuat.

"Kita dapat bersabar pada tahun 2019, ada momentum yang baik," kata Clarida, seperti dikutip dari Reuters.

Dia menambahkan bahwa The Fed akan memutuskan tingkat suku bunga acuan dengan basis "meeting by meeting" dalam beberapa bulan mendatang.

Terakhir, angin segar datang dari kawasan regional yakni China. Pada hari ini, National Development and Reform Commission mengatakan bahwa China menargetkan untuk mencapai "sebuah awal yang baik" untuk perekonomian kuartal-I 2019. Hal ini lantas memberikan sinyal bahwa otoritas dapat menerbitkan stimulus lebih lanjut dalam jangka dekat untuk mengatasi perlambatan ekonomi.

Perekonomian China memang kini sedang diterpa tekanan yang begitu besar. Kemarin pagi, ekspor periode Desember 2018 dimumkan terkontraksi sebesar 4,4% YoY, di bawah konsensus yang memperkirakan pertumbuhan sebesar 3% YoY, seperti dilansir dari Trading Economics. Kemudian, impor anjlok hingga 7,6% YoY, juga di bawah ekspektasi yang memperkirakan pertumbuhan sebesar 5% YoY.
Dari dalam negeri, sejatinya ada sentimen negatif bagi IHSG yakni rilis data perdagangan internasional Indonesia periode Desember 2018. Menjelang akhir sesi 1, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa ekspor anjlok sebesar 4,62% YoY sepanjang bulan Desember.

Capaian ini jauh lebih buruk dibandingkan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan pertumbuhan sebesar 1,81% YoY. Sementara itu, impor tumbuh sebesar 1,16%, juga lebih buruk dari ekspektasi yang sebesar 6,345% YoY.

Alhasil, defisit neraca dagang diumumkan sebesar US$ 1,1 miliar, lebih besar dari konsensus yang sebesar US$ 968 juta. Jika ditotal, defisit neraca dagang sepanjang kuartal-IV 2018 adalah sebesar US$ 4,92 miliar.

Dengan defisit neraca dagang yang begitu dalam, maka defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) kemungkinan besar akan membengkak pada kuartal-IV 2018. Sebagai informasi, pada kuartal-III 2018 CAD mencapai 3,37% dari Produk Domestik Bruto (PDB), terdalam sejak kuartal II-2014. Padahal kala itu, defisit neraca dagang hanya sebesar US$ 2,64 miliar.

Namun, hal ini sudah di price-in atau antisipasi oleh pelaku pasar. Pasalnya, defisit neraca dagang periode Oktober dan November (dirilis bulan November dan Desember) jika ditotal sudah mencapai US$ 3,82 miliar, lebih tinggi dari total defisit pada kuartal-III 2018.

Buktinya, rupiah tetap bisa menguat pada hari ini di pasar spot, yakni sebesar 0,25% ke level Rp 14.085/dolar AS. Bahkan, rupiah sempat menguat hingga 0,46% ke level Rp 14.055/dolar AS. Seiring dengan rupiah yang mampu membukukan penguatan lantaran potensi bengkaknya CAD sudah di price-in, investor asing berani masuk ke pasar saham Tanah Air dengan jumlah besar. Hingga akhir perdagangan, investor asing membukukan beli bersih senilai Rp 1,91 triliun.

Saham-saham yang banyak dikoleksi investor asing diantaranya: PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 230,8 miliar), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 189,8 miliar), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 163,1 miliar), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 101,3 miliar), dan PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (Rp 82,5 miliar). Selain itu, terjadi transaksi tutup sendiri atau crossing saham PT Bank Agris Tbk dengang net buy asing sebesar Rp 1,15 triliun.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular