
Kalau Pasar India Sudah Buka, Entah Bagaimana Nasib Rupiah
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
04 December 2018 09:36

Jakarta, CNBC Indonesia - Sentimen negatif mengepung rupiah sehingga tidak berdaya di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Faktor domestik maupun eksternal sepertinya malah menjadi beban bagi mata uang Tanah Air.
Pada Selasa (4/12/2018) pukul 09:24 WIB, US$ 1 ditransaksikan Rp 14.285 di pasar spot. Rupiah melemah 0,35% dibandingkan posisi penutupan hari sebelumnya.
Dari dalam negeri, ada kemungkinan investor mulai merealisasikan keuntungan dari tren penguatan rupiah yang sudah berlangsung selama sebulan terakhir. Sejak 30 Oktober sampai kemarin, rupiah sudah menguat 6,48%.
Angka tersebut tentu sangat menarik bagi sebagian investor untuk melakukan profit taking. Bayangkan ketika investor asing masuk ke pasar valas Indonesia saat rupiah dibanderol Rp 15.200/US$. Kini saat rupiah di kisaran Rp 14.200/US$, keuntungan yang didapat tentu berlipat saat uang itu dikonversi kembali ke dolar AS.
Sementara dari sisi eksternal, perkembangan di pasar obligasi AS memantik kekhawatiran pelaku pasar. Imbal hasil (yield) obligasi pemerintahan Presiden Donald Trump untuk tenor 2 tahun pada pukul 09:22 WIB berada di 2,8109% dan tenor 3 tahun adalah 2,8163%. Lebih tinggi ketimbang tenor 5 tahun yang sebesar 2,804%. Kejadian ini merupakan kali pertama dalam 10 tahun terakhir.
Yield tenor pendek lebih tinggi dibandingkan tenor panjang sering disebut inverted. Inverted yield sering kali menjadi indikator bahwa dalam waktu dekat akan ada tekanan yang besar di pasar keuangan, sebab investor meminta 'jaminan' lebih tinggi untuk memegang obligasi jangka pendek. Artinya, risiko dalam jangka pendek lebih besar ketimbang jangka panjang.
Risiko tersebut dicerna oleh pasar sebagai sentimen negatif yang signifikan. Arus modal pun kembali berdatangkan ke instrumen aman (safe haven) yaitu dolar AS. Dalam situasi yang penuh ketidakpastian, memegang dolar AS memang keputusan terbaik.
Sentimen eksternal itu juga yang kemungkinan membuat dolar AS mampu menguat terhadap sejumlah mata uang Asia. Selain rupiah, mata uang Benua Kuning lainnya yang melemah di hadapan greenback adalah rupee India, won Korea Selatan, peso Filipina, dan dolar Taiwan.
Koreksi 0,35% membuat rupiah masih bertengger di urutan kedua terbawah klasemen mata uang Asia. Rupiah hanya lebih baik ketimbang rupee India, itu pun dengan catatan pasar keuangan Negeri Bollywood belum dibuka sehingga masih mencerminkan posisi kemarin. Jika rupee sudah diperdagangkan, maka entah apa jadinya nasib rupiah nanti.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 09:27 WIB:
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Pada Selasa (4/12/2018) pukul 09:24 WIB, US$ 1 ditransaksikan Rp 14.285 di pasar spot. Rupiah melemah 0,35% dibandingkan posisi penutupan hari sebelumnya.
Dari dalam negeri, ada kemungkinan investor mulai merealisasikan keuntungan dari tren penguatan rupiah yang sudah berlangsung selama sebulan terakhir. Sejak 30 Oktober sampai kemarin, rupiah sudah menguat 6,48%.
Angka tersebut tentu sangat menarik bagi sebagian investor untuk melakukan profit taking. Bayangkan ketika investor asing masuk ke pasar valas Indonesia saat rupiah dibanderol Rp 15.200/US$. Kini saat rupiah di kisaran Rp 14.200/US$, keuntungan yang didapat tentu berlipat saat uang itu dikonversi kembali ke dolar AS.
Sementara dari sisi eksternal, perkembangan di pasar obligasi AS memantik kekhawatiran pelaku pasar. Imbal hasil (yield) obligasi pemerintahan Presiden Donald Trump untuk tenor 2 tahun pada pukul 09:22 WIB berada di 2,8109% dan tenor 3 tahun adalah 2,8163%. Lebih tinggi ketimbang tenor 5 tahun yang sebesar 2,804%. Kejadian ini merupakan kali pertama dalam 10 tahun terakhir.
Yield tenor pendek lebih tinggi dibandingkan tenor panjang sering disebut inverted. Inverted yield sering kali menjadi indikator bahwa dalam waktu dekat akan ada tekanan yang besar di pasar keuangan, sebab investor meminta 'jaminan' lebih tinggi untuk memegang obligasi jangka pendek. Artinya, risiko dalam jangka pendek lebih besar ketimbang jangka panjang.
Risiko tersebut dicerna oleh pasar sebagai sentimen negatif yang signifikan. Arus modal pun kembali berdatangkan ke instrumen aman (safe haven) yaitu dolar AS. Dalam situasi yang penuh ketidakpastian, memegang dolar AS memang keputusan terbaik.
Sentimen eksternal itu juga yang kemungkinan membuat dolar AS mampu menguat terhadap sejumlah mata uang Asia. Selain rupiah, mata uang Benua Kuning lainnya yang melemah di hadapan greenback adalah rupee India, won Korea Selatan, peso Filipina, dan dolar Taiwan.
Koreksi 0,35% membuat rupiah masih bertengger di urutan kedua terbawah klasemen mata uang Asia. Rupiah hanya lebih baik ketimbang rupee India, itu pun dengan catatan pasar keuangan Negeri Bollywood belum dibuka sehingga masih mencerminkan posisi kemarin. Jika rupee sudah diperdagangkan, maka entah apa jadinya nasib rupiah nanti.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 09:27 WIB:
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular