
Banyak Sentimen Positif, Harga Batu Bara Naik Nyaris 2%!
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
08 November 2018 12:05

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara Newcastle kontrak acuan naik 1,88% ke US$ 105,45/ Metrik Ton (MT) pada penutupan perdagangan hari Rabu (7/11/2018). Harga sang batu hitam lantas mampu mencatatkan rebound pasca sehari sebelumnya melemah 0,38%.
Berbagai setimen positif memang mampu menopang harga batu bara kemarin, dari mulai musim dingin yang mulai melanda sejumlah kota besar di China, masih meningkatnya impor China dan Jepang secara mingguan, hingga aura damai perang dagang AS-China.
Sebelumnya, harga batu bara tertekan oleh melemahnya tingkat permintaan batu bara oleh pembangkit listrik di China. Hal itu dibuktikan oleh stok batu bara yang masih tinggi.
Menurut data China Coal Resource, stok batu bara pada 6 pembangkit listrik utama China terus meningkat dalam beberapa pekan terakhir, ke level tertingginya sejak Januari 2015. Teranyar, stoknya meningkat 8,1% secara mingguan (week-to-week/WtW) ke level 16,96 juta ton, pada pekan lalu.
Pembangkit listrik di Negeri Panda memang sudah melakukan akumulasi pembelian secara kencang sejak awal Oktober 2018. Hal ini dilakukan dalam rangka mengantisipasi peningkatan kebutuhan listrik di musim dingin. Batu bara termal memang menjadi sumber energi utama bagi pembangkit listrik di China.
Dengan tingginya tingkat stok batu bara tersebut, lantas investor mengekspektasikan bahwa permintaan impor batu bara Beijing masih akan lemah saat ini. Istilahnya, kebutuhan batu bara di China masih akan tercukupi oleh stok saat ini.
BACA: Stok di China Masih Tinggi, Harga Batu Bara Turun Lagi
Meski demikian, persepsi investor itu sejauh ini belum terbukti. Faktanya, impor China justru masih tercatat naik secara mingguan. Sepanjang pekan lalu, impor batu bara Negeri Panda tercatat sebesar 3,89 juta ton, atau naik 100.000 ton dari pekan sebelumnya.
Tidak hanya China, importir utama lainnya Jepang juga membukukan volume impor sebesar 3,8 juta ton pada pekan lalu, naik 170.000 ton dari pekan sebelumnya. Seiring kuatnya permintaan 2 negara importir utama itu, volume ekspor batu bara Australia dari pelabuhan Newcastle juga tercatat sebesar 3,83 juta ton pada pekan lalu, naik 150.000 ton dari pekan sebelumnya.
Permintaan impor Beijing yang kuat nampaknya tidak lepas dari musim dingin yang akhirnya tiba di dataran China. Melansir data dari National Meterological Center di awal pekan lalu, temperatur di China bagian utara (termasuk kota-kota besar seperti Beijing, Hebei, dan Shanxi) jatuh ke bawah 0 derajat Cesius.
Datangnya musim dingin lantas menjadi sentimen bahwa konsumsi batu bara di China memang akan menanjak naik. Pasalnya, kebutuhan listrik untuk pemanas ruangan akan meningkat.
Sebagai informasi, China adalah konsumen utama batu bara dunia, mencapai 1.892,6 metrik ton pada 2017 atau 51% dari total permintaan dunia. Satu negara menguasai lebih dari separuh permintaan global, sehingga sentimen menurunnya permintaan impor dari China akan sangat memengaruhi harga.
Sentimen positif terakhir datang dari aura damai dagang AS-China. Wang Qishan, Wakil Presiden China, menegaskan bahwa Beijing siap berdiskusi dan bekerja dengan Washington untuk menyelesaikan friksi dagang.
"China dan AS tentu berharap ada peningkatan kerja sama ekonomi dan perdagangan. China siap berunding dengan AS atas kesepakatan bersama untuk menyelesaikan berbagai isu di bidang tersebut. Sikap negatif dan kemarahan bukanlah cara yang baik untuk menyelesaikan masalah, tidak bisa juga dengan membatasi diri. Itu hanya memperparah turbulensi di pasar global," papar Wang dalam pidato di Singapura, dikutip dari South China Morning Post.
Pelaku pasar pun bisa sedikit bernafas lega. Adanya kabar baik dari perkembangan perang dagang Washington-Beijing lantas bisa sedikit memupus kekhawatiran investor terhadap perlambatan permintaan energi global. Akhirnya, sentimen ini mampu memberikan energi tambahan bagi harga batu bara kemarin.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(RHG/roy) Next Article Pasokan dari Negara Produsen Seret, Harga Batu Bara Naik
Berbagai setimen positif memang mampu menopang harga batu bara kemarin, dari mulai musim dingin yang mulai melanda sejumlah kota besar di China, masih meningkatnya impor China dan Jepang secara mingguan, hingga aura damai perang dagang AS-China.
Menurut data China Coal Resource, stok batu bara pada 6 pembangkit listrik utama China terus meningkat dalam beberapa pekan terakhir, ke level tertingginya sejak Januari 2015. Teranyar, stoknya meningkat 8,1% secara mingguan (week-to-week/WtW) ke level 16,96 juta ton, pada pekan lalu.
Pembangkit listrik di Negeri Panda memang sudah melakukan akumulasi pembelian secara kencang sejak awal Oktober 2018. Hal ini dilakukan dalam rangka mengantisipasi peningkatan kebutuhan listrik di musim dingin. Batu bara termal memang menjadi sumber energi utama bagi pembangkit listrik di China.
Dengan tingginya tingkat stok batu bara tersebut, lantas investor mengekspektasikan bahwa permintaan impor batu bara Beijing masih akan lemah saat ini. Istilahnya, kebutuhan batu bara di China masih akan tercukupi oleh stok saat ini.
BACA: Stok di China Masih Tinggi, Harga Batu Bara Turun Lagi
Meski demikian, persepsi investor itu sejauh ini belum terbukti. Faktanya, impor China justru masih tercatat naik secara mingguan. Sepanjang pekan lalu, impor batu bara Negeri Panda tercatat sebesar 3,89 juta ton, atau naik 100.000 ton dari pekan sebelumnya.
Tidak hanya China, importir utama lainnya Jepang juga membukukan volume impor sebesar 3,8 juta ton pada pekan lalu, naik 170.000 ton dari pekan sebelumnya. Seiring kuatnya permintaan 2 negara importir utama itu, volume ekspor batu bara Australia dari pelabuhan Newcastle juga tercatat sebesar 3,83 juta ton pada pekan lalu, naik 150.000 ton dari pekan sebelumnya.
Permintaan impor Beijing yang kuat nampaknya tidak lepas dari musim dingin yang akhirnya tiba di dataran China. Melansir data dari National Meterological Center di awal pekan lalu, temperatur di China bagian utara (termasuk kota-kota besar seperti Beijing, Hebei, dan Shanxi) jatuh ke bawah 0 derajat Cesius.
Datangnya musim dingin lantas menjadi sentimen bahwa konsumsi batu bara di China memang akan menanjak naik. Pasalnya, kebutuhan listrik untuk pemanas ruangan akan meningkat.
Sebagai informasi, China adalah konsumen utama batu bara dunia, mencapai 1.892,6 metrik ton pada 2017 atau 51% dari total permintaan dunia. Satu negara menguasai lebih dari separuh permintaan global, sehingga sentimen menurunnya permintaan impor dari China akan sangat memengaruhi harga.
"China dan AS tentu berharap ada peningkatan kerja sama ekonomi dan perdagangan. China siap berunding dengan AS atas kesepakatan bersama untuk menyelesaikan berbagai isu di bidang tersebut. Sikap negatif dan kemarahan bukanlah cara yang baik untuk menyelesaikan masalah, tidak bisa juga dengan membatasi diri. Itu hanya memperparah turbulensi di pasar global," papar Wang dalam pidato di Singapura, dikutip dari South China Morning Post.
Pelaku pasar pun bisa sedikit bernafas lega. Adanya kabar baik dari perkembangan perang dagang Washington-Beijing lantas bisa sedikit memupus kekhawatiran investor terhadap perlambatan permintaan energi global. Akhirnya, sentimen ini mampu memberikan energi tambahan bagi harga batu bara kemarin.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(RHG/roy) Next Article Pasokan dari Negara Produsen Seret, Harga Batu Bara Naik
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular