
Mulai dari Jokowi Hingga Gubernur The Fed Bawa IHSG ke 6.100
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
29 November 2018 16:56

Jakarta, CNBC Indonesia - Performa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada hari ini patut diacungi jempol. Sepanjang hari, IHSG terus menjadi indeks saham dengan performa paling oke di kawasan Asia.
Per akhir sesi 2, IHSG ditutup melesat 1,93% ke level 6.107,17. Capaian ini menandai kali pertama sejak 6 Agustus silam IHSG mampu ditutup di atas level 6.100. Sementara itu, mayoritas bursa saham kawasan Asia lainnya juga menguat, namun tak ada yang bisa mengalahkan IHSG.
Berikut pergerakan bursa saham kawasan Asia hingga pukul 16:00 WIB.
Ada 2 sentimen utama yang memotori penguatan bursa saham Benua Kuning pada hari ini. Pertama, optimisme terkait kesepakatan dagang antara AS dengan China. Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow menyatakan bahwa ada kemungkinan Washington dan Beijing akan mencapai kesepakatan yang signifikan kala Presiden AS Donald Trump bertemu Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G-20 pada akhir bulan ini.
"Ada kemungkinan yang cukup besar kami akan mencapai kesepakatan. Beliau (Trump) terbuka untuk itu," kata Kudlow, mengutip Reuters.
Sebelumnya, Trump sempat mengatakan bahwa dirinya sudah bersiap-siap untuk mengenakan bea masuk baru bagi US$ 267 miliar produk China lainnya jika pertemuan dengan Presiden Xi tak membuahkan kesepakatan, seperti dikutip dari Bloomberg yang melansir publikasi Wall Street Journal. Menurut Trump, besaran bea masuknya bisa 10% atau 25%.
Komentar Kudlow lantas menebar optimisme bahwa peluang tercapainya kesepakatan dagang masih ada.
Apalagi, pernyataan Kudlow seakan disambut oleh kubu China. Presiden Xi menyatakan bahwa China siap untuk lebih membuka diri terhadap perekonomian global, sesuatu yang selama ini menjadi tuntutan Trump.
"China akan terus berupaya untuk membuka diri, bahkan lebih dari apa yang dilakukan sekarang. China akan membuka akses kepada pasar, investasi, dan perlindungan terhadap kekayaan intelektual," tegas Xi di depan parlemen Negeri Tirai Bambu, dikutip dari Reuters.
Kedua, pernyataan dovish dari Gubernur The Federal Reserve Jerome Powell. Powell menyebut bahwa suku bunga acuan sudah sangat dekat dengan posisi netral, yaitu tidak mendukung pertumbuhan ekonomi maupun mengeremnya. Komentar ini jauh berubah dibandingkan pada awal Oktober, di mana Powell mengatakan suku bunga acuan masih jauh dari netral.
"Suku bunga acuan masih rendah berdasarkan standar historis, dan berada sedikit di bawah rentang estimasi yang netral," ucap Powell, mengutip Reuters.
Pernyataan Powell diartikan sebagai sinyal bahwa The Fed mungkin akan mengurangi kadar kenaikan suku bunga acuan. Sebagai informasi, The Fed memproyeksikan akan ada sekali lagi kenaikan suku bunga acuan pada tahun ini, yakni pada bulan Desember. Untuk tahun depan, normalisasi diproyeksikan sebanyak 3 kali.
Kala perang dagang dengan China masih berkecamuk, normalisasi yang tak kelewat agresif memang merupakan pilihan terbaik bagi perekonomian AS dan dunia.
Per akhir sesi 2, IHSG ditutup melesat 1,93% ke level 6.107,17. Capaian ini menandai kali pertama sejak 6 Agustus silam IHSG mampu ditutup di atas level 6.100. Sementara itu, mayoritas bursa saham kawasan Asia lainnya juga menguat, namun tak ada yang bisa mengalahkan IHSG.
Berikut pergerakan bursa saham kawasan Asia hingga pukul 16:00 WIB.
Ada 2 sentimen utama yang memotori penguatan bursa saham Benua Kuning pada hari ini. Pertama, optimisme terkait kesepakatan dagang antara AS dengan China. Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow menyatakan bahwa ada kemungkinan Washington dan Beijing akan mencapai kesepakatan yang signifikan kala Presiden AS Donald Trump bertemu Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G-20 pada akhir bulan ini.
"Ada kemungkinan yang cukup besar kami akan mencapai kesepakatan. Beliau (Trump) terbuka untuk itu," kata Kudlow, mengutip Reuters.
Sebelumnya, Trump sempat mengatakan bahwa dirinya sudah bersiap-siap untuk mengenakan bea masuk baru bagi US$ 267 miliar produk China lainnya jika pertemuan dengan Presiden Xi tak membuahkan kesepakatan, seperti dikutip dari Bloomberg yang melansir publikasi Wall Street Journal. Menurut Trump, besaran bea masuknya bisa 10% atau 25%.
Komentar Kudlow lantas menebar optimisme bahwa peluang tercapainya kesepakatan dagang masih ada.
Apalagi, pernyataan Kudlow seakan disambut oleh kubu China. Presiden Xi menyatakan bahwa China siap untuk lebih membuka diri terhadap perekonomian global, sesuatu yang selama ini menjadi tuntutan Trump.
"China akan terus berupaya untuk membuka diri, bahkan lebih dari apa yang dilakukan sekarang. China akan membuka akses kepada pasar, investasi, dan perlindungan terhadap kekayaan intelektual," tegas Xi di depan parlemen Negeri Tirai Bambu, dikutip dari Reuters.
Kedua, pernyataan dovish dari Gubernur The Federal Reserve Jerome Powell. Powell menyebut bahwa suku bunga acuan sudah sangat dekat dengan posisi netral, yaitu tidak mendukung pertumbuhan ekonomi maupun mengeremnya. Komentar ini jauh berubah dibandingkan pada awal Oktober, di mana Powell mengatakan suku bunga acuan masih jauh dari netral.
"Suku bunga acuan masih rendah berdasarkan standar historis, dan berada sedikit di bawah rentang estimasi yang netral," ucap Powell, mengutip Reuters.
Pernyataan Powell diartikan sebagai sinyal bahwa The Fed mungkin akan mengurangi kadar kenaikan suku bunga acuan. Sebagai informasi, The Fed memproyeksikan akan ada sekali lagi kenaikan suku bunga acuan pada tahun ini, yakni pada bulan Desember. Untuk tahun depan, normalisasi diproyeksikan sebanyak 3 kali.
Kala perang dagang dengan China masih berkecamuk, normalisasi yang tak kelewat agresif memang merupakan pilihan terbaik bagi perekonomian AS dan dunia.
Next Page
Sektor Jasa Keuangan Pimpin Laju IHSG
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular