
Cermati 5 Sentimen Penggerak Bursa Saham ini Pekan Depan
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
11 November 2018 20:41

Sentimen ketiga bakal berasal dari China yang diperkirakan mengonfirmasi luka-luka yang dideritanya dalam perang dagang melawan AS. Negeri Tirai Bambu ini pada 14 November akan mengumumkan sejumlah data ekonomi pentingnya.
Data pertama yang akan diumumkan adalah Investasi Aset Tetap periode Oktober 2018. Dalam periode Januari-September, investasi tumbuh 5,4% secara tahunan (year-on-year/YoY), naik dari periode Januari-Agustus sebesar 5,3% YoY.
Meski demikian, investasi di China tersebut sudah turun cukup dalam dari pertumbuhan yang mampu mencapai 7,5% YoY pada kuartal I-2018 lalu.
Kemudian, data lainnya yang akan diumumkan adalah Produksi Industri periode Oktober 2018. Pada September, pertumbuhannya melambat ke angka 5,8% YoY, dari bulan sebelumnya sebesar 6,1% YoY. Bahkan, capaian pada September sudah turun cukup jauh dari capaian April 2018 sebesar 7% YoY.
Data lainnya yang perlu diperhatikan (meski dampaknya tidak sebesar dua indikator yang disebutkan di atas), adalah data penjualan ritel China periode Oktober 2018. Pada September, indikator ini mampu mencatatkan pertumbuhan 9,2% YoY, lebih cepat dari bulan sebelumnya sebesar 9% YoY.
Jika data-data China di atas mengecewakan, pelaku pasar nampaknya mesti mewaspadai bursa saham Asia yang akan berguguran. Investor akan semakin dibuat khawatir akan kerusakan yang diakibatkan perang dagang Washington-Beijing.
Terbaru, pertumbuhan indeks harga produsen China, yang mengukur harga yang diterima produsen untuk penjualan barang dan jasa, melambat ke 3,3% secara tahunan YoY pada Oktober.
Perlambatan itu merupakan yang ke-4 bulan secara berturut-turut. Buruknya data inflasi sisi produsen di Negeri Panda ini turut andil pada kejatuhan bursa saham Benua Kuning di akhir pekan lalu.
Selain dari China, perlu diperhatikan pula rilis data pendahuluan pertumbuhan ekonomi Jepang di kuartal III-2018 beberapa jam sebelum data-data China tersebut diumumkan. Jepang merupakan mitra dagang utama dari China. Apabila pertumbuhannya melambat, hal itu akan mengindikasikan virus perang dagang juga sudah mulai menular.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3) (RHG/RHG)
Data pertama yang akan diumumkan adalah Investasi Aset Tetap periode Oktober 2018. Dalam periode Januari-September, investasi tumbuh 5,4% secara tahunan (year-on-year/YoY), naik dari periode Januari-Agustus sebesar 5,3% YoY.
Meski demikian, investasi di China tersebut sudah turun cukup dalam dari pertumbuhan yang mampu mencapai 7,5% YoY pada kuartal I-2018 lalu.
Data lainnya yang perlu diperhatikan (meski dampaknya tidak sebesar dua indikator yang disebutkan di atas), adalah data penjualan ritel China periode Oktober 2018. Pada September, indikator ini mampu mencatatkan pertumbuhan 9,2% YoY, lebih cepat dari bulan sebelumnya sebesar 9% YoY.
Jika data-data China di atas mengecewakan, pelaku pasar nampaknya mesti mewaspadai bursa saham Asia yang akan berguguran. Investor akan semakin dibuat khawatir akan kerusakan yang diakibatkan perang dagang Washington-Beijing.
Terbaru, pertumbuhan indeks harga produsen China, yang mengukur harga yang diterima produsen untuk penjualan barang dan jasa, melambat ke 3,3% secara tahunan YoY pada Oktober.
Perlambatan itu merupakan yang ke-4 bulan secara berturut-turut. Buruknya data inflasi sisi produsen di Negeri Panda ini turut andil pada kejatuhan bursa saham Benua Kuning di akhir pekan lalu.
Selain dari China, perlu diperhatikan pula rilis data pendahuluan pertumbuhan ekonomi Jepang di kuartal III-2018 beberapa jam sebelum data-data China tersebut diumumkan. Jepang merupakan mitra dagang utama dari China. Apabila pertumbuhannya melambat, hal itu akan mengindikasikan virus perang dagang juga sudah mulai menular.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3) (RHG/RHG)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular