LDR Sentuh 94%, Lampu Kuning Likuiditas Perbankan
Ranny Virginia Utami, CNBC Indonesia
30 October 2018 17:55

Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengungkapkan rasio intermediasi perbankan atau loan to deposit ratio (LDR) perbankan per September ini telah melewati angka 92%. Ini juga menandakan kondisi likuiditas perbankan sudah berada pada status waspada.
Anggota Dewan Komisioner LPS Destry Damayanti mengatakan LDR perbankan sekarang berada pada level 94%. Kenaikan ini dikarenakan tingginya pertumbuhan penyaluran kredit yang mencapai 12,3% pada September 2018, sementara dana pihak ketiga (DPK) hanya tumbuh 6,62%.
"Kami melihat ada suatu risiko likuiditas di mana pertumbuhan kredit naik hampir dua kali lipat dari pertumbuhan dana," kata Destry di kantor LPS Gedung Equity Tower, Jakarta, Selasa (30/10/2018).
Menurut Destry, jika pertumbuhan kredit lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan dana, dikhawatirkan ke depan dana modal yang dimiliki perbankan justru akan tergerus oleh penyaluran kredit.
"Sehingga dana-dana cadangan untuk reserve dan lain-lain menjadi berkurang dan likuiditas bank akan terganggu," kata Destry.
Di sisi lain, Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan menjelaskan pelemahan pasar finansial, terutama di negara berkembang, membuat nilai imbal hasil (yield) di pasar saham dan obligasi terkerek naik. Tak terkecuali di Indonesia.
Faktor utama pelemahan pasar global di antaranya disebabkan oleh perang dagang antara AS dan China, Brexit, kenaikan harga minyak di pasar global, risiko krisis fiskal Italia, dan lain-lain.
"Tapi bobot paling besar ya di perang dagang ini," kata Fauzi.
Bersama dengan kondisi global yang membuat ketidakpastian masih tinggi ini, Fauzi memperkirakan LDR perbankan Indonesia tahun 2019 akan naik mencapai kisaran 95%.
"Tapi ini angka sementara ya, dan itu dengan perkiraan pertumbuhan kredit 12,4% dan DPK 9%," katanya.
Fauzi berdalih, perkiraan yang didasarkan pada pertumbuhan ekonomi yang diprediksi masih relatif baik sekitar 5% dan tingkat pertumbuhan inflasi sekitar 3% akan menghasilkan DPK yang netral di angka 9%.
Namun kembali lagi Fauzi mengingatkan, kesempatan untuk memperkecil LDR paling besar lebih dipengaruhi oleh keadaan pasar global yang kondusif.
"Artinya, investor global tak lagi khawatir dengan negara berkembang, mereka tak lagi memburu safe haven assets dalam bentuk US cash market misalnya. Dana tersebut akan kembali ke negara berkembang di mana imbal hasil obligasi dan valuasi saham sangat menarik," katanya.
(roy) Next Article LPS: Likuiditas Bank BUKU III Paling Ketat
Anggota Dewan Komisioner LPS Destry Damayanti mengatakan LDR perbankan sekarang berada pada level 94%. Kenaikan ini dikarenakan tingginya pertumbuhan penyaluran kredit yang mencapai 12,3% pada September 2018, sementara dana pihak ketiga (DPK) hanya tumbuh 6,62%.
"Kami melihat ada suatu risiko likuiditas di mana pertumbuhan kredit naik hampir dua kali lipat dari pertumbuhan dana," kata Destry di kantor LPS Gedung Equity Tower, Jakarta, Selasa (30/10/2018).
Di sisi lain, Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan menjelaskan pelemahan pasar finansial, terutama di negara berkembang, membuat nilai imbal hasil (yield) di pasar saham dan obligasi terkerek naik. Tak terkecuali di Indonesia.
Faktor utama pelemahan pasar global di antaranya disebabkan oleh perang dagang antara AS dan China, Brexit, kenaikan harga minyak di pasar global, risiko krisis fiskal Italia, dan lain-lain.
"Tapi bobot paling besar ya di perang dagang ini," kata Fauzi.
Bersama dengan kondisi global yang membuat ketidakpastian masih tinggi ini, Fauzi memperkirakan LDR perbankan Indonesia tahun 2019 akan naik mencapai kisaran 95%.
"Tapi ini angka sementara ya, dan itu dengan perkiraan pertumbuhan kredit 12,4% dan DPK 9%," katanya.
Fauzi berdalih, perkiraan yang didasarkan pada pertumbuhan ekonomi yang diprediksi masih relatif baik sekitar 5% dan tingkat pertumbuhan inflasi sekitar 3% akan menghasilkan DPK yang netral di angka 9%.
Namun kembali lagi Fauzi mengingatkan, kesempatan untuk memperkecil LDR paling besar lebih dipengaruhi oleh keadaan pasar global yang kondusif.
"Artinya, investor global tak lagi khawatir dengan negara berkembang, mereka tak lagi memburu safe haven assets dalam bentuk US cash market misalnya. Dana tersebut akan kembali ke negara berkembang di mana imbal hasil obligasi dan valuasi saham sangat menarik," katanya.
![]() |
(roy) Next Article LPS: Likuiditas Bank BUKU III Paling Ketat
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular