
Tahan Bunga Acuan, BI Ahead atau Behind The Curve?
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
24 October 2018 08:11

Kebijakan pre-emptive, front loading, dan ahead the curve memang merupakan langkah antisipasi dengan mendahului atau memulai lebih awal dalam menaikkan bunga. BI, ingin mendahului kemungkinan The Fed menaikkan bunga acuan di akhir tahun.
Namun, ahead the curve nampaknya tidak berlaku saat ini. Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas UGM A. Tony Prasentiantono menilai keputusan BI menahan bunga acuan justru sebagai langkah mundur.
"Saat ini justru yang ada adalah BI itu behind the curve. Harusnya hari ini bank sentral menaikkan bunganya 25 bps, dan kemudian bulan depan 25 bps," kata Tony kepada CNBC Indonesia.
Tony tak memungkiri, bank sentral dalam beberapa bulan terakhir telah mengerek bunga hingga 150 basis poin (bps). Namun, kenaikan bunga yang dilakukan BI terbilang cukup terlambat, karena tak mampu mengimbangi kenaikan bunga Fed.
Sejak 2017 sampai saat ini, bunga bank sentral AS telah naik 200 basis poin dari level 0,25% menjadi 2%-2,25%. Sementara suku bunga acuan bank sentral sejak 2017, baru naik 150 bps dari level 4,25% menjadi 5,75% saat ini.
"Kenaikan bunga BI agak terlambat, makanya rupiah terus melemah dan saat ini ke level Rp 15.200/US$," jelas Tony.
Menurut Tony, dalam upaya menjaga stabllitas nilai tukar memang diperlukan kenaikan bunga secara konsisten. Apalagi, level nilai tukar kerap memberikan pengaruh yang cukup signifikkan terhadap psikologis pasar, dan mengingatkan kembali pada krisis 1997-1998.
"BI harus bisa memadamkan rupiah dari Rp 15.000/US$. Harus turun setidaknya ke level Rp 14.700/US$ - Rp 14.900/US$. Jangan Rp 15.000/US$ ke atas," tegasnya.
(prm)
Namun, ahead the curve nampaknya tidak berlaku saat ini. Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas UGM A. Tony Prasentiantono menilai keputusan BI menahan bunga acuan justru sebagai langkah mundur.
"Saat ini justru yang ada adalah BI itu behind the curve. Harusnya hari ini bank sentral menaikkan bunganya 25 bps, dan kemudian bulan depan 25 bps," kata Tony kepada CNBC Indonesia.
Sejak 2017 sampai saat ini, bunga bank sentral AS telah naik 200 basis poin dari level 0,25% menjadi 2%-2,25%. Sementara suku bunga acuan bank sentral sejak 2017, baru naik 150 bps dari level 4,25% menjadi 5,75% saat ini.
"Kenaikan bunga BI agak terlambat, makanya rupiah terus melemah dan saat ini ke level Rp 15.200/US$," jelas Tony.
Menurut Tony, dalam upaya menjaga stabllitas nilai tukar memang diperlukan kenaikan bunga secara konsisten. Apalagi, level nilai tukar kerap memberikan pengaruh yang cukup signifikkan terhadap psikologis pasar, dan mengingatkan kembali pada krisis 1997-1998.
"BI harus bisa memadamkan rupiah dari Rp 15.000/US$. Harus turun setidaknya ke level Rp 14.700/US$ - Rp 14.900/US$. Jangan Rp 15.000/US$ ke atas," tegasnya.
(prm)
Pages
Most Popular