
Malaysia Terapkan B10, Bisakah Selamatkan Harga CPO?
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
23 November 2018 13:51

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) kontrak Februari 2019 di Bursa Derivatif Malaysia terkoreksi 0,34% ke MYR 2.050/ton pada perdagangan hari ini Jumat (23/11/2018) hingga pukul 11.30 WIB, atau penutupan perdagangan sesi 1.
Dengan pergerakan itu, harga komoditas unggulan agrikultur Malaysia dan Indonesia ini memutus penguatan secara 3 hari berturut-turut sebelumnya.
Pada perdagangan akhir pekan lalu, harga CPO anjlok ke level terendahnya dalam lebih dari 3 tahun terakhir, yakni ke level MYR 1.972/ton. Namun, pada pekan ini, harga CPO mulai menunjukkan pemulihan.
Harga CPO yang sudah cukup rendah nampaknya mendorong aksi beli investor. Wajar, harga CPO sudah jatuh 8% lebih dalam sebulan ini (hingga akhir pekan lalu). Adapun di sepanjang tahun 2018, harga CPO sudah amblas 20% lebih.
Selain faktor technical rebound itu, harga CPO juga memanfaatkan kebangkitan harga minyak mentah. Pada perdagangan hari Rabu (21/11/2018), harga minyak mentah light sweet menguat 2% lebih, sedangkan harga brent menguat 1,5%.
Kenaikan harga minyak mentah memang cenderung mengatrol harga CPO yang merupakan bahan baku biofuel. Biofuel sendiri merupakan salah satu substitusi utama bagi bahan bakar minyak (BBM). Saat harga minyak dunia naik, produksi biofuel menjadi lebih ekonomis. Hal ini lantas menjadi sentimen meningkatnya permintaan CPO.
Meski demikian, di akhir pekan ini, pelaku pasar nampaknya mulai menahan aksi beli. Investor cenderung bermain aman sembari menanti data estimasi produksi minyak kelapa sawit pada periode 1-20 November 2018.
Produksi minyak kelapa sawit Malaysia dan Indonesia memang diperkirakan melambung pada dua bulan terakhir tahun ini mengikuti pola musimannya. Pelaku pasar lantas penasaran pada seberapa besar tingkat produksi akan naik. Jika angkanya terlalu berlebihan, maka stok pasti akan melambung tinggi.
Mengapa stok dipastikan melambung? Karena permintaan negara importir diperkirakan justru akan menurun pada akhir tahun.
Stok minyak kedelai di India (importir CPO terbesar dunia) sedang tinggi-tingginya, sehingga mengurangi permintaan CPO. Sedangkan, permintaan dari Eropa dan China juga berkurang karena berlangsungnya musim dingin. Sebagai catatan, minyak kelapa sawit akan memadat pada cuaca yang dingin.
Lemahnya permintaan ini ditunjukkan dari ekspor minyak kelapa sawit Malaysia yang menurun 10,9% secara bulanan (month-to-month/MtM) pada periode 1-20 November, mengutip data AmSpec Agri Malaysia. Senada dengan itu, lembaga surveyor kargo Intertek Testing Services juga melaporkan penurunan ekspor sebesar 3,2% MtM di periode yang sama.
Namun, ada sentimen positif yang sebenarnya mampu menopang harga CPO. Malaysia akan meningkatkan konten biofuel minimum pada produksi biodiesel lokal, dari semula 7% menjadi 10%. Kebijakan ini berlaku pada 1 Desember mendatang.
"Kabinet telah menyetujui penggunaan B10, dan akan diimplementasikan mulai 1 Desember. Kita juga sepakat dengan Federasi Manufaktur Malaysia bahwa sektor industri akan menggunakan B7," ujar Menteri Industri Primer Malaysia Teresa Kok, seperti dikutip dari Reuters hari ini.
Stasiun pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) di Malaysia saat ini baru menggunakan B7. Adapun, penggunaan B10 sendiri akan mulai diimplementasikan untuk digunakan di sektor transportasi secara mandatori pada Februari 2019.
Hal ini tentu akan menjadi sentimen bahwa permintaan domestik Malaysia akan meningkat, serta mengurangi stok minyak kelapa sawit di Negeri Jiran yang diekspektasikan melambung tinggi.
Sejak September lalu, Indonesia sebenarnya sudah menerapkan kebijakan yang sama, bahkan lebih agresif, yakni B20. Sejauh ini kebijakan itu belum mampu berdampak signifikan pada pergerakan harga CPO. Namun, jika nantinya dapat berjalan efektif (bersamaan dengan kebijakan B10 Malaysia), bukan tidak mungkin harga CPO akan kembali terkerek naik ke depannya.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(RHG/roy) Next Article 4 Hari Melemah, Harga CPO Mulai Naik Kembali
Dengan pergerakan itu, harga komoditas unggulan agrikultur Malaysia dan Indonesia ini memutus penguatan secara 3 hari berturut-turut sebelumnya.
Harga CPO yang sudah cukup rendah nampaknya mendorong aksi beli investor. Wajar, harga CPO sudah jatuh 8% lebih dalam sebulan ini (hingga akhir pekan lalu). Adapun di sepanjang tahun 2018, harga CPO sudah amblas 20% lebih.
Selain faktor technical rebound itu, harga CPO juga memanfaatkan kebangkitan harga minyak mentah. Pada perdagangan hari Rabu (21/11/2018), harga minyak mentah light sweet menguat 2% lebih, sedangkan harga brent menguat 1,5%.
Kenaikan harga minyak mentah memang cenderung mengatrol harga CPO yang merupakan bahan baku biofuel. Biofuel sendiri merupakan salah satu substitusi utama bagi bahan bakar minyak (BBM). Saat harga minyak dunia naik, produksi biofuel menjadi lebih ekonomis. Hal ini lantas menjadi sentimen meningkatnya permintaan CPO.
Meski demikian, di akhir pekan ini, pelaku pasar nampaknya mulai menahan aksi beli. Investor cenderung bermain aman sembari menanti data estimasi produksi minyak kelapa sawit pada periode 1-20 November 2018.
Produksi minyak kelapa sawit Malaysia dan Indonesia memang diperkirakan melambung pada dua bulan terakhir tahun ini mengikuti pola musimannya. Pelaku pasar lantas penasaran pada seberapa besar tingkat produksi akan naik. Jika angkanya terlalu berlebihan, maka stok pasti akan melambung tinggi.
Mengapa stok dipastikan melambung? Karena permintaan negara importir diperkirakan justru akan menurun pada akhir tahun.
Stok minyak kedelai di India (importir CPO terbesar dunia) sedang tinggi-tingginya, sehingga mengurangi permintaan CPO. Sedangkan, permintaan dari Eropa dan China juga berkurang karena berlangsungnya musim dingin. Sebagai catatan, minyak kelapa sawit akan memadat pada cuaca yang dingin.
Lemahnya permintaan ini ditunjukkan dari ekspor minyak kelapa sawit Malaysia yang menurun 10,9% secara bulanan (month-to-month/MtM) pada periode 1-20 November, mengutip data AmSpec Agri Malaysia. Senada dengan itu, lembaga surveyor kargo Intertek Testing Services juga melaporkan penurunan ekspor sebesar 3,2% MtM di periode yang sama.
Namun, ada sentimen positif yang sebenarnya mampu menopang harga CPO. Malaysia akan meningkatkan konten biofuel minimum pada produksi biodiesel lokal, dari semula 7% menjadi 10%. Kebijakan ini berlaku pada 1 Desember mendatang.
Stasiun pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) di Malaysia saat ini baru menggunakan B7. Adapun, penggunaan B10 sendiri akan mulai diimplementasikan untuk digunakan di sektor transportasi secara mandatori pada Februari 2019.
Hal ini tentu akan menjadi sentimen bahwa permintaan domestik Malaysia akan meningkat, serta mengurangi stok minyak kelapa sawit di Negeri Jiran yang diekspektasikan melambung tinggi.
Sejak September lalu, Indonesia sebenarnya sudah menerapkan kebijakan yang sama, bahkan lebih agresif, yakni B20. Sejauh ini kebijakan itu belum mampu berdampak signifikan pada pergerakan harga CPO. Namun, jika nantinya dapat berjalan efektif (bersamaan dengan kebijakan B10 Malaysia), bukan tidak mungkin harga CPO akan kembali terkerek naik ke depannya.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(RHG/roy) Next Article 4 Hari Melemah, Harga CPO Mulai Naik Kembali
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular