Internasional

Fokus Pulihkan Ekonomi, Bank Sentral Jepang Tahan Suku Bunga

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
20 December 2018 15:48
Bank sentral Jepang, Bank of Japan (BoJ), mempertahankan kebijakan moneter ultra-longgar, Kamis (20/12/2018).
Foto: Reuters
Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral Jepang, Bank of Japan (BoJ), mempertahankan kebijakan moneter ultra-longgar, Kamis (20/12/2018). BOJ juga menegaskan kembali pandangannya bahwa ekonomi berada pada pijakan yang kuat, bahkan ketika kekhawatiran perlambatan pertumbuhan global mengguncang pasar serta menurunkan prospek untuk mencapai target inflasi 2%.

Investor memusatkan perhatiannya pada arahan Gubernur BOJ Haruhiko Kuroda untuk mendapatkan petunjuk tentang bagaimana meningkatnya ketidakpastian global dan tanda-tanda ketegangan pasar obligasi dapat memengaruhi kebijakan masa depan bank sentral.


Sesuai perkiraan, BOJ mempertahankan target suku bunganya di minus 0,1% dan target imbal hasil obligasi tenor 10 tahun sekitar 0% di bawah kebijakan yang dijuluki kontrol kurva imbal hasil (yield curve control/ YCC).

"Perekonomian Jepang berkembang moderat," sementara ekonomi luar negeri terus tumbuh secara mantap secara keseluruhan, kata bank sentral dalam sebuah pernyataan yang mengumumkan keputusan kebijakan.

BOJ berada dalam dilema. Bertahun-tahun pencetakan uang yang sangat banyak telah membuat bank memiliki sedikit amunisi untuk melawan resesi baru, dan perlambatan ekonomi global merampas setiap peluang jangka pendek bank sentral untuk melengkapi kembali perangkat perkakasnya.

Bahkan mempertahankan stimulus saat ini terbukti mahal karena tingkat bunga ultra-rendah membebani laba bank regional dan pembeliannya yang besar mengeringkan likuiditas pasar obligasi.

"BOJ sedang terjebak di antara kebutuhan untuk mengatasi efek samping dari stimulusnya, dan prospek perlambatan global dan perang perdagangan. Dengan demikian, mungkin tidak dapat bergerak ke arah mana pun tahun depan." kata Hiroshi Shiraishi, ekonom senior di BNP Paribas Securities.

"BOJ dapat dipaksa untuk melakukan pelonggaran lebih lanjut pada 2020 karena ekonomi China dan AS melambat lebih banyak, sehingga akan merugikan ekspor dan belanja modal Jepang."

Fokus Pulihkan Ekonomi, Bank Sentral Jepang Tahan Suku BungaGubernur BOJ Haruhiko Kuroda (Foto: Reuters)

Dewan bank sentral bertemu beberapa jam setelah Federal Reserve AS menaikkan suku bunga dan mengatakan akan tetap mengetatkan kebijakan moneter meski ada peningkatan ketidakpastian tentang pertumbuhan ekonomi global.

Inflasi yang tertekan telah memaksa BOJ untuk mempertahankan stimulus besar-besaran meskipun biaya pelonggaran yang berkepanjangan meningkat, seperti terpukulnya laba lembaga keuangan dari tingkat mendekati nol.

Bank sentral menaikkan kerangka kebijakannya pada bulan Juli untuk membuatnya lebih berkelanjutan, termasuk dengan memungkinkan imbal hasil obligasi bergerak lebih fleksibel di sekitar target 0%-nya.

Langkah itu sebagian dimaksudkan untuk memungkinkan kenaikan suku bunga jangka panjang secara alami, sehingga lembaga keuangan dapat meraup untung dari kurva imbal hasil yang tajam.

Namun, suku bunga jangka panjang Jepang telah memperhitungkan hasil Treasury AS yang lebih rendah mencerminkan sikap menghindari risiko investor. Imbal hasil obligasi tenor 10-tahun pemerintah Jepang turun menjadi 0,010% pada hari Rabu, terendah sejak September tahun lalu.

Pasar sedang mencari tahu apakah Kuroda dapat memberikan petunjuk tentang apa yang BOJ bisa lakukan jika imbal hasil obligasi tenor 10 tahun meluncur ke wilayah negatif.

Beberapa sumber telah mengatakan kepada Reuters bahwa BOJ akan menoleransi suku bunga jangka panjang negatif, selama imbal hasil obligasi tenor 10 tahun bergerak dalam kisaran sekitar minus 0,2% hingga 0,2% yang ditetapkan pada bulan Juli.


Namun, pergerakan pasar semacam itu dapat menyebabkan kegelisahan di antara beberapa anggota dewan BOJ, yang secara terbuka menyuarakan keprihatinan atas bahaya penurunan imbal hasil yang berlebihan, kata analis.

"BOJ dapat memperlambat pembelian obligasinya untuk mencegah penurunan yield yang berlebihan. Tetapi melakukan langkah itu terlalu banyak berisiko mendorong yen," kata Takahide Kiuchi, mantan anggota dewan BOJ yang sekarang menjadi ekonom eksekutif di Nomura Research Institute.

"Ini hanya sebuah ilustrasi dari kekurangan YCC." Katanya.
(prm) Next Article Ekonomi Jepang Diprediksi Tak Loyo Lagi, Ini Buktinya!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular