
Cermati 5 Sentimen Penggerak Bursa Saham ini Pekan Depan
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
11 November 2018 20:41

Sentimen keempat bakal muncul dari pergerakan harga minyak dunia. Pada penutupan perdagangan Jumat (11/11/2018), harga minyak jenis brent kontrak Januari 2019 terkoreksi 0,66% ke level US$ 70,18/barel. Di waktu yang sama, harga minyak jenis light sweet kontrak Desember 2018 turun 0,79% ke level US$ 60,19/barel.
Dengan pergerakan itu, harga light sweet yang menjadi acuan di AS sudah melemah 10 hari berturut-turut, yang merupakan reli pelemahan harian terpanjang sejak 1984. Harga light sweet bahkan sudah menyentuh level terendahnya dalam 8 bulan terakhir, atau sejak awal Maret 2018.
Sementara, harga brent yang menjadi acuan di Eropa juga kini sudah berada di level terburuknya sejak awal April 2018, atau dalam 7 bulan terakhir.
Kejatuhan harga minyak tidak lepas dari fundamental komoditas minyak mentah dunia yang memang buruk. Pasokan membanjir, sementara permintaan justru diramal lesu akibat masih berlangsungnya perang dagang AS-China.
Menarik untuk disimak, bagaimana pergerakan harga minyak dalam sepekan ke depan. Ada dua sentimen utama yang sebenarnya mampu memengaruhi harga sang emas hitam, yakni dari rencana Organisasi Negara-Negara Pengeksor Minyak (OPEC) untuk memangkas produksi, serta rilis cadangan minyak mentah AS.
Arab Saudi disebut tengah membahas pengurangan produksi minyak sebanyak satu juta barel per hari bersama dengan OPEC dan negara sekutunya. Hal itu disampaikan oleh dua sumber Reuters yang mengetahui diskusi itu pada Ahad (11/11/2018).
"Ada diskusi tentang ini. Tapi pertanyaannya, berapa banyak yang dibutuhkan untuk mengurangi supply di pasar," kata sumber tersebut. Pembicaraan itu belum selesai karena masih menunggu realisasi pengurangan ekspor minyak Iran.
Sebelumnya, ketika ditanya mengenai keseimbangan pasar, Menteri Energi Saudi Khalid Al-Falih menjawab normatif. "Kami akan mencari tahu. Kami ada pertemuan nanti," ujarnya dilansir Reuters.
Bulan lalu, Al-Falih sempat menyebutkan ada kemungkinan untuk melakukan intervensi demi mengurang stok minyak setelah jumlahnya meningkat beberapa bulan terakhir.
Pelaku pasar perlu mewaspadai perkembangan rencana OPEC ini. Jika memang kabarnya semakin jelas dan positif, harga minyak bisa punya energi untuk bangkit dari keterpurukannya.
Meski demikian, pelaku pasar juga perlu mencermati rilis data cadangan minyak mentah AS dalam sepekan yang berakhir 9 November 2018. Data ini akan dirilis oleh US Energy Information Administration (EIA) pada 15 November 2018 mendatang, bersamaan dengan produksi minyak mentah mingguan di Negeri Paman Sam.
Sebelumnya, EIA melaporkan cadangan minyak mentah AS naik ke angka 5,8 juta barel dalam sepekan yang berakhir tanggal 2 November, jauh di atas ekspektasi pasar yang memperkirakan kenaikan 2,4 juta barel. Tidak hanya itu, EIA juga mencatat produksi minyak mentah mingguan AS tercatat 11,6 juta barel/hari, menjadi rekor mingguan terbesar sepanjang sejarah Negeri Adidaya.
Apabila produksi maupun cadangan minyak mentah AS masih amat perkasa, siap-siap harga minyak mentah akan kembali terperosok ke zona merah. Jika demikian, saham-saham pertambangan dan migas di dunia dipastikan akan melemah, tidak terkecuali saham sektor energi di Indonesia.
Namun bagi rupiah, penurunan harga minyak adalah kabar gembira. Seperti sudah disinggung pada halaman 1, ketika harga minyak turun, maka biaya importasi migas akan lebih murah dan mengurangi tekanan kebutuhan valas. Rupiah pun bisa lebih tenang dan nyaman.
(BERLANJUT KE HALAMAN 4) (RHG/RHG)
Dengan pergerakan itu, harga light sweet yang menjadi acuan di AS sudah melemah 10 hari berturut-turut, yang merupakan reli pelemahan harian terpanjang sejak 1984. Harga light sweet bahkan sudah menyentuh level terendahnya dalam 8 bulan terakhir, atau sejak awal Maret 2018.
Sementara, harga brent yang menjadi acuan di Eropa juga kini sudah berada di level terburuknya sejak awal April 2018, atau dalam 7 bulan terakhir.
Kejatuhan harga minyak tidak lepas dari fundamental komoditas minyak mentah dunia yang memang buruk. Pasokan membanjir, sementara permintaan justru diramal lesu akibat masih berlangsungnya perang dagang AS-China.
Menarik untuk disimak, bagaimana pergerakan harga minyak dalam sepekan ke depan. Ada dua sentimen utama yang sebenarnya mampu memengaruhi harga sang emas hitam, yakni dari rencana Organisasi Negara-Negara Pengeksor Minyak (OPEC) untuk memangkas produksi, serta rilis cadangan minyak mentah AS.
Arab Saudi disebut tengah membahas pengurangan produksi minyak sebanyak satu juta barel per hari bersama dengan OPEC dan negara sekutunya. Hal itu disampaikan oleh dua sumber Reuters yang mengetahui diskusi itu pada Ahad (11/11/2018).
"Ada diskusi tentang ini. Tapi pertanyaannya, berapa banyak yang dibutuhkan untuk mengurangi supply di pasar," kata sumber tersebut. Pembicaraan itu belum selesai karena masih menunggu realisasi pengurangan ekspor minyak Iran.
Sebelumnya, ketika ditanya mengenai keseimbangan pasar, Menteri Energi Saudi Khalid Al-Falih menjawab normatif. "Kami akan mencari tahu. Kami ada pertemuan nanti," ujarnya dilansir Reuters.
Bulan lalu, Al-Falih sempat menyebutkan ada kemungkinan untuk melakukan intervensi demi mengurang stok minyak setelah jumlahnya meningkat beberapa bulan terakhir.
Pelaku pasar perlu mewaspadai perkembangan rencana OPEC ini. Jika memang kabarnya semakin jelas dan positif, harga minyak bisa punya energi untuk bangkit dari keterpurukannya.
Meski demikian, pelaku pasar juga perlu mencermati rilis data cadangan minyak mentah AS dalam sepekan yang berakhir 9 November 2018. Data ini akan dirilis oleh US Energy Information Administration (EIA) pada 15 November 2018 mendatang, bersamaan dengan produksi minyak mentah mingguan di Negeri Paman Sam.
Sebelumnya, EIA melaporkan cadangan minyak mentah AS naik ke angka 5,8 juta barel dalam sepekan yang berakhir tanggal 2 November, jauh di atas ekspektasi pasar yang memperkirakan kenaikan 2,4 juta barel. Tidak hanya itu, EIA juga mencatat produksi minyak mentah mingguan AS tercatat 11,6 juta barel/hari, menjadi rekor mingguan terbesar sepanjang sejarah Negeri Adidaya.
Apabila produksi maupun cadangan minyak mentah AS masih amat perkasa, siap-siap harga minyak mentah akan kembali terperosok ke zona merah. Jika demikian, saham-saham pertambangan dan migas di dunia dipastikan akan melemah, tidak terkecuali saham sektor energi di Indonesia.
Namun bagi rupiah, penurunan harga minyak adalah kabar gembira. Seperti sudah disinggung pada halaman 1, ketika harga minyak turun, maka biaya importasi migas akan lebih murah dan mengurangi tekanan kebutuhan valas. Rupiah pun bisa lebih tenang dan nyaman.
(BERLANJUT KE HALAMAN 4) (RHG/RHG)
Next Page
Bisakah Ekonomi AS Pulih?
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular