Mata Uang Asia Memang Menguat, Tapi Rupiah Stand Out!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
18 December 2018 12:30
Mata Uang Asia Memang Menguat, Tapi Rupiah <i>Stand Out!</i>
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Arie Pratama)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berhasil menguat di perdagangan pasar spot hingga tengah hari ini. Rupiah begitu perkasa dan menjadi mata uang terbaik di Asia. 

Pada Selasa (18/12/2018) pukul 12:02 WIB, US$ 1 diperdagangkan Rp 14.480. Rupiah menguat 0,62% dibandingkan posisi penutupan perdagangan sehari sebelumnya.  

Kala pembukaan pasar spot, rupiah 'hanya' menguat 0,14%. Setelah itu, penguatan rupiah semakin menjadi dan dolar AS sudah berada di bawah Rp 14.500. 


Tidak seperti kemarin yang nyaris seharian terjebak di zona merah, rupiah hari ini selalu bergerak di jalur hijau. Rupiah tidak pernah merasakan pelemahan, setidaknya sampai tengah hari ini. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah hingga pukul 12:02 WIB: 

 

Seperti rupiah, mata uang utama Asia lainnya juga menguat terhadap dolar AS. Namun yang membuat rupiah stand out adalah penguatan 0,62% membawa mata uang Tanah Air menjadi yang terbaik di Asia. Tidak ada mata uang lain di Benua Kuning yang bisa mengungguli apresiasi rupiah. 


Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 12:08 WIB: 




(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Sentimen eksternal sedang mendukung rupiah cs di Asia untuk menguat. Dolar AS memang sedang kekurangan peminat, terlihat dari Dollar Index (yang mengukur posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama dunia) yang melemah 0,03% pada pukul 12:11 WIB. 

Seiring hampir berakhirnya 2018, investor mulai meneropong prospek 2019. Sepertinya The Federal Reserve/The Fed tidak akan terlalu agresif pada 2019, tidak seperti tahun ini yang kemungkinan menaikkan suku bunga acuan sampai empat kali. 

Sebab, kemungkinan perekonomian AS memang sudah melambat pada 2019. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan ekonomi AS tumbuh 2,9% tahun ini dan melambat menjadi 2,5% tahun depan.  


Oleh karena itu, sebenarnya tujuan pengetatan moneter sudah tercapai yaitu mengerem laju ekonomi untuk menghindari overheating. Kebutuhan untuk menaikkan suku bunga acuan secara agresif sudah semakin mengecil. Sehingga dalam jangka menengah-panjang, dolar AS akan lebih sedikit diminati. 

Kemudian, investor sepertinya mulai mencerna pidato Presiden China Xi Jinping dalam acara peringatan 40 tahun reformasi. Xi menegaskan komitmen Beijing untuk membuka perekonomiannya kepada dunia. 

"Keterbukaan membawa kemajuan, sedangkan menutup diri berujung pada kemunduran. Namun setiap reformasi dan keterbukaan memang tidak akan mudah," tutur Xi, seperti dikutip Reuters. 

Komitmen China ini semakin membuat pelaku pasar yakin bahwa AS dan China bisa mencapai damai dagang, mengakhiri perang dagang yang memanas sejak awal tahun. Sebab keterbukaan ekonomi ini adalah hal yang sering dituntut oleh Presiden AS Donald Trump. 

Jika permintaan Trump disanggupi oleh Xi, maka hubungan Washington-Beijing akan semakin mesra. Damai dagang pun semakin di depan mata. 


Faktor lain yang juga mendukung rupiah adalah harga minyak yang masih tertekan. Pada pukul 12:17 WIB, harga minyak jenis brent anjlok 1,46% dan light sweet ambrol 1,49%. 

Bagi Indonesia, penurunan harga minyak adalah berkah. Sebagai negara net importir migas, koreksi harga si emas hitam tentu akan membantu mengurangi beban impor. 

Pada November 2018, Indonesia mencatat defisit perdagangan migas sebesar US$ 1,46 miliar. Ini sangat berperan dalam menyebabkan defisit perdagangan yang mencapai US$ 2,05 miliar, terdalam sejak Juli 2013.


Saat harga minyak turun, maka biaya impor juga akan berkurang sehingga defisit migas juga mampu ditekan. Akibatnya, lebih sedikit devisa yang terpakai untuk impor migas sehingga rupiah punya pijakan yang lebih kuat. 


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular