Serasi Dengan Rupiah, IHSG Terjun ke Zona Merah

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
05 December 2018 09:45
Serasi Dengan Rupiah, IHSG Terjun ke Zona Merah
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) langsung terkoreksi 0,9% ke level 6.097,64 pada saat pembukaan perdagangan. Tak sampai disitu, IHSG terus meluncur turun hingga ke titik terendahnya di level 6.064,83 (-1,43%).

Kini, posisi IHSG sudah membaik. Pada pukul 09:30 WIB, IHSG melemah 0,48% ke level 6.123,06.

Pergerakan IHSG senada dengan bursa saham utama kawasan Asia yang juga diperdagangkan di zona merah: indeks Nikkei turun 0,47%, indeks Shanghai melemah 0,78%, indeks Hang Seng anjlok 1,39%, indeks Strait Times melemah 0,83%, dan indeks Kospi terpangkas 0,54%.

Sentimen negatif memang menghantui perdagangan hari ini. Sentimen negatif pertama datang dari pergerakan imbal hasil (yield) obligasi terbitan pemerintah AS. Pada penutupan perdagangan hari Selasa (4/12/2018), yield obligasi pemerintah AS tenor 2 tahun berada di level 2,811% dan tenor 3 tahun berada di level 2,819%, lebih tinggi dibandingkan tenor 5 tahun yang sebesar 2,799%.

Fenomena yang disebut dengan yield curve inversion ini mengindikasikan adanya tekanan yang signifikan dalam perekonomian AS dalam waktu dekat, sehingga investor meminta yield lebih tinggi untuk obligasi bertenor pendek.

"Ada kekhawatiran karena terjadi inverted yield. Sebab, ini merupakan tanda-tanda awal terjadinya resesi," tegas Chuck Carlson, CEO Horizon Investment Services yang berbasis di Indiana, mengutip Reuters.

Akibatnya, pelaku pasar menghindari dulu instrumen-instrumen berisiko seperti saham.

Sentimen negatif yang kedua datang dari sikap Presiden AS Donald Trump yang mulai kembali galak terhadap China. Sebelumnya, kedua negara telah sepakat untuk melakukan gencatan senjata dalam sengketa perdagangan selama 90 hari.

Pernyataan tertulis Gedung Putih menyebutkan, AS batal menaikkan bea masuk dari 10% menjadi 25% untuk importasi produk-produk asal China senilai US$ 200 miliar. Sedianya, kenaikan bea masuk ini akan mulai berlaku mulai 1 Januari 2019. Sementara itu, China sepakat untuk lebih banyak membeli produk-produk dari AS mulai dari hasil agrikultur, energi, manufaktur, dan sebagainya.

Washington dan Beijing juga sepakat untuk bernegosiasi seputar transfer teknologi, hak atas kekayaan intelektual, hambatan non-tarif, pencurian siber, dan pertanian. Apabila tidak ada perkembangan yang memuaskan selama 90 hari, maka kedua pihak sepakat bea masuk bagi produk China ke AS akan naik menjadi 25%.

"Kami akan mencoba menyelesaikan (negosiaasi). Namun jika tidak, ingat bahwa saya adalah manusia bea masuk (Tariff Man)!," cuit Trump di Twitter pada hari Selasa waktu setempat (4/12/2018).

Pernyataan Trump ini menyadarkan pelaku pasar bahwa AS dan China memang belum meneken kesepakatan apapun secara formal. Masih banyak sekali pekerjaan yang harus diselesaikan sebelum perang dagang bisa resmi diakhiri.

[Gambas:Video CNBC]


Pergerakan IHSG senada dengan rupiah yang juga babak belur. Hingga berita ini diturunkan, rupiah melemah 0,7% melawan dolar AS di pasar spot ke level Rp 14.385. Dolar AS memang sedang relatif kuat, ditunjukkan oleh indeks dolar AS yang menguat sebesar 0,1%.

Dolar AS mendapatkan suntikan energi dari pernyataan Presiden The Federal Reserve New York John Williams.

"Saat saya berkaca ke belakang dan melihat ekonomi dalam kondisi yang kuat dan memiliki banyak momentum (pertumbuhan), maka kenaikan suku bunga acuan lebih lanjut pada tahun depan masih masuk akal. Waktu untuk menentukan kapan harus menyesuaikan kebijakan tentu akan kami diskusikan," jelas Williams, dikutip dari Reuters.

"Kami memperhatikan dengan seksama sisi-sisi yang mengalami perlambatan atau tanda-tanda munculnya risiko. Namun perkiraan saya adalah tetap positif," tambah Williams.

Pernyataan ini menghapus pandangan bahwa The Fed mulai dovish. Williams menegaskan bahwa stance The Fed masih cenderung hawkish, setidaknya sampai tahun depan.

Selain itu, laju rupiah juga tertekan oleh kenaikan harga minyak mentah dunia yang terus terjadi. Pada perdagangan kemarin, harga minyak WTI kontrak pengiriman Januari 2019 naik 0,57% ke level US$ 53,25/barel, sementara minyak brent kontrak pengiriman Februari 2019 menguat 0,63% ke level US$ 62,08/barel.

Kenaikan harga minyak mentah dunia yang signifikan membuat pelaku pasar khawatir bahwa defisit transaksi berjalan/current account deficit (CAD) akan kembali membengkak pada kuartal-IV 2018. Sebelumnya pada kuartal-II dan III, CAD membengkak di atas 3% dari PDB, seiring dengan besarnya defisit dagang di pos minyak dan gas.

Pelemahan rupiah ikut menyurutkan minat investor untuk masuk ke pasar saham tanah air.

TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular