4 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK

Utang yang Menggunung & Asing yang Kian Dimanja

Alfado Agustio & Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
22 October 2018 10:38
Tax Ratio yang Loyo
Foto: Aristya Rahadian Krisabella
Ekonom Senior Universitas Indonesia Faisal Basri mengungkapkan, lonjakan utang pemerintah disebabkan oleh ekspansi fiskal yang tak mampu dikompensasi dari penerimaan pajak.

“Peningkatan utang yang relatif pesat selama pemerintahan Jokowi - JK disebabkan oleh kenaikan tajam pengeluaran yang tidak diiringi oleh peningkatan nisbah pajak [tax ratio],” kata Faisal, dikutip dari laman resminya.

Faisal tak memungkiri, utang pemerintah Indonesia relatif kecil, bahkan relatif sangat kecil dibandingkan dengan utang kebanyakan negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Utang yang Menggunung & Asing yang Kian DimanjaFoto: Aristya Rahadian Krisabella


Saat ini, negara penguatan paling besar adalah Jepang. Utang negeri Sakura itu terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 253%. Negara tetangga seperti Singapura, pun rasio utangnya terhadap PDB mencapai 100%.

Namun, tidak bisa begitu saja membandingkan total utang Indonesia yang relatif rendah dengan utang Jepang. Negara tersebut, kata Faisal memang berutang namun pada waktu yang bersamaan juga menguasai surat utang yang diterbitkan oleh negara lain.

“Jadi Jepang selain sebagai debitor juga sebagai kreditor. Sedangkan Indonesia praktis sebagai debitor murni,” tegasnya.

Selain itu, jika dibandingkan dengan Jepang, bunga utang di Indonesia relatif lebih tinggi. Belum lagi, mayoritas surat utang pemerintah Jepang dipegang oleh rakyatnya sendiri, sehingga pembayaran bunga yang mengalir ke luar negeri relatif kecil.

“Sebaliknya, surat utang Indonesia yang dipegang oleh investor asing tergolong relatif besar. Bahkan paling besar atau setidaknya salah satu yang paling besar di dunia,” ujarnya.

“Tak pelak lagi, kondisi ini membuat Indonesia lebih rentan terhadap gejolak eksternal,” tegas Faisal.

Betulkah Utang Digunakan untuk Kegiatan Produktif?

Faisal mengklaim utang yang selama ini diungkapkan demi kegiatan produktif sampai infrastruktur tidak benar. Berdasarkan data yang dimiliki Faisal, utang baru lebih besar porsinya digunakan untuk membayar utang yang jatuh tempo.

"Sangat menyesatkan kalau produktif. Saya baca data ya, Januari 2018 pertumbuhan pengeluaran tertinggi itu untuk bayar utang 63%. Kedua terbesar belanja barang yakni 58% dan ketiga adalah belanja modal yang di mana di dalamnya terdapat infrastruktur yang mencapai 36%," ungkap Faisal.

Kemudian, Faisal mengatakan belanja infrastrukur pun tak sepenuhnya menggunakan utang pemerintah. Karena sebagian besar tidak dari APBN. "Infrastruktur itu BUMN yang banyak mengerjakan, BUMN yang berutang lagi. Ini berbahayanya, tidak sehat," jelas Faisal.

Utang-utang pemerintah juga tak mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Menurut Faisal, pertumbuhan ekonomi saat ini masih stagnan di 5%.

"Jika utang diklaim lebih produktif, buktinya pertumbuhan ekonomi masih stagnan di 5%. Karena itu, utang ini sebenarnya untuk membayar utang yang jatuh tempo," katanya.



(alf/alf)

Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular