Menanti Kejutan Sri Mulyani di Akhir Tahun

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
26 October 2018 08:16
Pemerintah akan kembali mengeluarkan insentif fiskal yang secara tidak langsung bisa cukup bedampak positif terhadap pengendalian defisit transaksi berjalan.
Foto: Infografis/Pesan Sri Mulyani Kepada Calon Pengelola Keuangan Negara/Arie Pratama
Jakarta, CNBC Indonesia - Pada penghujung tahun ini, pemerintah akan kembali mengeluarkan insentif fiskal yang disebut-sebut secara tidak langsung bisa cukup bedampak positif terhadap pengendalian defisit transaksi berjalan (current account deficit/ CAD).

Kebijakan yang dimaksud adalah perluasan sektor ekspor jasa yang tidak dikenakan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) nol persen alias gratis. Kebijakan ini akan dikeluarkan paling lambat akhir tahun ini.


"Kami harapkan bisa tahun ini. Mudah-mudahan," kata Kepala Pusat Pendapatan Kebijakan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Rofyanto Kurniawan, di Jakarta, Kamis (25/10/2018).

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 70/PMK.03/2010, pemerintah memang hanya membatasi tiga jenis jasa yang dikenakan PPN 0% yaitu jasa maklon, jasa perbaikan dan perawatan, serta jasa konstruksi.

Meski demikian, Rofyanto masih enggan memberi detail jenis jasa apa lagi yang akan dikenakan PPN secara gratis. Namun, kabarnya akan ada enam jenis ekspor jasa yang akan ditambahkan dalam aturan tersebut.

Enam sektor tersebut antara lain jasa teknologi dan informasi, jasa penelitian dan pengembangan, jasa persewaan alat angkut, jasa pengurusan transportasi, jasa profesional, dan jasa perdagangan.

Menanti Kejutan Sri Mulyani di Akhir TahunFoto: Infografis/Aturan Bebas Pajak Sri Mulyani/ Edward Ricardo
Namun, Kepala BKF Suahasil Nazara menegaskan pemerintah akan kembali mempertegas dalam aturan tersebut bahwa nantinya seluruh barang yang diekspor tidak akan dikenakan PPN.

Sementara itu, untuk jasa yang diekspor akan kembali diperluas dari yang saat ini hanya tiga jenis sesuai dengan PMK 70/2010. Suahasil mengatakan keputusan untuk memperluas cakupan tersebut berasal dari pengusaha.


"Temen-temen pengusaha bilang kalau hanya ada tiga jenis PPN yang tidak dikenakan PPN. Tapi sebenarnya banyak jenis jasa lainnya yang bisa dikenakan. Itu akan kami akomodir. Ini untuk bikin pengusaha senang," katanya.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengemukakan pengenaan PPN 10% atas ekspor jasa memang menjadi salah satu faktor yang membuat ekspor Indonesia tak kompetitif.

Melesunya ekspor yang tidak mampu mengimbangi akselerasi impor membuat defisit transaksi berjalan makin tertekan. Bahkan, pada kuartal III-2018 ini defisit transaksi berjalan diproyeksikan di atas 3% dari PDB.

"Defisit jasa kita lemah karena ada tambahan beban. Bagaimana kita bisa kompetitif? Bisa dilihat dari CAD kita," kata Prastowo.

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), transaksi jasa domestik pada kuartal II-2018 masih mencatatkan defisit US$1,79 miliar, lantaran kinerja ekspor jasa yang tak mampu mengimbangi impor jasa.


Data tersebut menunjukkan, ekspor jasa pada kuartal II-2018 hanya mencapai US$6,48 miliar, sementara itu impor jasa melonjak hingga US$8,27 miliar. Sehingga, transaksi jasa masih mencatatkan defisit.
(prm) Next Article Dolar Mahal, Sri Mulyani Minta Orang RI Tak ke Luar Negeri

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular