
Lanjutkan Penguatan, Rupiah Mampu Tekan Yuan 5 Hari Beruntun
Alfado Agustio, CNBC Indonesia
01 November 2018 11:48

Jakarta, CNBC Indonesia- Kurs rupiah mampu melanjutkan tren penguatan terhadap yuan China hingga 5 hari berturut-turut. Kondisi ini ditengarai akibat perlambatan ekonomi di Negeri Tirai Bambu, karena perang dagang dengan Amerika Serikat (AS).
Pada Kamis (1/11/2018), pukul 11:28 WIB, CNY 1 di pasar spot ditransaksikan di Rp 2.177,78. Rupiah menguat tipis 0,2% dibandingkan perdagangan kemarin.
Kondisi perlambatan ekonomi yang paling terlihat yaitu pertumbuhan sektor manufaktur yang turun. China melaporkan pertumbuhan manufakturnya melambat di bulan Oktober. Angka Purchasing Manager's Index (PMI) resmi tercatat 50,2, lebih rendah dari 50,6 yang diperkirakan analis dalam jajak pendapat Reuters. Penurunan indeks mengindikasikan ekspansi sektor manufaktur semakin melambat.
Kondisi ini terjadi akibat pengenaan tarif impor AS yang terakhir diberlakukan pada periode Oktober. Washington dan Beijing mengenakan tarif impor tambahan atas barang satu sama lain pada 24 September.
Ketika tarif mulai berlaku, tentu akan memberatkan para eksportir sehingga berpengaruh terhadap cost yang dikeluarkan. Peningkatan biaya menyebabkan sektor industri "mengencangkan" ikat pinggang. Situasi tersebut berpengaruh terhadap ekspansi sektor ini yang ikut melambat.
Di sisi lain, rilis sektor manufaktur Indonesia sebenarnya juga mengalami penurunan. rilis indeks manufaktur (Nikkei Manufacturing PMI) turun ke level 50,5 dari sebelumnya 50,7 pada September 2018. Namun, dengan kondisi indeks manufaktur di Indonesia masih lebih baik dibandingkan China, disinyalir ikut berpengaruh terhadap posisi rupiah yang lebih perkasa dibandingkan yuan saat ini.
Sementara itu, Penguatan yang ada belum mendorong harga jual yuan di beberapa bank nasional turun di bawah Rp 2.200. Berikut data perdagangan di tiga bank nasional terbesar hingga pukul 11:42 WIB:
Pada Kamis (1/11/2018), pukul 11:28 WIB, CNY 1 di pasar spot ditransaksikan di Rp 2.177,78. Rupiah menguat tipis 0,2% dibandingkan perdagangan kemarin.
Kondisi ini terjadi akibat pengenaan tarif impor AS yang terakhir diberlakukan pada periode Oktober. Washington dan Beijing mengenakan tarif impor tambahan atas barang satu sama lain pada 24 September.
Ketika tarif mulai berlaku, tentu akan memberatkan para eksportir sehingga berpengaruh terhadap cost yang dikeluarkan. Peningkatan biaya menyebabkan sektor industri "mengencangkan" ikat pinggang. Situasi tersebut berpengaruh terhadap ekspansi sektor ini yang ikut melambat.
Di sisi lain, rilis sektor manufaktur Indonesia sebenarnya juga mengalami penurunan. rilis indeks manufaktur (Nikkei Manufacturing PMI) turun ke level 50,5 dari sebelumnya 50,7 pada September 2018. Namun, dengan kondisi indeks manufaktur di Indonesia masih lebih baik dibandingkan China, disinyalir ikut berpengaruh terhadap posisi rupiah yang lebih perkasa dibandingkan yuan saat ini.
Sementara itu, Penguatan yang ada belum mendorong harga jual yuan di beberapa bank nasional turun di bawah Rp 2.200. Berikut data perdagangan di tiga bank nasional terbesar hingga pukul 11:42 WIB:
Bank | Harga Beli | Harga Jual |
Bank Mandiri | Rp 2.081,00 | Rp 2.231,00 |
Bank BRI | Rp 2.114,46 | Rp 2.259,22 |
Bank BCA | Rp 2.100,00 | Rp 2.227,00 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(alf/wed) Next Article Rupiah Menguat 0,14% terhadap Yuan Berkat Devaluasi
Most Popular