
Internasional
'Cubitan' The Fed Terasa dari Jakarta hingga Buenos Aires
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
18 December 2018 18:17

Sangat disayangkan bahwa pengetatan the Fed mendorong investor untuk memilih ekonomi yang rentan seperti halnya Argentina yang sedang menavigasi penyesuaian struktural yang rumit, kata Patricia Perez-Coutts, manajer portofolio di Westwood International Advisors di Toronto.
"Sama seperti wildebeests ketika mereka menyeberangi sungai dan singa betina mengeluarkan yang muda dan yang sakit ... dan sisa kawanan terus bergerak," katanya.
Di Indonesia, bank sentral telah menyebut the Fed sebagai faktor penyebab serangkaian kenaikan suku bunga agresif yang membantu menstabilkan rupiah, yang telah turun 35% dalam enam tahun. Namun, kampanye itu datang dengan mengorbankan pertumbuhan yang lebih lambat untuk ekonomi senilai triliun dolar itu.
Bekerja di luar pusat perbelanjaan sibuk Jakarta Selatan, Kurniawan (37 tahun), berjuang untuk menutupi sewa toko pojokannya dan membayar karyawannya karena rupiah merosot ke level terendah dalam 20 tahun dan harga barang-barang koleksi buatan Hong Kong dan AS kian melonjak.
Menimbun beberapa dolar membantu menyelamatkan bisnis yang sudah berjalan selama enam tahun itu, katanya, tetapi dengan laba "hampir nol" itu tidak cukup untuk kegiatan sehari-hari.
Baik langkah-langkah memerangi krisis dari the Fed dan pelonggaran mereka kemudian telah membentuk arus modal global, investasi dan, seringkali, keputusan kebijakan di negara lain lebih banyak dari sebelumnya.
Dampak itu sudah terjadi dalam level terparahnya pada tahun 2013 ketika Gubernur the Fed Ben Bernanke menyarankan bank sentral untuk mulai mengurangi, atau "membatasi" pembelian obligasi dalam beberapa bulan ke depan, yang akhirnya memicu "taper tantrum", aksi jual luas pada pasar saham dan obligasi pasar negara berkembang, yang membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk pulih.
Lima tahun kemudian, banyak negara yang sama merasakan tekanan lagi saat terjadi momentum pengetatan the Fed.
Argentina dan Turki merupakan yang paling menderita di pertengahan tahun, akibat ketergantungan mereka pada pendanaan mata uang asing.
Tetapi aksi jual, yang sebagian telah mereda, juga mengguncang ekonomi yang lebih kuat seperti Rusia, yang menaikkan suku untuk pertama kalinya sejak 2014 dalam menghadapi inflasi dan sanksi asing.
The Fed diperkirakan akan menaikkan suku sebesar seperempat persentase poin pada hari Rabu, yang dibarengi keraguan tentang berapa kali lagi langkah serupa akan dilakukan tahun depan.
Saat ekonomi dengan defisit fiskal yang tinggi dan utang luar negeri paling menderita, namun bahkan keuangan publik Afrika Selatan yang relatif kuat tidak membuatnya kebal terhadap arus keluar investasi. Investasi hanya semakin cepat keluar pada bulan Agustus, ketika rand terperangkap dalam aksi jual luas yang hampir mengalahkan sell-off di lira Turki.
Meskipun kemudian rebound, rand turun 14% terhadap dolar sepanjang tahun ini.
Afrika Selatan menyalahkan mata uang yang goyah dan ekonomi lemah utamanya pada harga bahan bakar yang mudah berubah, inflasi, pemerintah atau ketidakpastian seputar rencana untuk memungkinkan perampasan tanah tanpa kompensasi. Namun, pada akhirnya pasar keuangan global yang kacau dan lembaga yang berada di belakang mereka-lah yang menjadi sumber dari frustrasi domestik tersebut.
Urjit Patel, Gubernur Bank Sentral India hingga bulan ini, pada bulan Juni menyerukan kepada The Fed untuk mengurangi dampak penumpahan obligasi Treasury yang dikombinasikan dengan peningkatan pinjaman pemerintah yang telah terjadi pada pendanaan dolar di pasar negara berkembang.
"The Fed harus merespons dengan memperlambat rencana untuk mengecilkan neraca," tulisnya dalam kolom tamu untuk Financial Times. "Jika tidak, Treasuries akan menyerap sebagian besar likuiditas dolar sehingga krisis di pasar obligasi dolar tidak dapat dihindari." (prm)
"Sama seperti wildebeests ketika mereka menyeberangi sungai dan singa betina mengeluarkan yang muda dan yang sakit ... dan sisa kawanan terus bergerak," katanya.
Di Indonesia, bank sentral telah menyebut the Fed sebagai faktor penyebab serangkaian kenaikan suku bunga agresif yang membantu menstabilkan rupiah, yang telah turun 35% dalam enam tahun. Namun, kampanye itu datang dengan mengorbankan pertumbuhan yang lebih lambat untuk ekonomi senilai triliun dolar itu.
Menimbun beberapa dolar membantu menyelamatkan bisnis yang sudah berjalan selama enam tahun itu, katanya, tetapi dengan laba "hampir nol" itu tidak cukup untuk kegiatan sehari-hari.
![]() |
Baik langkah-langkah memerangi krisis dari the Fed dan pelonggaran mereka kemudian telah membentuk arus modal global, investasi dan, seringkali, keputusan kebijakan di negara lain lebih banyak dari sebelumnya.
Dampak itu sudah terjadi dalam level terparahnya pada tahun 2013 ketika Gubernur the Fed Ben Bernanke menyarankan bank sentral untuk mulai mengurangi, atau "membatasi" pembelian obligasi dalam beberapa bulan ke depan, yang akhirnya memicu "taper tantrum", aksi jual luas pada pasar saham dan obligasi pasar negara berkembang, yang membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk pulih.
![]() |
Lima tahun kemudian, banyak negara yang sama merasakan tekanan lagi saat terjadi momentum pengetatan the Fed.
Argentina dan Turki merupakan yang paling menderita di pertengahan tahun, akibat ketergantungan mereka pada pendanaan mata uang asing.
Tetapi aksi jual, yang sebagian telah mereda, juga mengguncang ekonomi yang lebih kuat seperti Rusia, yang menaikkan suku untuk pertama kalinya sejak 2014 dalam menghadapi inflasi dan sanksi asing.
The Fed diperkirakan akan menaikkan suku sebesar seperempat persentase poin pada hari Rabu, yang dibarengi keraguan tentang berapa kali lagi langkah serupa akan dilakukan tahun depan.
Saat ekonomi dengan defisit fiskal yang tinggi dan utang luar negeri paling menderita, namun bahkan keuangan publik Afrika Selatan yang relatif kuat tidak membuatnya kebal terhadap arus keluar investasi. Investasi hanya semakin cepat keluar pada bulan Agustus, ketika rand terperangkap dalam aksi jual luas yang hampir mengalahkan sell-off di lira Turki.
Meskipun kemudian rebound, rand turun 14% terhadap dolar sepanjang tahun ini.
Afrika Selatan menyalahkan mata uang yang goyah dan ekonomi lemah utamanya pada harga bahan bakar yang mudah berubah, inflasi, pemerintah atau ketidakpastian seputar rencana untuk memungkinkan perampasan tanah tanpa kompensasi. Namun, pada akhirnya pasar keuangan global yang kacau dan lembaga yang berada di belakang mereka-lah yang menjadi sumber dari frustrasi domestik tersebut.
Urjit Patel, Gubernur Bank Sentral India hingga bulan ini, pada bulan Juni menyerukan kepada The Fed untuk mengurangi dampak penumpahan obligasi Treasury yang dikombinasikan dengan peningkatan pinjaman pemerintah yang telah terjadi pada pendanaan dolar di pasar negara berkembang.
"The Fed harus merespons dengan memperlambat rencana untuk mengecilkan neraca," tulisnya dalam kolom tamu untuk Financial Times. "Jika tidak, Treasuries akan menyerap sebagian besar likuiditas dolar sehingga krisis di pasar obligasi dolar tidak dapat dihindari." (prm)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular