
Investor Asing Borong Saham Bank Rp 258,9 M, Ini Sebabnya
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
29 November 2018 11:13

Jakarta, CNBC Indonesia - Investor asing tak mau berlama-lama untuk masuk ke pasar saham tanah air. Hingga 1 jam 40 menit perdagangan berlalu, investor asing sudah membukukan beli bersih sebesar Rp 448,7 miliar.
Aksi beli investor asing terkonsentrasi pada saham-saham bank BUKU IV. Dari 5 besar saham yang dikoleksi investor asing, 4 diantaranya merupakan saham-saham bank BUKU IV. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dikoleksi senilai Rp 77,3 miliar, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dikoleksi Rp 73,9 miliar, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dikoleksi Rp 64,2 miliar, dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dikoleksi Rp 43,5 miliar.
Jika ditotal, beli bersih investor asing atas keempat saham tersebut mencapai Rp 258,9 miliar atau setara dengan 57,7% dari total beli bersih mereka di pasar saham.
Harga saham BBRI menguat 1,64%, BMRI menguat 2,36%, BBNI menguat 4,09%, dan BBCA menguat 0,98%.
Sejumlah sentimen memang mendukung bagi investor untuk mengoleksi saham-saham bank BUKU IV. Pertama, adanya otimisme terkait kesepakatan dagang antara AS dengan China. Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow menyatakan bahwa ada kemungkinan Washington dan Beijing akan mencapai kesepakatan yang signifikan kala Presiden AS Donald Trump bertemu Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G-20 pada akhir bulan ini.
"Ada kemungkinan yang cukup besar kami akan mencapai kesepakatan. Beliau (Trump) terbuka untuk itu," kata Kudlow, mengutip Reuters.
Sebelumnya, Trump sempat mengatakan bahwa dirinya sudah bersiap-siap untuk mengenakan bea masuk baru bagi US$ 267 miliar produk China lainnya jika pertemuan dengan Xi Jingping tak membuahkan kesepakatan, seperti dikutip dari Bloomberg yang melansir publikasi Wall Street Journal. Menurut Trump, besaran bea masuknya bisa 10% atau 25%.
Komentar Kudlow lantas menebar optimisme bahwa peluang tercapainya kesepakatan dagang masih ada.
Sejauh ini, perang dagang yang berkecamuk antar kedua negara terlihat sudah menyakiti perekonomian masing-masing. Belum lama ini, laba dari perusahaan-perusahaan industri di China diumumkan tumbuh sebesar 13,6% YoY selama 10 bulan pertama tahun ini, turun dari capaian hingga September 2018 yang sebesar 14,7% YoY, seperti dikutip dari Trading Economics.
Kemudian di AS, pembacaan awal untuk data Manufacturing PMI periode November 2018 versi Markit diumumkan sebesar 55,4, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 55,8, seperti dikutip dari Forex Factory.
Jika kedua negara pada akhirnya bisa menyelesaikan konflik dagang yang selama ini terjadi, maka laju perekonomian dunia bisa semakin didorong ke atas.
Aksi beli investor asing terkonsentrasi pada saham-saham bank BUKU IV. Dari 5 besar saham yang dikoleksi investor asing, 4 diantaranya merupakan saham-saham bank BUKU IV. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dikoleksi senilai Rp 77,3 miliar, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dikoleksi Rp 73,9 miliar, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dikoleksi Rp 64,2 miliar, dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dikoleksi Rp 43,5 miliar.
Jika ditotal, beli bersih investor asing atas keempat saham tersebut mencapai Rp 258,9 miliar atau setara dengan 57,7% dari total beli bersih mereka di pasar saham.
Sejumlah sentimen memang mendukung bagi investor untuk mengoleksi saham-saham bank BUKU IV. Pertama, adanya otimisme terkait kesepakatan dagang antara AS dengan China. Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow menyatakan bahwa ada kemungkinan Washington dan Beijing akan mencapai kesepakatan yang signifikan kala Presiden AS Donald Trump bertemu Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G-20 pada akhir bulan ini.
"Ada kemungkinan yang cukup besar kami akan mencapai kesepakatan. Beliau (Trump) terbuka untuk itu," kata Kudlow, mengutip Reuters.
Sebelumnya, Trump sempat mengatakan bahwa dirinya sudah bersiap-siap untuk mengenakan bea masuk baru bagi US$ 267 miliar produk China lainnya jika pertemuan dengan Xi Jingping tak membuahkan kesepakatan, seperti dikutip dari Bloomberg yang melansir publikasi Wall Street Journal. Menurut Trump, besaran bea masuknya bisa 10% atau 25%.
Komentar Kudlow lantas menebar optimisme bahwa peluang tercapainya kesepakatan dagang masih ada.
Sejauh ini, perang dagang yang berkecamuk antar kedua negara terlihat sudah menyakiti perekonomian masing-masing. Belum lama ini, laba dari perusahaan-perusahaan industri di China diumumkan tumbuh sebesar 13,6% YoY selama 10 bulan pertama tahun ini, turun dari capaian hingga September 2018 yang sebesar 14,7% YoY, seperti dikutip dari Trading Economics.
Kemudian di AS, pembacaan awal untuk data Manufacturing PMI periode November 2018 versi Markit diumumkan sebesar 55,4, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 55,8, seperti dikutip dari Forex Factory.
Jika kedua negara pada akhirnya bisa menyelesaikan konflik dagang yang selama ini terjadi, maka laju perekonomian dunia bisa semakin didorong ke atas.
Next Page
Rupiah Menguat Lebih dari 1%!
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular