Mata Uang Asia Memang Menguat, Tapi Rupiah Stand Out!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
18 December 2018 12:30
Ini yang Bikin Rupiah Juara
Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Sentimen eksternal sedang mendukung rupiah cs di Asia untuk menguat. Dolar AS memang sedang kekurangan peminat, terlihat dari Dollar Index (yang mengukur posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama dunia) yang melemah 0,03% pada pukul 12:11 WIB. 

Seiring hampir berakhirnya 2018, investor mulai meneropong prospek 2019. Sepertinya The Federal Reserve/The Fed tidak akan terlalu agresif pada 2019, tidak seperti tahun ini yang kemungkinan menaikkan suku bunga acuan sampai empat kali. 

Sebab, kemungkinan perekonomian AS memang sudah melambat pada 2019. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan ekonomi AS tumbuh 2,9% tahun ini dan melambat menjadi 2,5% tahun depan.  


Oleh karena itu, sebenarnya tujuan pengetatan moneter sudah tercapai yaitu mengerem laju ekonomi untuk menghindari overheating. Kebutuhan untuk menaikkan suku bunga acuan secara agresif sudah semakin mengecil. Sehingga dalam jangka menengah-panjang, dolar AS akan lebih sedikit diminati. 

Kemudian, investor sepertinya mulai mencerna pidato Presiden China Xi Jinping dalam acara peringatan 40 tahun reformasi. Xi menegaskan komitmen Beijing untuk membuka perekonomiannya kepada dunia. 

"Keterbukaan membawa kemajuan, sedangkan menutup diri berujung pada kemunduran. Namun setiap reformasi dan keterbukaan memang tidak akan mudah," tutur Xi, seperti dikutip Reuters. 

Komitmen China ini semakin membuat pelaku pasar yakin bahwa AS dan China bisa mencapai damai dagang, mengakhiri perang dagang yang memanas sejak awal tahun. Sebab keterbukaan ekonomi ini adalah hal yang sering dituntut oleh Presiden AS Donald Trump. 

Jika permintaan Trump disanggupi oleh Xi, maka hubungan Washington-Beijing akan semakin mesra. Damai dagang pun semakin di depan mata. 


Faktor lain yang juga mendukung rupiah adalah harga minyak yang masih tertekan. Pada pukul 12:17 WIB, harga minyak jenis brent anjlok 1,46% dan light sweet ambrol 1,49%. 

Bagi Indonesia, penurunan harga minyak adalah berkah. Sebagai negara net importir migas, koreksi harga si emas hitam tentu akan membantu mengurangi beban impor. 

Pada November 2018, Indonesia mencatat defisit perdagangan migas sebesar US$ 1,46 miliar. Ini sangat berperan dalam menyebabkan defisit perdagangan yang mencapai US$ 2,05 miliar, terdalam sejak Juli 2013.


Saat harga minyak turun, maka biaya impor juga akan berkurang sehingga defisit migas juga mampu ditekan. Akibatnya, lebih sedikit devisa yang terpakai untuk impor migas sehingga rupiah punya pijakan yang lebih kuat. 

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular