
BI: Perang Dagang Belum Tentu Bikin Rupiah Melemah
Iswari Anggit, CNBC Indonesia
10 January 2019 17:57

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) mencatat berbagai perkembangan global akan terus memengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tahun ini.
Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI, Nanang Hendarsah, mencatat adanya perkembangan positif dari luar negeri, seperti dari perundingan perdagangan AS dan China, arah kebijakan bank sentral AS Federal Reserve yang akan lebih fleksibel.
Ancaman global yang nyata saat ini, menurutnya, adalah meningkatnya ekspektasi pelemahan ekonomi global. Berbagai indikator manufaktur di berbagai negara, seperti China, Jerman, Perancis, Spanyol mengindikasikan lesunya sektor manufaktur.
Raksasa teknologi global Samsung dan Apple juga mengumumkan perkiraan penurunan penjualan.
"Efek perang dagang cukup signifikan dalam lalu lintas perdagangan global, terutama sektor manufaktur. Tetapi itu belum tentu membuat rupiah melemah," ujar Nanang di gedung BI, Kamis (10/1/2019).
"Kalau global melemah, tekanan perang tarif juga melemah karena semua merugi. The Fed juga akan mikir berkali-kali untuk menaikkan suku bunga [karena] kalau ekonomi AS kuat tapi tidak didukung China, Jepang, ya AS tidak bisa berjalan sendirian," tambahnya.
Dengan kondisi tersebut, Nanang berpendapat intensitas kenaikan suku bunga acuan The Fed seharusnya lebih rendah tahun ini bila dibandingkan tahun sebelumnya.
Bank sentral AS menaikkan suku bunga acuannya empat kali tahun lalu dan memperkirakan akan ada dua peningkatan lagi di 2019, turun dari proyeksi sebelumnya sebanyak tiga kali.
"Secara keseluruhan, emerging markets tekanannya lebih berkurang," ujar Nanang.
"Dikaitkan dengan rupiah, seharusnya ada peluang untuk stabil. Beda dengan 2018, ini situasinya stance dari dinamika global meningkat. Sekarang banyak hal-hal yg mendekati solusi," ungkapnya.
Meski demikian, bank sentral mengatakan akan tetap mewaspadai dinamika ekonomi global yang masih penuh ketidakpastian, terutama dari sisi pertumbuhan yang diperkirakan akan melemah tahun ini.
Ia mengakui kurs rupiah terhadap greenback di 2018 yang mencapai Rp 15.000 cukup melemah, namun nyatanya kondisi ekonomi Indonesia tetap stabil.
"Kalau kita bergerak sekarang ya masyarakat sudah terbiasa dengan gerakan itu," katanya.
Hari ini, US$ 1 dihargai Rp 14.050 saat penutupan pasar spot. Rupiah tercatat menguat 0,5% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
(prm/wed) Next Article Rupiah Sulit Menuju Level 13.500. Jadi BI Harus Apa?
Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI, Nanang Hendarsah, mencatat adanya perkembangan positif dari luar negeri, seperti dari perundingan perdagangan AS dan China, arah kebijakan bank sentral AS Federal Reserve yang akan lebih fleksibel.
Ancaman global yang nyata saat ini, menurutnya, adalah meningkatnya ekspektasi pelemahan ekonomi global. Berbagai indikator manufaktur di berbagai negara, seperti China, Jerman, Perancis, Spanyol mengindikasikan lesunya sektor manufaktur.
"Efek perang dagang cukup signifikan dalam lalu lintas perdagangan global, terutama sektor manufaktur. Tetapi itu belum tentu membuat rupiah melemah," ujar Nanang di gedung BI, Kamis (10/1/2019).
"Kalau global melemah, tekanan perang tarif juga melemah karena semua merugi. The Fed juga akan mikir berkali-kali untuk menaikkan suku bunga [karena] kalau ekonomi AS kuat tapi tidak didukung China, Jepang, ya AS tidak bisa berjalan sendirian," tambahnya.
![]() |
Dengan kondisi tersebut, Nanang berpendapat intensitas kenaikan suku bunga acuan The Fed seharusnya lebih rendah tahun ini bila dibandingkan tahun sebelumnya.
Bank sentral AS menaikkan suku bunga acuannya empat kali tahun lalu dan memperkirakan akan ada dua peningkatan lagi di 2019, turun dari proyeksi sebelumnya sebanyak tiga kali.
"Secara keseluruhan, emerging markets tekanannya lebih berkurang," ujar Nanang.
"Dikaitkan dengan rupiah, seharusnya ada peluang untuk stabil. Beda dengan 2018, ini situasinya stance dari dinamika global meningkat. Sekarang banyak hal-hal yg mendekati solusi," ungkapnya.
Meski demikian, bank sentral mengatakan akan tetap mewaspadai dinamika ekonomi global yang masih penuh ketidakpastian, terutama dari sisi pertumbuhan yang diperkirakan akan melemah tahun ini.
Ia mengakui kurs rupiah terhadap greenback di 2018 yang mencapai Rp 15.000 cukup melemah, namun nyatanya kondisi ekonomi Indonesia tetap stabil.
"Kalau kita bergerak sekarang ya masyarakat sudah terbiasa dengan gerakan itu," katanya.
Hari ini, US$ 1 dihargai Rp 14.050 saat penutupan pasar spot. Rupiah tercatat menguat 0,5% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
(prm/wed) Next Article Rupiah Sulit Menuju Level 13.500. Jadi BI Harus Apa?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular