Pasca-Caplok Holcim, Begini Valuasi Semen Indonesia

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
13 November 2018 20:09
Akuisisi itu mencakup empat pabrik semen, 33 pabrik ready-mix, dan 2 quarry (tambang).
Foto: Aktivitas produksi komersial dari Semen Indonesia pantas dilakukan, karena roda industri sangat berperan terhadap sektor infrastruktur yang tengah dikejar pemerintah. (CNN Indonesia/Damar ).
Jakarta, CNBC Indonesia - Transaksi akuisisi BUMN PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) terhadap PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB) senilai US$ 917 juta (Rp 13,47 triliun) sudah resmi. Akuisisi itu mencakup empat pabrik semen, 33 pabrik ready-mix, dan 2 quarry (tambang).

Untuk membiayai akuisisi SMCB, SMGR akan meminjam dana US$ 1,28 miliar (Rp 18,97 triliun) dari konsorsium Bank BNP Paribas, Deutsche Bank AG Singapore Branch, Maybank Kim Eng Securities Ltd, MUFG Bank, dan Standard Chartered Bank.

Berdasarkan hitungan kami menggunakan laporan keuangan 2017, utang senilai Rp 18,97 triliun tersebut akan membuat utang tidak lancar SMGR akan bertambah menjadi Rp 29,23 triliun dari sebelumnya Rp 10,26 triliun pada akhir 2017.

Angka itu akan menjadi Rp 36,02 triliun jika sudah dikonsolidasi dengan liabilitas tidak lancar dari SMCB.

Dana yang terdiri dari Rp 13,47 untuk pembelian dan Rp 5,5 triliun dana talangan tersebut tentunya akan dikantongi Lafarge sebagai penjual 80,6% saham, sehingga yang tersisa adalah Rp 5,5 triliun.

Dan ketika dikonsolidasi, maka yang digabungkan dari kedua perusahaan adalah seluruh aset, yang berarti total aset lancar Rp 17,93 triliun, aset tidak lancar Rp 51,77 triliun, utang lancar Rp 14,45 triliun, dan utang tidak lancar Rp 36,02 triliun.

Kemudian untuk ekuitas, SMGR tidak mendapatkan tambahan ekuitas dari akuisisi karena sudah berubah menjadi utang dan kepemilikan aset. Total aset awal Holcim Indonesia adalah Rp 18,93 triliun per 2017.

Lalu, SMGR juga masih memiliki selisih Rp 6,95 triliun yang kemungkinan akan dijadikan aset tidak berwujud, yang dapat berupa merek Holcim atau yang serupa sehingga dapat dicatatkan sebagai goodwill.

Foto: Irvin Avriano/CNBC Indonesia

Total aset perusahaan nantinya akan menjadi Rp 82,15 triliun, sehingga rasio total liabilitas terhadap ekuitas perusahaan akan berada pada 1,59 kali, dari sebelumnya 0,6 kali.

Berkaca pada laporan keuangan tahunan yang sama yaitu 2017, dapat dilihat bahwa sejak 2016 SMCB juga belum mendulang laba, sehingga masih membukukan rugi bersih senilai Rp 284,58 miliar pada 2016 dan semakin membesar Rp 758,04 miliar pada 2017.

Hal tersebut tentu patut disayangkan karena dua perusahaan semen lain yaitu Semen Indonesia dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) masih mampu meraup laba meskipun memiliki tren yang menurun akibat kondisi kelebihan pasokan (oversupply) yang masih terjadi.

Foto: Irvin Avriano/CNBC Indonesia

Analis PT Danareksa Sekuritas Maria Renata memprediksi rugi bersih yang dialami SMCB pada periode tersebut disebabkan tidak fokusnya Lafarge dalam menjalankan bisnisnya di Indonesia dan lebih memusatkan perhatian pada pelepasan asetnya tersebut. 

"Setelah diakuisisi, diharapkan SMGR dapat memperbaiki kinerja Holcim," ujarnya melalui telepon. 

Dia juga tidak menanggapi dugaan adanya kesengajaan untuk membukukan rugi demi tidak membayar pajak, dugaan transfer pricing, dugaan buruknya manajemen, dan dugaan kondisi industri yang terlalu ketat. 

Meskipun oversupply masih dapat terjadi 3-5 tahun ke depan, lanjut Maria, setelah akuisisi ini pemain utama di industri semen dapat lebih fokus dan memiliki daya tawar yang lebih kuat terutama dalam penentuan harga jual, tidak seperti beberapa tahun terakhir ketika harga semen turun. 

Gajah Tidak Perlu Takut dengan Semut
Dia juga optimistis krisis oversupply akan mampu dihadapi kedua raksasa semen dan tidak mengkhawatirkan tekanan dari produsen semen lain, khususnya yang berasal dari luar negeri seperti China (Semen Conch, Semen Jakarta, Semen Bima) dan Thailand (Siam Cement Group/SCG). 

"Kedua gajah ini (Semen Indonesia dan Indocement) tidak perlu takut dengan semut." Dengan konsolidasi ini, lanjutnya, fokus SMGR di Jawa dan Sumatra akan semakin ditopang oleh keberadaan Semen Andalas yang masuk di dalam portofolio SMCB.  

Dia menambahkan faktor masuknya Semen Andalas ke dalam portofolio Semen Indonesia akan semakin menggiatkan transaksi ekspor perusahaan karena lokasi Aceh yang dekat dengan negara tetangga yang menjadi tujuan ekspor perseroan. 

Tujuan Ekspor201520162017
Australia--20,067
Maldives-61,38681,656
Myanmar--8,005
Filipina-35,61345,500
Srilanka397,446299,207696,557
Taiwan--25,000
Timor Leste84,49794,781155,601
Yaman-19,0000
Total481,943509,9871,032,386
(ton)
Sumber: Laporan tahunan SMGR 

Ekspor menjadi salah satu pemecah masalah bagi Semen Indonesia yang menjadi eksportir utama dengan nilai ekspor 1,03 juta di tengah kondisi oversupply. Indocement baru mengekspor 164.000 ton per 2017, terdiri dari klinker dan semen. 

Untuk harga transaksi, dalam risetnya Maria menjelaskan bahwa harga akuisisi masih premium atau berada di atas batas wajar. Akuisisi tersebut dilihat Maria dari dua sisi, yaitu dari valuasi nilai perusahaan (enterprise value, EV) per ton (EV/ton) dan dari harga pasar.

Dia menggunakan asumsi nilai akuisisi US$ 1,75 miliar dan nilai tukar Rp 15.200 per dolar AS. Dari sisi valuasi, nilai akuisisi tersebut menunjukkan valuasi EV/ton US$ 111,5/ton atau 16% di atas EV/ton SMCB sebesar US$ 96,1/ton. 

Dari sisi harga saham di pasar, nilai akuisisi berarti setara Rp 2.383 per saham, 25,1% di atas harga pasar 12 November 2018 Rp 1.905. 

Menurut dia, utang tambahan untuk membiayai akuisisi akan membuat rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity ratio/DER) SMGR akan naik menjadi 0,94 kali dari posisi September 0,32 kali. Maria langsung menaikkan rekomendasi menjadi Buy dari Neutral untuk SMGR dengan target harga Rp 11.800 setelah adanya akuisisi tersebut.  

TIM RISET CNBC INDONESIA

(irv/hps) Next Article SMGR akan Tender Offer Saham SMCB, Berapa Harganya?

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular