
Internasional
Morgan Stanley: Pelemahan AS & Pemilu Bisa Tahan Pemulihan RI
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
27 November 2018 18:25

Jakarta, CNBC Indonesia - Morgan Stanley telah menaikkan proyeksinya untuk saham-saham di berbagai negara berkembang. Namun, bank ini memperingatkan bahwa Amerika Serikat (AS) yang lebih lemah masih bisa membatasi potensi kebangkitan untuk beberapa pasar negara berkembang.
"Pasar negara berkembang, baik dari segi ukuran dan waktu, mengalami koreksi yang cukup signifikan. Dan kami merasa bahwa kondisi saat ini secara luas mulai terjadi, yang mana akan mengharuskan pasar-pasar ini untuk mulai bekerja lebih baik, terutama relatif terhadap AS," kata Gokul Laroia, wakil kepala ekuitas global dan co-CEO Morgan Stanley untuk Asia Pasifik, kepada "Squawk Box" CNBC, Selasa (27/11/2018).
"Apa yang saya tidak sepenuhnya yakin adalah apakah kita melihat keunggulan yang absolut dalam konteks AS yang menurun, yang belum pernah benar-benar terjadi berkali-kali sebelumnya dan tidak jelas bagi saya bahwa itu dapat terjadi," tambahnya.
Dalam laporannya yang dirilis hari Minggu, Morgan Stanley meningkatkan predikat saham di negara berkembang dari "underweight" menjadi "overweight" untuk tahun 2019.
Bank investasi itu mengatakan mereka memproyeksikan saham di pasar negara berkembang akan berkinerja lebih baik dibandingkan rekan-rekan Amerika mereka. Itu adalah titik balik untuk pasar negara berkembang, yang telah jatuh tahun ini karena lonjakan yield obligasi negara AS, penguatan dolar, dan penyeimbangan neraca bank sentral Federal Reserve.
Laroia mengatakan banyak uang yang masuk untuk membeli aset di pasar negara berkembang berasal dari AS, dan perlambatan aktivitas ekonomi di Amerika Serikat dapat menyeret pasar tersebut.
Aliran uang masuk dan keluar dari AS bertanggung jawab atas volatilitas yang terjadi di pasar negara berkembang tahun ini.
Ketika dolar terapresiasi dan imbal hasil obligasi naik, investor menarik diri dari pasar negara berkembang dan membeli lebih banyak aset di AS. Akibatnya, Indeks MSCI Emerging Markets, yang menghitung saham di 24 ekonomi, telah turun sekitar 16% sepanjang tahun ini.
Tetapi penguatan dolar AS kemungkinan akan berakhir dan imbal hasil obligasi Negeri Paman Sam diperkirakan akan turun, menurut prediksi bank ini, dilansir dari CNBC International.
Secara relatif, kata Laroia, hal itu akan memungkinkan saham di pasar negara berkembang untuk berkinerja lebih baik dari ekuitas AS dalam pendapatan dan pertumbuhan.
Di Asia, negara-negara yang mungkin mendapat manfaat dari perkembangan tersebut adalah Thailand, Indonesia, dan India, kata Morgan Stanley.
Secara khusus, dolar AS yang lebih lemah akan membuat pembelian minyak dan pembayaran utang lebih dapat dikelola untuk Indonesia dan India, kata Laroia. Namun, pemilu mendatang di negara-negara tersebut dapat menyebabkan volatilitas, tambahnya.
"Saya pikir kita akan melihat volatilitas yang lebih besar saat kita mendekati pemilihan ini dan itu akan mulai terjadi, tentu dalam kasus untuk India, selama beberapa minggu ke depan," kata Laroia.
(prm) Next Article Morgan Stanley: Lupakan AS, Saatnya Investasi di Indonesia
"Pasar negara berkembang, baik dari segi ukuran dan waktu, mengalami koreksi yang cukup signifikan. Dan kami merasa bahwa kondisi saat ini secara luas mulai terjadi, yang mana akan mengharuskan pasar-pasar ini untuk mulai bekerja lebih baik, terutama relatif terhadap AS," kata Gokul Laroia, wakil kepala ekuitas global dan co-CEO Morgan Stanley untuk Asia Pasifik, kepada "Squawk Box" CNBC, Selasa (27/11/2018).
"Apa yang saya tidak sepenuhnya yakin adalah apakah kita melihat keunggulan yang absolut dalam konteks AS yang menurun, yang belum pernah benar-benar terjadi berkali-kali sebelumnya dan tidak jelas bagi saya bahwa itu dapat terjadi," tambahnya.
Bank investasi itu mengatakan mereka memproyeksikan saham di pasar negara berkembang akan berkinerja lebih baik dibandingkan rekan-rekan Amerika mereka. Itu adalah titik balik untuk pasar negara berkembang, yang telah jatuh tahun ini karena lonjakan yield obligasi negara AS, penguatan dolar, dan penyeimbangan neraca bank sentral Federal Reserve.
Laroia mengatakan banyak uang yang masuk untuk membeli aset di pasar negara berkembang berasal dari AS, dan perlambatan aktivitas ekonomi di Amerika Serikat dapat menyeret pasar tersebut.
![]() |
Ketika dolar terapresiasi dan imbal hasil obligasi naik, investor menarik diri dari pasar negara berkembang dan membeli lebih banyak aset di AS. Akibatnya, Indeks MSCI Emerging Markets, yang menghitung saham di 24 ekonomi, telah turun sekitar 16% sepanjang tahun ini.
Tetapi penguatan dolar AS kemungkinan akan berakhir dan imbal hasil obligasi Negeri Paman Sam diperkirakan akan turun, menurut prediksi bank ini, dilansir dari CNBC International.
Secara relatif, kata Laroia, hal itu akan memungkinkan saham di pasar negara berkembang untuk berkinerja lebih baik dari ekuitas AS dalam pendapatan dan pertumbuhan.
Di Asia, negara-negara yang mungkin mendapat manfaat dari perkembangan tersebut adalah Thailand, Indonesia, dan India, kata Morgan Stanley.
Secara khusus, dolar AS yang lebih lemah akan membuat pembelian minyak dan pembayaran utang lebih dapat dikelola untuk Indonesia dan India, kata Laroia. Namun, pemilu mendatang di negara-negara tersebut dapat menyebabkan volatilitas, tambahnya.
"Saya pikir kita akan melihat volatilitas yang lebih besar saat kita mendekati pemilihan ini dan itu akan mulai terjadi, tentu dalam kasus untuk India, selama beberapa minggu ke depan," kata Laroia.
(prm) Next Article Morgan Stanley: Lupakan AS, Saatnya Investasi di Indonesia
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular