
Ada Sinyal Perlambatan Ekonomi, Wall Street Babak Belur
Prima Wirayani, CNBC Indonesia
05 December 2018 06:27

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks-indeks acuan Wall Street turun dalam pada perdagangan hari Selasa (4/12/2018) dan mencatatkan kejatuhan terbesar sejak aksi jual di Oktober karena investor mencemaskan kondisi pasar obligasi yang mengisyaratkan kemungkinan terjadinya perlambatan ekonomi.
Kekhawatiran yang masih menyelimuti pasar terkait hubungan dagang Amerika Serikat (AS) dan China juga melemahkan Wall Street.
Dow Jones Industrial Average anjlok 3,1% ke posisi 25027,07, S&P 500 rontok 3,24% menjadi 2.700,06, sementara Nasdaq Composite terjun bebas 3,8% ke level 7.158,43.
Yield obligasi negara AS bertenor tiga tahun melewati yield obligasi lima tahun hari Senin. Ini berarti apa yang disebut inverted yield terjadi dan biasanya memberi tanda akan terjadinya resesi walaupun seringkali perlambatan ekonomi yang diperkirakan baru akan terjadi bertahun-tahun kemudian.
Tetap saja banyak pelaku pasar yang percaya inverted yield baru resmi terjadi bila yield obligasi bertenor dua tahun lebih tinggi dibandingkan 10 tahun, dan hal ini belum terjadi saat ini.
Saham-saham bank menjadi korban pergerakan yield obligasi ini karena investor cemas margin pinjaman sektor ini akan terpukul. Saham JPMorgan Chase, Citigroup, dan Bank of America semuanya anjlok lebih dari 4%, CNBC International melaporkan.
Volume perdagangan hari Selasa juga lebih tinggi daripada biasanya. Lebih dari 159 juta saham SPDR S&P 500 ETF trust berpindah tangan dibandingkan rata-rata volume 30 hari sebesar 110,5 juta. Hal ini terjadi sebab pasar saham AS akan libur hari Rabu untuk menghormati pemakaman mantan Presiden George HW Bush yang meninggal Jumat pekan lalu.
Selain itu, keraguan investor akan perdamaian AS-China juga menghantui pasar.
Pemimpin kedua negara telah sepakat untukĀ menahan pengenaan bea impor baru selama 90 hari sejak 1 Januari agar perundingan perdagangan lebih lanjut dapat dilakukan Namun, perbedaan terkait kapan gencatan senjata itu dimulai telah membuat pasar kebingungan.
Penasihat ekonomi Gedung Putih, Larry Kudlow, mengatakan gencatan senjata itu dimulai 1 Januari namun Gedung Putih kemudian mengeluarkan pernyataan koreksi yang mengatakan perdamaian selama 90 hari itu dimulai 1 Desember.
Presiden AS Donald Trump juga memperkeruh suasana dengan berkicau kesepakatan perdagangan kedua negara akan diselesaikan bila memungkinkan.
"Namun jika ini tidak mungkin, ingat... saya adalah seorang manusian bea masuk [Tariff man]," tulisnya.
(prm) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?
Kekhawatiran yang masih menyelimuti pasar terkait hubungan dagang Amerika Serikat (AS) dan China juga melemahkan Wall Street.
Dow Jones Industrial Average anjlok 3,1% ke posisi 25027,07, S&P 500 rontok 3,24% menjadi 2.700,06, sementara Nasdaq Composite terjun bebas 3,8% ke level 7.158,43.
Tetap saja banyak pelaku pasar yang percaya inverted yield baru resmi terjadi bila yield obligasi bertenor dua tahun lebih tinggi dibandingkan 10 tahun, dan hal ini belum terjadi saat ini.
Saham-saham bank menjadi korban pergerakan yield obligasi ini karena investor cemas margin pinjaman sektor ini akan terpukul. Saham JPMorgan Chase, Citigroup, dan Bank of America semuanya anjlok lebih dari 4%, CNBC International melaporkan.
Volume perdagangan hari Selasa juga lebih tinggi daripada biasanya. Lebih dari 159 juta saham SPDR S&P 500 ETF trust berpindah tangan dibandingkan rata-rata volume 30 hari sebesar 110,5 juta. Hal ini terjadi sebab pasar saham AS akan libur hari Rabu untuk menghormati pemakaman mantan Presiden George HW Bush yang meninggal Jumat pekan lalu.
Selain itu, keraguan investor akan perdamaian AS-China juga menghantui pasar.
Pemimpin kedua negara telah sepakat untukĀ menahan pengenaan bea impor baru selama 90 hari sejak 1 Januari agar perundingan perdagangan lebih lanjut dapat dilakukan Namun, perbedaan terkait kapan gencatan senjata itu dimulai telah membuat pasar kebingungan.
Penasihat ekonomi Gedung Putih, Larry Kudlow, mengatakan gencatan senjata itu dimulai 1 Januari namun Gedung Putih kemudian mengeluarkan pernyataan koreksi yang mengatakan perdamaian selama 90 hari itu dimulai 1 Desember.
Presiden AS Donald Trump juga memperkeruh suasana dengan berkicau kesepakatan perdagangan kedua negara akan diselesaikan bila memungkinkan.
"Namun jika ini tidak mungkin, ingat... saya adalah seorang manusian bea masuk [Tariff man]," tulisnya.
(prm) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?
Most Popular