
Asosiasi Minta Target Produksi Batu Bara 2019 Lebih Realistis
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
19 December 2018 16:46

Jakarta, CNBC Indonesia- Pemerintah berencana menggenjot produksi batu bara dalam negeri di tahun depan. Dalam APBN 2019, produksi komoditas ini didongkrak hingga 28,3% di tahun politik.
Pemerintah menaikkan target produksi batu bara dari 413 juta ton di 2018 menjadi 530 juta ton. Ini sebenarnya melenceng dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) 2015-2019, yang semula menargetkan adanya pembatasan produksi batu bara. Dengan pembatasan ini, pemerintah semula menargetkan produksi batu bara jadi 406 juta ton.
Hal ini berarti, pemerintah masih mengandalkan komoditas ini untuk mendongkra pendapatan negara.
Kendati demikian, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia berpendapat, pemerintah perlu mempertimbangkan lagi beberapa hal dalam menentukan target produksi di 2019.
"Jangan semata hanya untuk mengejar target PNBP, karena kenaikan produksi signifikan bisa mendorong penurunan harga," ujar Hendra kepada CNBC Indonesia saat dihubungi Rabu (19/12/2018).
Adapun, beberapa hal pertimbangan yang dimaksud Hendra yakni, terkait permintaan global di 2019 yang diperkirakan flat, ditambah permintaan dari Tiongkok yang melambat dan ketidakpastian masih tinggi mengenai arah kebijakan di Negeri Tirai Bambu tersebut.
"Dengan target kenaikan produksi dikhawatirkan harga akan melemah karena saat ini kondisi pasar itu masih 'buyers market'," imbuh Hendra.
Adapun, saat ini dirinya belum bisa membeberkan berapa persisnya target produksi batubara dari anggota APBI, sebab masih dalam pembahasan RKAB dengan pemerintah.
Sebelumnya, dalam laporan tahunan yang baru saja diterbitkan, Badan Energi Internasional (IEA) memproyeksi permintaan batu bara akan memasuki periode pelambatan dalam beberapa tahun ke depan.
IEA mengatakan pertumbuhan konsumsi batu bara dalam lima tahun, yakni hingga 2023, akan sangat melambat dan tidak lebih dari 1% sepanjang 2017-2023.
IEA menyebut negara-negara maju mulai mengabaikan bahan bakar fosil, sementara India dan negara berkembang lainnya masih mengandalkan batu bara untuk pembangkit listrik mereka.
"Di beberapa negara pembangkit batu bara dikurangi sebagai kunci untuk pemenuhan tujuan kebijakan iklim global, sementara di lainnya batu bara tetap jadi pilihan utama sumber listrik mereka karena ketersediaannya dan keterjangkauannya," ujar IEA.
(gus) Next Article Penjualan Batu Bara dan Catatan Bagi Kementerian ESDM
Pemerintah menaikkan target produksi batu bara dari 413 juta ton di 2018 menjadi 530 juta ton. Ini sebenarnya melenceng dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) 2015-2019, yang semula menargetkan adanya pembatasan produksi batu bara. Dengan pembatasan ini, pemerintah semula menargetkan produksi batu bara jadi 406 juta ton.
Kendati demikian, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia berpendapat, pemerintah perlu mempertimbangkan lagi beberapa hal dalam menentukan target produksi di 2019.
"Jangan semata hanya untuk mengejar target PNBP, karena kenaikan produksi signifikan bisa mendorong penurunan harga," ujar Hendra kepada CNBC Indonesia saat dihubungi Rabu (19/12/2018).
Adapun, beberapa hal pertimbangan yang dimaksud Hendra yakni, terkait permintaan global di 2019 yang diperkirakan flat, ditambah permintaan dari Tiongkok yang melambat dan ketidakpastian masih tinggi mengenai arah kebijakan di Negeri Tirai Bambu tersebut.
"Dengan target kenaikan produksi dikhawatirkan harga akan melemah karena saat ini kondisi pasar itu masih 'buyers market'," imbuh Hendra.
Adapun, saat ini dirinya belum bisa membeberkan berapa persisnya target produksi batubara dari anggota APBI, sebab masih dalam pembahasan RKAB dengan pemerintah.
Sebelumnya, dalam laporan tahunan yang baru saja diterbitkan, Badan Energi Internasional (IEA) memproyeksi permintaan batu bara akan memasuki periode pelambatan dalam beberapa tahun ke depan.
IEA mengatakan pertumbuhan konsumsi batu bara dalam lima tahun, yakni hingga 2023, akan sangat melambat dan tidak lebih dari 1% sepanjang 2017-2023.
IEA menyebut negara-negara maju mulai mengabaikan bahan bakar fosil, sementara India dan negara berkembang lainnya masih mengandalkan batu bara untuk pembangkit listrik mereka.
"Di beberapa negara pembangkit batu bara dikurangi sebagai kunci untuk pemenuhan tujuan kebijakan iklim global, sementara di lainnya batu bara tetap jadi pilihan utama sumber listrik mereka karena ketersediaannya dan keterjangkauannya," ujar IEA.
(gus) Next Article Penjualan Batu Bara dan Catatan Bagi Kementerian ESDM
Most Popular