Melesat 1,47%, IHSG Masih Kokoh di Puncak Klasemen

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
29 November 2018 12:45
Melesat 1,47%, IHSG Masih Kokoh di Puncak Klasemen
Foto: Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 1,47% pada akhir sesi I ke level 6.079,18. Posisi ini jauh lebih tinggi dibandingkan posisi saat pembukaan perdagangan di level 6.030,74 (+0,66%) dibandingkan posisi penutupan hari Rabu, 28/11/2018).

Pergerakan IHSG senada dengan indeks saham lainnya di kawasan Asia yang juga menghijau. Tapi tetap saja, penguatan IHSG masih merupakan yang terbaik. IHSG sudah menempati posisi puncak klasemen sejak pagi hari tadi.

Indeks Nikkei naik 0,63% hingga siang hari, indeks Shanghai naik 0,28%, indeks Strait Times naik 0,82%, indeks Kospi naik 0,45%, indeks KLCI (Malaysia) naik 0,88%, indeks PSEi (Filipina) naik 1,22%, indeks SET (Thailand) naik 0,51%, dan indeks Nifty 50 (India) naik 0,79%.

Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 5,2 triliun dengan volume sebanyak 5,6 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 299.068 kali.

Ada 2 sentimen utama yang memotori penguatan bursa saham Benua Kuning pada hari ini. Pertama, optimisme terkait kesepakatan dagang antara AS dengan China. Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow menyatakan bahwa ada kemungkinan Washington dan Beijing akan mencapai kesepakatan yang signifikan kala Presiden AS Donald Trump bertemu Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G-20 pada akhir bulan ini.

"Ada kemungkinan yang cukup besar kami akan mencapai kesepakatan. Beliau (Trump) terbuka untuk itu," kata Kudlow, mengutip Reuters.

Sebelumnya, Trump sempat mengatakan bahwa dirinya sudah bersiap-siap untuk mengenakan bea masuk baru bagi US$ 267 miliar produk China lainnya jika pertemuan dengan Presiden Xi tak membuahkan kesepakatan, seperti dikutip dari Bloomberg yang melansir publikasi Wall Street Journal. Menurut Trump, besaran bea masuknya bisa 10% atau 25%.

Komentar Kudlow lantas menebar optimisme bahwa peluang tercapainya kesepakatan dagang masih ada.

Apalagi, pernyataan Kudlow seakan disambut oleh kubu China. Presiden Xi menyatakan bahwa China siap untuk lebih membuka diri terhadap perekonomian global, sesuatu yang selama ini menjadi tuntutan Trump.

"China akan terus berupaya untuk membuka diri, bahkan lebih dari apa yang dilakukan sekarang. China akan membuka akses kepada pasar, investasi, dan perlindungan terhadap kekayaan intelektual," tegas Xi di depan parlemen Negeri Tirai Bambu, dikutip dari Reuters.

Kedua, pernyataan dovish dari Gubernur The Federal Reserve Jerome Powell. Powell menyebut bahwa suku bunga acuan sudah sangat dekat dengan posisi netral, yaitu tidak mendukung pertumbuhan ekonomi maupun mengeremnya. Komentar ini jauh berubah dibandingkan pada awal Oktober, di mana Powell mengatakan suku bunga acuan masih jauh dari netral.

"Suku bunga acuan masih rendah berdasarkan standar historis, dan berada sedikit di bawah rentang estimasi yang netral," ucap Powell, mengutip Reuters.

Pernyataan Powell diartikan sebagai sinyal bahwa The Fed mungkin akan mengurangi kadar kenaikan suku bunga acuan. Sebagai informasi, The Fed memproyeksikan akan ada sekali lagi kenaikan suku bunga acuan pada tahun ini, yakni pada bulan Desember. Untuk tahun depan, normalisasi diproyeksikan sebanyak 3 kali.

Kala perang dagang dengan China masih berkecamuk, normalisasi yang tak kelewat agresif memang merupakan pilihan terbaik bagi perekonomian AS dan dunia.
Saham-saham bank BUKU IV menjadi primadona pada perdagangan hari ini: PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) naik 3,8%, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) naik 2,03%, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) naik 1,64%, dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) naik 0,79%.

Seiring dengan aksi beli atas saham-saham bank BUKU IV, indeks sektor jasa keuangan menguat sebesar 1,35%, menjadikannya sektor dengan kontribusi terbesar bagi penguatan IHSG.

Saham-saham perbankan erat kaitannya dengan pergerakan nilai tukar rupiah. Kala rupiah melemah secara signifikan seperti yang terjadi sepanjang tahun ini, ada kekhawatiran bahwa pelunasan kredit-kredit berdenominasi mata uang asing akan menjadi terganggu.

Kemudian, pelemahan rupiah akan menghantam laju perekonomian tanah air, sehingga penyaluran kredit pun menjadi terhambat.

Pada perdagangan hari ini, rupiah menguat dengan begitu signifikan di pasar spot yakni sebesar 1,27% ke level 14.340/dolar AS. Lantas, kekhawatiran yang disebutkan di atas menjadi sirna, setidaknya untuk saat ini.

Rupiah berhasil memanfaatkan momentum yang datang dari pernyataan dovish Jerome Powell. Hingga siang hari, indeks dolar AS yang mencerminkan pergerakan greenback terhadap mata uang utama dunia lainnya melemah sebesar 0,11%. Dengan adanya harapan bahwa The Fed tak akan kelewat agresif dalam melakukan normalisasi, praktis pelaku pasar melepas dolar AS dan beralih ke pelukan mata uang Garuda.

Lebih lanjut, suntikan energi bagi rupiah datang dari anjloknya harga minyak mentah dunia. Pada penutupan perdagangan kemarin (28/11/2018), harga minyak jenis light sweet (WTI) kontrak pengiriman Januari 2019 anjlok sebesar 2,46% ke level US$ 50,29/barel, sementara harga minyak Brent kontrak pengiriman Januari 2019 anjlok sebesar 2,41% ke level US$ 58,76/barel.

Anjloknya harga minyak mentah dunia lantas menimbulkan persepsi bahwa defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) periode kuartal-IV 2018 akan mampu diredam. Pada 2 kuartal sebelumnya, CAD selalu menembus level 3% dari PDB.

Bengkaknya defisit neraca dagang Indonesia yang dimotori oleh defisit pada pos minyak dan gas menjadi momok bagi transaksi berjalan Indonesia. Ketika kini harga minyak terjun bebas, ada ekspektasi bahwa CAD bisa diredam.

Rupiah pun menjadi semakin menarik di mata investor sehingga aliran modal deras mengalir ke mata uang Garuda. Per akhir sesi 1, investor asing membukukan beli bersih senilai Rp 549,8 miliar di pasar saham. Aksi beli investor asing terkonsentrasi pada saham-saham bank BUKU IV. Dari 5 besar saham yang dikoleksi investor asing, 4 diantaranya merupakan saham-saham bank BUKU IV.

BBRI dikoleksi senilai Rp 95,2 miliar, BBCA dikoleksi Rp 82 miliar, BBNI dikoleksi Rp 78 miliar, dan BMRI dikoleksi Rp 66,9 miliar.

Selain karena penguatan rupiah, saham-saham bank-bank BUKU IV diburu investor asing seiring dengan prospeknya yang cukup menarik. Melansir Reuters, penyaluran kredit bank komersial tumbuh sebesar 13,35% YoY pada Oktober 2018, naik dari capaian periode September 2018 yang sebesar 12,69% YoY. Capaian ini merupakan yang terkencang sejak Agustus 2014 silam atau lebih dari 4 tahun.

Pada bulan November dan Desember, penyaluran kredit masih bisa dipacu untuk tumbuh lebih kencang lagi. Pasalnya, ekonomi Indonesia memang biasanya ‘panas’ pada kuartal terakhir, seiring dengan digenjotnya penyerapan anggaran belanja negara dan musim liburan.

Apalagi, Bank Indonesia (BI) sudah memberikan relaksasi terkait aturan Giro Wajib Minimum (GWM) averaging. Sebelumnya, besaran GWM averaging ditetapkan sebesar 2%. Kini, besarannya dilonggarkan menjadi 3%.

GWM averaging merupakan bagian dari GWM primer yang sebesar 6,5% dari Dana Pihak Ketiga (DPK). Perlu diketahui bahwa GWM averaging tak perlu dipenuhi secara harian sehingga memberikan ruang bagi bank untuk menyesuaikan dengan kondisi likuiditasnya.

"Itu demikian dari 6,5% (GWM primer), semula 2% (GWM averaging) tidak perlu dipenuhi hari per hari, sekarang jadi 3%. Dengan demikian, ini meningkatkan fleksibilitas dari manajemen likuiditas," papar Gubernur BI Perry Warjiyo, Kamis (15/11/2018).

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular