Saham-Saham Emiten Properti Melesat, Ini Sebabnya

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
07 December 2018 12:47
Saham-Saham Emiten Properti Melesat, Ini Sebabnya
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka melemah 0,11%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dengan cepat membalikkan keadaan. Hingga pukul 11:04 WIB, IHSG menguat sebesar 0,22% ke level 6.128,92.

Dari 9 sektor penghuni IHSG, penguatan terbesar dibukukan oleh sektor properti, real estate, dan konstruksi bangunan (+1,7%).

Penguatan sektor ini terjadi dengan aksi beli yang begitu kencang atas saham-saham emiten properti: PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) naik 2,56%, PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) naik 2,41%, PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) naik 1,91%, dan dan PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI) naik 0,58%.

Dalam beberapa hari terakhir, indeks sektor properti, real estate, dan konstruksi bangunan terus tertekan. Tekanan ini datang seiring dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Dalam 3 hari perdagangan terakhir (4-6 Desember 2018), rupiah melemah sebesar 1,97% melawan dolar AS di pasar spot.



Pelemahan rupiah tentu menjadi kabar buruk bagi saham-saham emiten properti, seiring dengan eksposur mereka yang cukup besar terhadap dolar AS.

Tim Riset CNBC Indonesia mengukurnya dengan membandingkan total liabilitas dalam mata uang asing yang dimiliki emiten-emiten properti tanah air, dibandingkan dengan total liabilitasnya. Data yang digunakan adalah data tahun 2017.



Eksposur terbesar dimiliki oleh ASRI. Dari total liabilitas perusahaan, sebanyak 53,6% adalah dalam denominasi mata uang asing. Sementara itu, emiten properti yang relatif kebal terhadap pelemahan nilai tukar adalah SMRA, dengan porsi sebesar 1,2% saja.

Pada perdagangan hari ini, rupiah menguat sebesar 0,38% di pasar spot ke level Rp 14.460/dolar AS. Penguatan rupiah lantas membuat kekhawatiran pelaku pasar mereda. Emiten-emiten properti untuk sementara waktu tak perlu menghadapi tekanan keuangan yang datang dari pelemahan rupiah.

[Gambas:Video CNBC]
Penguatan rupiah ada kaitannya dengan sikap The Federal Reserve yang terlihat semakin bermain aman dalam mengambil kebijakan suku bunga acuan.

Wall Street Journal melaporkan bahwa The Fed sedang mempertimbangkan untuk memberikan sinyal wait-and-see terkait kenaikan suku bunga acuan pada pertemuannya bulan ini, seperti dikutip dari CNBC International.

Laporan tersebut menyebut bahwa The Fed tidak tahu apa langkah mereka selanjutnya setelah pertemuan bulan ini.

Lantas, hal ini semacam memberikan konfirmasi bahwa stance dari The Fed sudah mengarah ke hawkish. Sebelumnya, pernyataan yang mengindikasikan hal tersebut sempat dilontarkan oleh sang gubernur, Jerome Powell, serta wakilnya, Richard Clarida.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 6 Desember 2018, pelaku pasar hanya memproyeksikan kenaikan suku bunga acuan sebanyak 25 bps pada tahun 2019 (dengan asumsi ada kenaikan sebesar 25 bps pada bulan ini).

Ketika The Fed tak agresif dalam mengerek suku bunga acuan, Bank Indonesia (BI) pun menjadi tak memiliki urgensi untuk bertindak agresif.

Hal ini tentu menguntungkan emiten-emiten sektor properti lantaran suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tak perlu dikerek naik banyak-banyak.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular