
Ekspor CPO RI Keok Dibanding Malaysia, Ini Dua Sebabnya!
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
05 November 2018 20:39

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan ekspor minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) RI saat ini kalah kompetitif dibandingkan dengan Malaysia.
Hal itu disebabkan oleh dua hal, yakni pengurangan bea masuk India terhadap impor CPO dari Malaysia serta penghapusan pungutan ekspor oleh Malaysia.
"India tetapkan bea masuk CPO asal Malaysia 4% lebih rendah dari pada CPO asal Indonesia mulai Januari tahun depan. Tentu ini merugikan posisi kita," kata Airlangga di kantor Kemenko Perekonomian, Senin (5/11/2018).
Menurut dia, dengan perhitungan di atas perusahaan sawit di Tanah Air menjadi kalah kompetitif dibanding Malaysia karena masih dikenakan pungutan ekspor serta harus dikenakan bea masuk lebih tinggi dalam ekspor ke India, yakni 44%, dibanding Malaysia yang akan turun menjadi 40% per Januari nanti.
"Sehingga tentu dalam posisi perdagangan, Malaysia lebih diuntungkan dari pada Indonesia. Ini yang harus dibicarakan dalam pertemuan CPOPC [Dewan Negara Produsen Minyak Sawit] di Malaysia nanti," ujar Airlangga.
Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Derom Bangun mengatakan Malaysia mendapatkan penurunan bea masuk dari India karena perjanjian bilateral kedua negara yang sudah dirintis sejak 2012.
Pungutan ekspor
Terkait pungutan ekspor, Airlangga menegaskan bahwa pihaknya tetap mengusulkan penurunan pungutan ekspor untuk minyak goreng, tetapi tidak bagi CPO. Dia beralasan, pemerintah sedang mendorong hilirisasi produk sawit dan ekspor minyak goreng adalah salah satunya.
"Memang ada perbedaan antara pungutan ekspor CPO dan minyak goreng karena kita kan sudah mendukung hilirisasi. Untuk CPO tidak ada [rencana penurunan pungutan ekspor]," katanya.
Sebelumnya, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) meminta pungutan ekspor CPO diturunkan dari besaran saat ini US$ 50 per ton menjadi US$ 30 per ton.
Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono mengatakan hal itu diperlukan untuk meningkatkan daya saing ekspor CPO Indonesia yang lesu sekaligus memperbaiki harga tandan buah segar (TBS) di tingkat petani yang saat ini sedang turun akibat kelebihan produksi (oversupply).
(miq/gus) Next Article Ekspor Meningkat, Harga CPO Sepekan Terapresiasi
Hal itu disebabkan oleh dua hal, yakni pengurangan bea masuk India terhadap impor CPO dari Malaysia serta penghapusan pungutan ekspor oleh Malaysia.
"India tetapkan bea masuk CPO asal Malaysia 4% lebih rendah dari pada CPO asal Indonesia mulai Januari tahun depan. Tentu ini merugikan posisi kita," kata Airlangga di kantor Kemenko Perekonomian, Senin (5/11/2018).
![]() |
Menurut dia, dengan perhitungan di atas perusahaan sawit di Tanah Air menjadi kalah kompetitif dibanding Malaysia karena masih dikenakan pungutan ekspor serta harus dikenakan bea masuk lebih tinggi dalam ekspor ke India, yakni 44%, dibanding Malaysia yang akan turun menjadi 40% per Januari nanti.
"Sehingga tentu dalam posisi perdagangan, Malaysia lebih diuntungkan dari pada Indonesia. Ini yang harus dibicarakan dalam pertemuan CPOPC [Dewan Negara Produsen Minyak Sawit] di Malaysia nanti," ujar Airlangga.
Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Derom Bangun mengatakan Malaysia mendapatkan penurunan bea masuk dari India karena perjanjian bilateral kedua negara yang sudah dirintis sejak 2012.
Pungutan ekspor
Terkait pungutan ekspor, Airlangga menegaskan bahwa pihaknya tetap mengusulkan penurunan pungutan ekspor untuk minyak goreng, tetapi tidak bagi CPO. Dia beralasan, pemerintah sedang mendorong hilirisasi produk sawit dan ekspor minyak goreng adalah salah satunya.
"Memang ada perbedaan antara pungutan ekspor CPO dan minyak goreng karena kita kan sudah mendukung hilirisasi. Untuk CPO tidak ada [rencana penurunan pungutan ekspor]," katanya.
Sebelumnya, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) meminta pungutan ekspor CPO diturunkan dari besaran saat ini US$ 50 per ton menjadi US$ 30 per ton.
Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono mengatakan hal itu diperlukan untuk meningkatkan daya saing ekspor CPO Indonesia yang lesu sekaligus memperbaiki harga tandan buah segar (TBS) di tingkat petani yang saat ini sedang turun akibat kelebihan produksi (oversupply).
(miq/gus) Next Article Ekspor Meningkat, Harga CPO Sepekan Terapresiasi
Most Popular