Investor Asing Borong Saham Bank Rp 258,9 M, Ini Sebabnya

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
29 November 2018 11:13
Rupiah Menguat Lebih dari 1%!
Foto: Deputy Regional Head BNI Tokyo, Made Sukajaya (kiri) berbincang dengan General Manager BNI Cabang Tokyo, Ario Bimo (kanan) saat mengunjungi kantor BNI cabang Tokyo, Jepang (Ist)
Saham-saham perbankan erat kaitannya dengan pergerakan nilai tukar rupiah. Kala rupiah melemah secara signifikan seperti yang terjadi sepanjang tahun ini, ada kekhawatiran bahwa pelunasan kredit-kredit berdenominasi mata uang asing akan menjadi terganggu.

Kemudian, pelemahan rupiah akan menghantam laju perekonomian tanah air, sehingga penyaluran kredit pun menjadi terhambat.

Pada perdagangan hari ini, rupiah menguat dengan begitu signifikan di pasar spot yakni sebesar 1,27% ke level 14.340/dolar AS. Lantas, kekhawatiran yang disebutkan di atas menjadi sirna, setidaknya untuk saat ini.

Rupiah berhasil memanfaatkan momentum yang datang dari pernyataan dovish Gubernur The Federal Reserve Jerome Powell. Powell menyebut bahwa suku bunga acuan sudah sangat dekat dengan posisi netral, yaitu tidak mendukung pertumbuhan ekonomi maupun mengeremnya. Komentar ini jauh berubah dibandingkan pada awal Oktober, di mana Powell mengatakan suku bunga acuan masih jauh dari netral.

"Suku bunga acuan masih rendah berdasarkan standar historis, dan berada sedikit di bawah rentang estimasi yang netral," ucap Powell, mengutip Reuters.

Pernyataan Powell diartikan sebagai sinyal bahwa The Fed mungkin akan mengurangi kadar kenaikan suku bunga acuan. Sebagai informasi, The Fed memproyeksikan akan ada sekali lagi kenaikan suku bunga acuan pada tahun ini, yakni pada bulan Desember. Untuk tahun depan, normalisasi diproyeksikan sebanyak 3 kali.

Dengan adanya harapan bahwa The Fed tak akan kelewat agresif dalam melakukan normalisasi, praktis pelaku pasar melepas dolar AS dan beralih ke pelukan mata uang Garuda.

Lebih lanjut, suntikan energi bagi rupiah datang dari anjloknya harga minyak mentah dunia. Pada penutupan perdagangan kemarin (28/11/2018), harga minyak jenis light sweet (WTI) kontrak pengiriman Januari 2019 anjlok sebesar 2,46% ke level US$ 50,29/barel, sementara harga minyak Brent kontrak pengiriman Januari 2019 anjlok sebesar 2,41% ke level US$ 58,76/barel.

Anjloknya harga minyak mentah dunia lantas menimbulkan persepsi bahwa defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) periode kuartal-IV 2018 akan mampu diredam. Pada 2 kuartal sebelumnya, CAD selalu menembus level 3% dari PDB.

Bengkaknya defisit neraca dagang Indonesia yang dimotori oleh defisit pada pos minyak dan gas menjadi momok bagi transaksi berjalan Indonesia. Ketika kini harga minyak terjun bebas, ada ekspektasi bahwa CAD bisa diredam.

Rupiah pun menjadi semakin menarik di mata investor sehingga aliran modal deras mengalir ke mata uang Garuda. (ank/hps)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular